Saturday 25 March 2017

Hubungan KEK dan paritas dengan kejadian BBLR

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Masalah gizi merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah. Rendahnya status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu hamil dan bayi, diantaranya adalah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).  BBLR adalah bayi dengan berat lahir < 2500 gram tanpa melihat umur kehamilan. Pertumbuhan janin dan berat badan bayi yang dilahirkan sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil, baik sebelum dan selama hamil. Status gizi ibu selama hamil dapat ditentukan dengan memantau pertambahan berat badan selama hamil, lingkar lengan atas (LLA) dan kadar hemoglobin (Waryono, 2010).
Target Millenium Development Goals sampai dengan tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Saat ini angka kematian bayi masih tinggi yaitu sebesar 67 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama tingginya angka kematian bayi, khususnya pada masa perinatal adalah BBLR (Kemenkes, 2013). Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil. Menurut Depkes RI tahun 2013, prevalensi ibu hamil KEK yaitu 24,2%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun 2012 terdapat 13,91% ibu hamil KEK (Depkes, 2013). Selain itu paritas yang tinggi juga akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan dimana ibu dengan paritas > 3 anak beresiko 2 kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR. (Joeharno, 2008). Berdasarkan hasil penelitian oleh Arinita (2012) di Rumah Sakit Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang menunjukkan dari 329 ibu, didapat setengahnya yaitu 155 (51,4%) ibu dengan paritas tinggi yang melahirkan BBLR.   Sedangkan hasil penelitian Astuti (2008), hasil analisis univariat didapatkan ibu yang memiliki paritas tinggi sebesar 246 responden (71,1%) dan pada ibu yang memiliki paritas rendah sebesar 100 responden (28,9%).
Faktor penyebab terjadinya BBLR adalah KEK dan Paritas. Adapun faktor-faktor yang menyebakan terjadinya kurang energi kronis pada ibu hamil adalah faktor sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan, pendapat, faktor jarak kelahiran, dan agama. Faktor Paritas yang menyebabkan BBLR sebagaimana yang dikemukakan pendapat oleh Friedman adalah pendidikan, pekerjaan, keadaan ekonomi, latar belakang budaya dan pengetahuan. Jika ibu tidak memperhatikan faktor-faktor tersebut, ibu dapat nmengalami resiko tinggi melahirkan dengan BBLR.
Gejala kekurangan energi kronis pada ibu hamil yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR yaitu lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm, kurang cekatan dalam bekerja, sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai, jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah atau kurang dari 2.500 gram. Dan gejala Paritas terjadi pada ibu hamil pertama pada umur < 20 tahun, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungan sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi dengan BBLR. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi yaitu bayi lahir belum cukup bulan dan perdarahan dapat terjadi sebelum/sesudah bayi lahir. Pada ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih, terjadi perubahan jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi.
Dampak KEK pada Ibu hamil diperkirakan akan melahirkan bayi dalam kondisi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan bayi yang dalam kondisi beratnya kurang akan mempunyai resiko-resiko yang fatal misalnya : gizi kurang pada bayi, kematian bayi, gangguan terhadap pertumbuhan anak dan juga gangguan terhadap perkembangan fisik maupun perkembangan otak anak. Dan dampak Paritas yang tinggi (kehamilan yang berulang-ulang) akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus, hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus BBLR adalah menangani KEK antara lain adalah peningkatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)  yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk ketahanan pangan tingkat rumah tangga (Almatsier, 2005 ). Beberapa upaya untuk menurunkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah antara lain: Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berskala minimal 4 kali selama kurun kehamilan, Pemanfaatan KIE pada ibu hamil antara lain penyuluhan tentang kebutuhan gizi ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, resiko dari paritas yang tinggi, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun). Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut dalam meningkatkan pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil. (Badan Litbang Kesehatan, 2004).
Dan Upaya mencegah bayi BBLR agar tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan adalah : Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir. Pencegahan dan penanggulangandini penyakit infeksi melalui imunisasi dan pemeliharaan sanitasi. Pengaturan makanan yang tepat dan benar. (Moehdji S, 2003)
Beradasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Hubungan Antara Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Ibu Hamil dan Paritas dengan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)”.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep Kehamilan
2.1.1        Definisi
Seorang perempuan dimana didalam rahimnya terdapat janin yang merupakan hasil pembuahan dimana bertemunya cairan mani suami dengan sel telur  istri. Setelah pembuahan, maka terbentuklah kehidupan baru berupa janin dan tumbuh didalam rahim ibu yang merupakan tempat berlindung yang aman nyaman bagi janin. Lamanya kehamilan normal ber kisar 280 hari (40 minggu) 9 bulan 7 hari dihitung dari hari pertama haid. Kehamilan dibagi atas tiga (3) Trimester yaitu : Trimester ke-1 : kehamilan hingga 12 minggu, Trimester ke-2 : kehamilan 12-24 minggu, Trimester ke-3 : kehamilan 24-36 minggu- hingga lahir (Kementrian Kesehatan RI, 2012)

2.1.2        Tanda Awal Kehamilan
Tanda awal seorang hamil mengalami terlambat haid paling sedikit 1-2 Minggu berturut- turut, walaupaun ada bercak darah. Untuk lebih memastikan (Kementrian Kesehatan RI, 2012 ).
Hamil atau tidak maka dianjurkan untuk memeriksakan diri ke bidan/dokter dan bila dilakukan test kehamilan, maka didapatkan hasil positif.( Kementrian Kesehatan RI,2012 ).


2.1.3Keluhan Umum Saat Hamil
Keluhan yang dapat dirasakan oleh ibu selama hamil muda adalah mual, muntah, pusing dan lemas terutama pada pagi hari. Hal ini terjadi karena pengaruh Hormon dalam tubuh dan biasanya hanya berlangsung selama tiga (3) bulan  Pertama 3 bulan pertama kehamilan, dan berhenti begitu memasuki bulan ke-4 ke Kehamilan. Keluhan yang dialami pada saat hamil tua adalah : keputihan, nyeri pinggang,wasir/ambien (Kementrian  Kesehatan RI, 2012 ).

2.1.4        Perubahan Tubuh Selama Kehamilan
Pada masa kehamilan terjadi perubahan pada tubuh ibu yang erat kaitannya dengan keluhan- keluhan selama kehamilan, perubahan fisik selama hamil meliputi : perubahan pada payudara, peningkatan berat badan (BB) semua ini karena pengaruh hormon estrogen yang men yebakan pembesaran rahim dan  progesteron yang menyebabkan tubuh menahan air, perubahan pada kulit yang di sebabkan adanya kelebihan pigmen pada tempat tertentu (Kementrian Kesehatan RI, 2012 ).

2.1.5        Perubahan Mental Pada Ibu Hamil
 Ibu hamil dapat mengalami perubahan mental biasanya berupa emosi labil seperti lebih emosional, sedih takut khawatir. Perubahan ini tidak sama derajatnya bagi semua ibu hamil. Gangguan emosional pada masa kehamilan seperti : depresi ,stres, ansietas (kecemasan) insomnnia (sulit tidur).

2.1.6        Pemeriksaan Kehamilan
             Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan secepatnya dan sesering mungkin sesuai anjuran petugas.Agar ibu, suami, dan keluarga dapat menetahui secepatnya jika ada masalah yang timbul pada kehamilan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan paling sedikit 4x selama kehamilan meliputi : Pemeriksaan Pertama (K1), Pemeriksaan Kedua (K2), Pemeriksaan Ketiga (K3), Periksaan Keempat (K 4).
Menurut Suryati Roumali (2011) Standar pelayanan yang harus diperoleh seorang ibu hamil dengan 10 T adalah sebagai berikut : 
1)        Timbang berat badan
2)        Ukur tekanan darah
3)        Ukur  lingkar lengan
4)        Ukur tinggi fundus uteri
5)        Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin
6)        Pemberian imunisasi tetanus toxoid
7)        Pemberian tablet besi
Pemberian zat besi dimulai dengan diberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg, fe minimal 90 tablet selama hamil, zat besi paling baik di konsumsi di antara waktu makan bersama jus jeruk (vitamin c) (Suryati Roumali, 2011).
8)        Test laboratorium
Pada kunjungan pertama diperiksa kadar haemoglobin darah, hematokrit dan hitung leukosit, sedangkan dari urin diperiksa beta-HCG, protein dan glukosa (Rukiyah, dkk, 2010).
Pemeriksaan darah dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester III. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori :
a)    Normal > 11 gr%
b)    Ringan 8 – 11 gr%
c)    Berat < 8 gr%
9)        Test terhadap penyakit menular seksual
10)     Temu wicara atau konseling

2.1.7    Konsep Status Gizi Ibu Hamil
2.1.7.1  Pengertian
Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrient atau lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Sediaoetomo, 2000). Status gizi seseorang pada hakekatnya merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat makanan dengan kebutuhan dari orang tersebut (Lubis, 2003).
Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan maka kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu selama hamil (Lubis, 2003).

2.1.7.2   Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Jenis makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil tentunya makanan yang dapat memenuhi  zat gizi sesui dengan ketentuan gizi seimbang. Ada tiga (3) manfaat makanan yang dimakan oleh ibu hamil yaitu :
1)    Penyedia energi untuk ibu dan janin hamil agar ibu tidak terjadi Kurang Energi Kronis (KEK),
2)    Untuk pertumbuhan dan perkembangan  jani, termasuk pembentukan jaringan saraf pusat dan otak janin,
3)    Untuk mempersiapkan pembentukan air susu ibu (ASI).
Dalam Logo Gizi Seimbang dikenal dengan istilah “Tri Guna Makanan”:
1)    Sumber zat makanan,
2)    Sumber zat pengatur,
3)    Sumber zat pembangun.
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun2004 , seorang ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tambahan energi dan protein  sebagai berikut :
1)    Trimester I sebesar 100 kalori dan 17 gram protein,
2)    Trimester II sebesar 300 kalori dan 17 protein,
3)    Trimester III sebesar 300-500 kalori dan 17 gram protein


2.1.7.3   Stimulasi Bagi Perkembangan Otak Janin.
Dua faktor yang saling terkait dalam membentuk kecerdasan yaitu faktor Keturunan (genetik) dan faktor lingkungan oleh karena itu ada tiga (3) hal Yang harus diberikan kepada janin secara bersamaan
1)    Kebutuhan fisik- bioLogis,
2)    Kebutuhan emosi,
3)    Kebutuhan stimulasi.

2.1.7.4   Hal-hal yang perlu dihindari oleh ibu selama hamil.
Beberapa hal yang harus dihindari seorang ibu hamil agar kesehatan ibu dan bayi tetap terjaga, kerja berat, merokok dan terpapar asap rokok, mengkonsumsi minuman yang mengandung soda, tidur telentang pada hamil tua, mengkonsumsi obat tanpa resep dokter.

2.2         Kurang Energi Kronis (KEK)
2.2.1        Pengertian
Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama / bulan atau tahun (DEPKES, 1999).
Menurut Depkes RI (1994) pengukuran lila pada kelompok wanita usia subur adalah salah satu cara untuk mendeteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK).
Resiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecendrungan menderita KEK (Arimas, 2009).
Ibu KEK adalalah ibu yang ukuran lilanya <23,5 cm dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut:
a.    Berat badan sebelum hamil <45 kg.
b.    Tinggi badan ibu sebelum hamil < 145.
c.    Berat badan ibu pada kehamilan trimester  tiga <45 kg.
d.    Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00.
e.    Ibu menderita anemia HB <11 GR %.  (Weni, 2010 ).

2.2.2        Pengukuran Status Gizi
2.2.2.1  Pengukuran Lila
            Ada beberapa cara yang dapat di gunakan untuk mengetahui status ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur lila, mengukur kadar HB. Bentuk dan ukuran masa  jaringan adalah masa tubuh contoh ukuran masa tubuh adalah lila, berat badan, dan tebal lemak. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang di derita pada waktu pengukuran di lakukan. Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan (Arisman, 2009).
            Lingkar Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap cairan tubuh. Pengukuran berguna skrining malnutrisi protein yang di gunakan oleh Depkes untuk ibu hamil dengan resiko melahirkan  BBLR  bila LILA (< 23.5 cm). (Wirjatmadi B, 2007).
            Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita kurang energi kronis. Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai  resiko  KEK, dan di perkirakan akan akan melahirkan berat bayi lahir rendah (Arisman,2007).

2.2.2.2    Pengukuran Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling banyak di gunakan karena parameter ini sekalipun oleh mereka yang buta hurup (Arisman, 2009).
Berat badan adalah parameter yang  memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak ,misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang di komsumsi.
Pada prinsipnya ada dua macam timbangan yaitu BEAM (LEVER) balance scales dan spring scale. Contoh beam balance ialah dacin dan spring scale adalah timbangan pegas. Karena pegas mudah melar, timbangan jenis spring scale tidak di anjurkan untuk di gunakan berulang kali, apalagi pada lingkungan yang bersuhu panas.
Berat badan ideal ibu hamil sebenarnya tidak ada rumusnya, tetapi rumusnya dapat di buat dengan dasar penambahan berat ibu hamil tiap minggunya yang di kemukakan oleh para ahli berkisar antara 350-400 gram, kemudian berat badan untuk seseorang agar dapat beraktifitas normal yaitu dengan melihat berat badan yang  sesuai dengan tinggi badan sebelum hamil, serta umur kehamilan sehingga rumusnya dapat di buat.
Dengan berbekal beberapa rumus ideal tetang berat badan, maka dapat di kembangkan menjadi rumus berat badan ideal untuk ibu hamil yaitu sebagai berikut: dimana penjelasannya adalah BBIH  adalah berat bada ibu hamil yang akan dicari. BBI = (TB -100) jika TB di atas 160 cm. Dan (TB-105) jika tinggi badan di bawah 160 cm.
Berat badan ideal ini merupakan pengembangan (TB-100) oleh Broca untuk orang Eropa dan di sesuaikan oleh Katsura untuk orang Indonesia.
UH adalah umur kehamilan dalam minggu. Di ambil perminggu agar kontrol faktor resiko penambahan berat badan dapat dengan dini diketahui 0,35 adalah tambahan berat badan kg perminggunya, 350-400 gram di ambil nilai terendah 350 gram atau 0,35 kg. Dasarnya di ambil nilai terendah adalah penambahan berat badan lebih di tekankan pada kualitas (mutu) bukan pada kuantitas (banyaknya) (Supriasa, 2002).

2.2.2.3         Pengukuran Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan para meter  yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak di ketahui dengan tepat. Disamping tinggi badan merupakan ukuran ke dua yang penting karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat di kesampingkan. Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus.
Pengukuran tinggi badan bermaksud untuk menjadikannya sebagai bahan menentukan status gizi. Status gizi yang di tentukan dengan tinggi badan tergolong untuk mengukur llinier. Pertumbuhan linier adalah tulang rangka, terutama rangka ekstrimitas (tungkai dan lengan). Untuk tinggi badan peranan tungkai yang domminan.
Pengukuran tinggi badan orang dewasa, atau yang sudah bisa berdiri di gunakan alat microtoise (baca:mikrotoa) dengan skala maksimal 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. Apabila tidak tersedia mikrotoise dapat di gunakan pita fibroglass (pita tukang jahit pakaian) dengan bantuan papan data dan tegak lurus dengan lantai. Pengukuran dengan pita fibroglasss seperti ini harus menggunakan alat bantú siku-siku.  Persyaratan tempat pemasangan alat adalah dinding harus datar rata dan tegak lurus dengan lantai. Dinding yang memilikii banduk di bagian bawah (biasanya pada dinding keramik) tidak bisa di gunakan. Hal yang harus di perhatikan saat pemasangan mikrotoise adalah saat sudah terpasang dan direntang, rentang maksimal di lantai harus terbaca pada skala 0 cm.
Cara pengukuran berdiri membelakangi dinding dimana mikrotoise terpasang dengan posisi siap santai (bukan siap militer), tangan di samping badan terkulai lemas, tumit, betis, pantat, tulang belikat dan kepala menempel di dinding. Pandangan lurus ke depan. Sebagai pengukur harus di periksa ketentuan ini sebelum membaca hasil pengukuran. Tarik mikrotoise ke bawah sampai menempel di kepala. Bagi terukur yang memakai jilbab agar sedikit di tekan agar pengaruh jilbab bisa di minimalisir. Untuk terukur yang memakai sanggul harus di tanggalkan terlebih dahulu  atau di geser ke bagian kiri kepala. Saat pengukuran, sandal dan topi harus di lepas. Baca hasil ukur pada posisi tegak lurus dengan mata (sudut pandang mata dan skala mikrotoise harus sudut 90 derajat)  apabila terukur lebih tinggi dari pengukur, maka pengukur harus menggunakan alat peninggi agar posisi baca tegak lurus. Bacaan pada ketelitian 0,1cm artinya apabila tinggi terukur 160cm, harus ditulis 160,0(koma nol harus ditulis) tinggi kurang dari 145cm atau kurang merupakan salah satu resti pada ibu hamil. Luas panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang terjadi: a. Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin / kepala tidak besar; b. Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar / kepala besar. Pada kedua kemungkianan itu bayi tidak dapat lahir melalui jalan yang biasa dan membutuhkan operasi sektio caesaria. (Arisman, 2009).

2.2.2.4   Indeks Masa Tubuh (IMT)
Cara yang dipakai untuk menentukan berat badan menurut tinggi badan adalah dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus berat badan dibagi tinggi badan pangkat 2. Contoh, wanita dengan berat badan sebelum hamil 51 kg dan tinggi badan 1.57 meter. Maka IMT-nya adalah 51/(1,57)2 = 30.7 Nilai IMT mempunyai rentang sebagai berikut :
a.         19,8 – 26,6   :    normal
b.        <19,8            :    underweight
c.         26,6 – 29,0   :    overweight
d.        29,0              :   obse
Pertambahan berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi selama hamil, oleh karena itu perlu dipantau setiap bulan. Uteri Jika terdapat kelambatan dalam penambatan berat badan ibu, ini dapat mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin intra-uteri (Intra-Uterin Growth Retardation - ­IUGR) (Ari Sulistyawati, 2011).
Analisis dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang bertambah berhubugan dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dan lebih di rasakan pada ibu primigravida untuk menambah berat badan pada masa kehamilan.
Perkiraan peningkatan berat badan :
1.             4 kg dalam kehamilan 20 minggu
2.             8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir)
3.             Totalnya sekitar 12,5 kg
Banyak faktor yang mempengaruhi peingkatan berat badan : Adanya edema, proses metabolism, pola makan, muntah atau diare dan  merokok.
Pertambahan berat badan ini dapat dirinci sebagai berikut :
1)        Janin                         3-3,5 kg
2)        Plasenta                    0,5 kg
3)        Air ketuban              1    kg
4)        Rahim                       1    kg
5)        Timbunan lemak       1,5 kg
6)        Timbunan protein     2    kg
7)        Retensi air garam     1,5 kg
IMT = BB/TB
(BB dalam satuan kg, TB dalam satuan meter)

IMT diklasifikasikan dalan 4 kategori :
1)        IMT rendah              (<19,8)
2)        IMT normal              (19,8 – 26)
3)        IMT tinggi                (>26 – 29 )
4)        IMT obesitas            (>29)
Peningkatan BB total selama hamil yang disarankan berdasarkan BMI sebelum hamil :
1)        IMT rendah              (12,5 – 18 kg)
2)        IMT normal              (11,5 – 16 kg)
3)        IMT tinggi                (7,0 – 11,5 kg)
4)        IMT obesitas            (6 kg)
(Asrinah, Shinta Siswoyo Putri, Dewi : 2010)
Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya lebih dari 1 kg/bulan
1)        Perkiraan peningkatan berat badan yang dianjurkan :
2)        4 kg pada kehamilan trimester I
3)        8,5 kg/minggu pada kehamilan trimester II sampai III
4)        Totalnya sekitar 15-16 kg
2.2.3             Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurang Energi Kronis pada Ibu Hamil
 Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola makan adalah faktor sosial ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan, dan lingkungan hidup. 
2.2.3.1                 Faktor Sosial Ekonomi
Faktor yang  berperan dalam menentukan status kesehatan adalah tingkat sosial  ekonomi. (FKM UI, 2007). Ekonomi seseorang sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan terpenuhi/tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu hamil semakin terpantau (Weni, 2010).
Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan.  (Notoatmodjo, 2006). Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari,sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera dibandingkan asfek gizi. (Hariani S, 2011 ).

2.2.3.2         Pendidikan
Pendidikan sebagai proses  pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik. (Umar,2005). Faktor pendidikan mempengaruhi pola makan ibu hamil, tingkat pendidikan yang lebih tinggi  diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki lebih baik sehingga bisa memenuhi  asupan gizinya (FKM UI, 2007).
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ibu adalah pendidikan formal ibu yang terakhir yang ditamatkan dan mempunyai ijazah dengan klasifikasi tamat  SD, SMP, SMA dan Perguruan tinggi dengan diukur  dengan cara di kelompokkan dan diprosentasikan dalam masing masing klasifikasi. (Depdikbud,1997). Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan,akan berpengaruh terhadap pemilihan vahan makanan dan pemenuhan pemenuhan kebutuhan gizi. (Hariyani S, 2011).

2.2.3.3                 Pekerjaan
Dilakukan untuk mencari nafkah guna untuk kehidupan. (Kamus Besar Indonesia, 2008). Ibu yang sedang hamil harus mengurangi  beban kerja yang terlalu berat karena akan memberikan dampak kurang baik terhadap kehamilannya. (FKM UI, 2007). Kemampuan bekerja selama hamil dapat dipengaruhi  oleh peningkatan berat badan dan perubahan sikap  (Benson Ralph, 2008).
        Resiko-resiko yang berhubungan dengan pekerjaan selama kehamilan termasuk :
1.        Berdiri lebih dari 3 jam sehari.
2.        Bekerja pada mesin pabrik terutama jika terjadi banyak getaran atau upaya yang besar untuk mengoperasikannya.
3.        Jam kerja yang panjang.  (Curhs Glade B,1997)
    Kritera pekerjaan dapat dibedakan menjadi buruh/pegawai tidak tetap, Swasta, PNS/ABRI, Tidak bekerja/ibu rumah tangga.  (Nursalam, 2001).

2.2.3.4    Pendapatan
Penerimaan baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun pihak sendiri dari pekerjaan atau aktifitas yang kita lakukan dengan di nilai dengan uang atas harga yang berlaku pada saat ini, pendapatan seseoarng dapat di katakan meningkat apabila kebutuhan seserang meningkat.
Suatu kegiatan yang di lakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya di mana pekerjaan tersebut tidak ada yang mengatur. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besarnya kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan, keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi zat gizi dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan, pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan.

2.2.3.5   Faktor Jarak Kelahiran
Interval antara kelahiran sebelumnya dengan kelahiran sekarang Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat di banding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun.
Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin atau anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka  akan menimbulkan masalah ibu dan janin atau bayi yang di kandung. (Baliwati, 2006).
Berbagai penelitian membuktikkan bahwa status gizi ibu hamil belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya, oleh karena itu belum siap untuk kehamilan berikutnya .(FKM UI, 2007). Selain itu kesehatan fisik dan rahim ibu yang masih menyusui sehingga dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil. Ibu hamil dengan persalinan >10 tahun yang lalu seolah-olah menghadapi kehamilan atau persalinan yang pertama lagi. Umur ibu biasanya lebih bertambah tua. Apabila asupan gizi ibu tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil .

Kriteria jarak kelahiran di bagi menjadi 2 ,yaitu :
1.        Resiko rendah (> 2 tahun sampai < 10 tahun )
2.        Resiko tinggi ( < 2 tahun sampai > 10 tahun ) ( Rochjati P, 2003).
Kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar prosentasi dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya. (FKM UI, 2007).
Berdasarkan survey pendapatan dan pengeluaran rumah tangga tahun 2011 oleh Badan Pusat Rumah Tangga Statistik, pendapatan untuk pedesaan dibedakakan menjadi 3 golongan :
1.        Pendapatan rendah di bawah Rp. 790.000,-
2.        Pendapatan sedang Rp. 790.000,- sampai Rp. 1.270.000,-
3.        Pendapatan tinggi di atas Rp 1.270.000,-

2.2.3.6                 Faktor Agama
Pantangan yang didasari, khususnya islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa, Adanya pantanganterhadap makanan /minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya.

2.2.4    Konsep Paritas
2.2.4.1    Pengertian
Paritas (jumlah anak) merupakan keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang di lahirkan. Paritas juga merupakan salah satu faktor yang akan ditemui mempengaruhi status gizi ibu hamil. Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi.
Paritas adalah keadaan kelahiran, keadaan wanita yang pernah melahirkan bayi hidup maupun lahir mati (Muda, 2003).

2.2.4.2  Klasifikasi
1.        Menurut Wiknjosastro (2002), dari sudut kematian paritas terbagi atas:
a.         Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman untuk hamil dan bersalin
b.        Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
       Paritas 1 dan paritas tinggi  (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Semakin tinggi paritas, makin semakin tinggi juga kematian maternal.
2.        Menurut Mochtar (1998) terbagi menjadi:
a.         Primipara adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
b.        Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali)
c.         Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR diantaranya adalah faktor  ibu yaitu penyakit ibu (toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, diabetes mellitus), Umur < 20 tahun atau  >35 tahun, ibu dengan paritas 1 dan  > 4 (Muslihatun, 2010)


2.2.5    Dampak Kekurangan Gizi Pada Ibu Hamil
         Dampak yang akan terjadi jika ibu mengalami kekurangan gizi saat hamil bisa mnyebabkan seperti :
1.        Anemia Gizi Besi
       Kekurangan zat besi banyak terdapat di Indonesia sehingga ibu hamil dianjurkan agar mengkonsumsi tambahan zat besi atau makan yang mengandung zat besi seperti hati ayam dan lain- lain
2.        Kenaikan berat badan yang rendah selama hamil
       Di negara maju rata- rata kenaikan berat badan selama hamil 12-14 kg. Bila ibu hamil kurang gizi kenaikan berat badan hanya 7-8 kg berakibat melahirkan bati BBLR.
3.        Ngidam dan mual selama kehamilan (hiperémesis gravidarum)
       Hiperemisis gravidarum merupakan komplikasi dari kehamilan yang menyebabkan mual dan muntah yang terjadi secara terus menerus sehingga mengganggu kehidupan sehari- hari dan menimbulkan kekurangan cairan, ini juga bisa menyebabkan ibu lemah dan pingsan sehingga memerlukan penanganan yang khusus. Namun biasanya hanya terjadi pada awal-awal kehamilan saat kebutuhan janin belum besar (Susilowati, 2012).

2.2.6        Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi  yang dianjurkan (AKG). Penentuan kebutuhan dilakukan berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi khusus seperti pada kondisi hamil dan menyusui.Kebutuhan gizi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh:g
1.        Umur
       Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan gizi pada usia balita karena masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan sangat pesat.
2.        Aktivitas
       Kebutuhan zat gizi seseorang ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Makin berat aktivitas yang dilakukan kebutuhan zat gizi makin tinggi.
3.        Jenis kelamin
       Kebutuhan zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan terutama pada usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan penyusun tubuh dan jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung lebih tinggi, sedangkan laki- laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan otot.
4.        Kondisi Khusus (hamil, menyusui, sakit).
       Kebutuhan gizi pada masa hamil dan menenyusui meningkat karena meningkatnya metabolisme serta dibutuhkan untuk persiapan produksi asi dan tumbuh kembang janin, demikian juga pada saat sakit, pada saat masa pemulihan akan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi.
5.        Daerah Tempat Tinggal
       Seseorang yang tinggal di daerah pegunungan yang dingin membutuhkan kecukupan energi yang  lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di daerah pesisir yang panas.(Hariyani S, 2011: 55- 560).
2.3         Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.3.1        Pengertian
Bayi BBLR adalah neonatus dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada saat lahir. Ada dua kelompok yaitu bayi yang lahir denga usia kehamilan kurang dari 37 minggu (preterm) atau premature, dan bayi yang lahir usia kehamilan besar lebih dari 37 minggu yang disebut pertumbuhan janin terhambat (IUGR) (Siti Nisaroh I M, Atikah P, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.
Menurut Proverawati dan Ismawati (2010) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat digolongkan menjadi 3 tingkatan:
a.    Bayi berat lahir rendah (BBLR)                    : 1500-2500 gram.
b.    Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)       : 1000-1500 gram.
c.    Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER)     : < 1000 gram.

2.3.2        Fisiologi Bayi Baru Lahir
Pada bayi premature kita jumpai adanya immature sistim saraf yang     menyebabkan letargi dan inaktif,  reflek mengisap dan menelan yang rendah sehingga mengalani kusulitan makan. Masalah pernafasan, respirasi condong dengan kedalaman dan kecepatan irregular dan periode apnea beberapa detik. Kadar surfaktan yang rendah menyebabkan adanya respiratori distres síndrome. Surfaktan merupakan lipoprotein paru-paru yang bila terjadi defisiensi, tegangan pada paru- paru tidak dapat menurun.
Sistem pencernaan, ada kecendrungan terjadi regurgitasi karena inkompeten dari kardio 0esopharengeal dan kapasitas perut yang menurun. Fungsi hati yang immatur menyebabkan hiperbilirubinemia, hipoglikemia, dan rendahnya detoksifikasi obat-obatan. Pencernaan protein dan karbohidrat cukup sedangkan sulit di serap. Fungsi ginjal yang immatur, GFR dan konsntrasi  dari tubulus ginjal sehingga mudah terjadi asidosis. Pengaturan temperatur, adanya Brown fat akan menghasilkan panas tetapi pada bayi prematur, kadar Brown fat dalam tubuhnya sangat rendah sehingga dapat menyebabkan hipotermia .Respon termik yang kurang juga dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang, konsumsi oksigen yang rendah, dan inaktif dari otot- otot .Sistem sirkulasi, penutupan duktus arteriosus dapat terlambat pada bayi prematur (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 

2.3.3        Epidemiologi
 Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR di dapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi di banding dengan bayi dengan berat lahir lebih 2500 gram.
BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan morbiditas, mortalitas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara daerah satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9 % - 30 %, hasil studi di 7 daerah multisenter di peroleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % -17 ,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang di tetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%.
(Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 

2.3.4        Pemeriksaan Neonatus
Pemeriksaan yang dibutuhkan adalah penilaian maturitas fisik, neuromuiskular. Pemeriksaan tambahan lain adalah periksaan laboratorium yaitu periksaan darah tepi dengan hitung jenis, periksaan glukosa serial, pemeriksaan  Na, K dan Ca serial, pengukuran bilirubin serial, gas darah arteri,dan CRP (C. Reactive Protein) dan kultur biakan.
Mempertahankan suhu optimal (36,7- 37 C ), neonates kurang bulan membutuhkan suhu lingkungan yang termonetral serta kelembaban udara 60% Oleh karena itu neonates kurang bulan harus dirawat dalam incubator atau dengan cara teknologi tepat guna dengan perawatan lekat/ metode kangguru, bayi akan mendapatkan sumber panas melalui kontak langsung secara terus menerus dari ibu secara alami. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
2.3.5        Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR  adalah kelahiran premature. Faktor  ibu yang lain umur, paritas, dan lain –lain. Faktor placenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar, atau ganda serta faktor  janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR.  Faktor ibu, penyakit seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi torch. Komplikasi ante partum, pre eklamsi berat, eklamsi dan kelahiran preterm, usia ibu dan paritas. Angka kejadian BBLR tertinggi di temukan pada bayi  yang di lahirkan  oleh ibu–ibu dengan usia muda. Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pecandu narkotika. Faktor janin: premature, hidramnion, kehamilan kembar atau ganda (gemeli), kelainan kromosum. Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain: tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio ekonomi rendah dan paparan zat-zat racun. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 

2.3.6        Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain: hipotermia, hypoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hyperbilirubinemia, syndrome gawat napas, infeksi, perdarahan intraventrikel anemi.asidosis metabolik (preterm). Sedangkan pada bayi IUGR dapat terjadi asfiksia, meconeum aspiration syndrome, hipotermi, hipoglikemi, infeksi, polisetemia.
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan lahir rendah (BBLR) antara lain: gangguan perkembangan, gangguan pertumbuhan, gangguan penglihatan (retinopati), gangguan pendengaran penyakit paru kronis, kenaikan angka kesakitan dan sering masuk RS, kenaikan frekuensi kelainan bawaan. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 


2.3.7        Penatalaksanaan / Terapi
1.        Medikamentosa
Pemberian vitamin k 1: pemberian injeksi 1 mg sekali pemberian, peroral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3 -10 hari dan umur 4 -6 minggu).        (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
2.        Diatetik
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena reflek mengisapnya masih lemah, untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. Apabila bayi mendapat asi, pastikan bayi mendapat jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara  pemberian, pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. Apabila bayi sudah tidak mendapat cairan IV dan beratnya naik 20 gram per hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali semiggu. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
                    Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi dapat di kategorikan sebagai berikut :
1.                  Berat lahir 1750 -2500 gram
a.        Bayi sehat :
          Biarkan bayi menyusu  pada ibu semau bayi, ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa lelah dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
b.        Bayi sakit :
       Apabila bayi dapat minum peroral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti bayi  sehat. Apabila bayi memerlukan cairan intravena, berikan cairan intravena hanya dalam waktu 24 jam pertama, mulai berikan minum peroral pada hari ke 2 atau segera bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu dan bayi menunjukkan tanda – tanda siap untuk menyusu. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila  bayi telah mendapat minum 160 ml/kg bb perhari  tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
2.                  Berat lahir 1500 -1749 gram
a.        Bayi Sehat  :
       Berikan ASI peras dengan cangkir / sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/ sendok atau ada resiko terjadi aspirasi kedalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung.
       Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir / sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kg BB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir / sendok, coba untuk menyusui langsung. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
b.        Bayi sakit  :
       Berikan cairan intra vena hanya selama 24 jampertama. Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari kedua dan kurangi cairan IV secara perlahan. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila bayi telah mendapatkan minum  160 / kg BB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cankir / sendok, apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak. Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir / sendok coba untuk menyusui langsung. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
3.                  Berat lahir 1250 -1499 gram
a.        Bayi  Sehat  :
       Beri  ASI peras melalui pipa lambung , beri minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila bayi  telah mendapatkan minum 160 ml/kg BB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir / sendok. Jika responnya baik ,coba untuk menyusui langsung.
b.        Bayi sakit  :
       Beri  cairan intravena selama 24 jam pertama, beri  ASI peras melalui pipa lambung  mulai hari kedua dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan. Beri minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila bayi telah mendapatkan 160 ml/kg BB perhari, tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiaap kali minum, lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi telah mendapat  minum baik menggunakan cangkir/sendok coba untuk menyusui langsung. Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama. berikan ASI melalui pipa lambung  mulai pada hari ke 3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan. Berikan minum 12 kali dalam 24 jam  (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapat minum  160 ml/kg BB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum dengan sendok/cangkir, apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010). 
3.        Suportif
a.                   Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal.
b.                  Jaga dan pantau potensi jalan nafas.
c.                   Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit.
d.                  Berikan dukungan emocional pada ibu dan anggota keluarga lainnya  (Permatasari, 2008)

2.4         Hubungan KEK ibu Hamil Dengan Kejadian BBLR
Ibu hamil dengan KEK mengalami kekurangan energi secara kronis dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, sementara dalam masa kehamilannya ibu membutuhkan energi yang lebih banyak dari biasanya. Ibu yang mengalami KEK tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk dirinya sendiri sehingga energi dan nutrisi yang dipergunakan untuk perkembangan janin sangat terbatas, oleh karena itu ibu dengan KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindak lanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang tinggi protein dan tinggi kalori, serta dipadukan dengan penerapan porsi kecil tapi sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200-450 kalori dan 12-20 gram protein dirasa cukup  untuk memenuhi kebutuhan janin. Meskipun penambahan tersebut secara nyata (95%) tidak akan badan normal.
Faktor yang  berperan dalam menentukan status kesehatan adalah tingkat sosial  ekonomi. (FKM UI, 2007). Ekonomi seseorang sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan terpenuhi / tercukupi, ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu hamil semakin terpantau. (Weni, 2010). Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besarnya kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan, keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi zat gizi dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan, pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar prosentasi dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya. (FKM UI, 2007).
Kebutuhan bumil terhadap enegi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses  hemodelusi yang menyebabkan terjadinya volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi.
Jenis makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil tentunya makanan yang dapat memenuhi  zat gizi sesui dengan ketentuan gizi seimbang. Ada tiga (3) manfaat makanan yang dimakan oleh ibu hamil yaitu : 1) Penyedia energi untuk ibu dan janin hamil agar ibu tidak terjadi Kurang Energi Kronis (KEK), 2) Untuk pertumbuhan dan perkembangan  janin termasuk pembentukan jaringan saraf pusat dan otak janin, 3) untuk mempersiapkan pembentukan air susu ibu (ASI). Dalam Logo Gizi Seimbang dikenal dengan istilah “Tri Guna Makanan” : 1) Sumber zat makana, 2) Sumber zat pengatur, 3) Sumber zat pembangun. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun 2004 , seorang ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tambahan energi dan protein  sebagai berikut : 1)Trimester I sebesar 100 kalori dan 17 gram protein, 2) Trimester II sebesar 300 kalori dan 17 protein, 3) Trimester III sebesar 300-500 kalori dan 17 gram protein.

2.5         Hubungan Paritas Dengan Kejadian BBLR
Ibu hamil dengan paritas 1 dan  >4 beresiko BBLR, pada primimuda, rahim dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa akibatnya diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungannya. Pada primitua mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungan menua, jalan lahir juga bertambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan. Sedangkan pada ibu dengan paritas > 4, karena ibu sering melahirkan maka kemungkinan akan timbul gangguan pada kesehatannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan rahim sehingga mengakibatkan terjadinya BBLR. (Rochyati, 2003). Sedangkan ibu yang pernah melahirkan anak empat kali atau lebih karena paritas yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus, hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR. (Wiknjosastro, 2002).



No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...