BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
gizi merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung
yang sebenarnya masih dapat dicegah. Rendahnya status gizi ibu hamil selama
kehamilan dapat mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu hamil dan
bayi, diantaranya adalah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). BBLR adalah bayi dengan berat lahir < 2500 gram
tanpa melihat umur kehamilan. Pertumbuhan janin dan berat badan bayi yang
dilahirkan sangat dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil, baik sebelum dan
selama hamil. Status gizi ibu selama hamil dapat ditentukan dengan memantau
pertambahan berat badan selama hamil, lingkar lengan atas (LLA) dan kadar
hemoglobin (Waryono, 2010).
Target Millenium Development Goals sampai
dengan tahun 2015 adalah menurunkan angka kematian bayi dan balita sebesar 20
per 1000 kelahiran hidup. Saat ini angka kematian bayi masih tinggi yaitu
sebesar 67 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama tingginya angka kematian
bayi, khususnya pada masa perinatal adalah BBLR (Kemenkes, 2013). Dengan kata
lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu
sebelum dan selama hamil. Menurut Depkes RI tahun 2013, prevalensi ibu hamil
KEK yaitu 24,2%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun 2012
terdapat 13,91% ibu hamil KEK (Depkes, 2013). Selain itu paritas yang tinggi
juga akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu
maupun bayi yang dilahirkan dimana ibu dengan paritas > 3 anak beresiko 2
kali terhadap melahirkan bayi dengan BBLR. (Joeharno, 2008). Berdasarkan hasil
penelitian oleh Arinita (2012) di Rumah Sakit Pusat Dr. Mohammad Hoesin
Palembang menunjukkan dari 329 ibu, didapat setengahnya yaitu 155 (51,4%) ibu
dengan paritas tinggi yang melahirkan BBLR.
Sedangkan hasil penelitian Astuti
(2008), hasil analisis univariat didapatkan ibu yang memiliki paritas tinggi
sebesar 246 responden (71,1%) dan pada ibu yang memiliki paritas rendah sebesar
100 responden (28,9%).
Faktor
penyebab terjadinya BBLR adalah KEK dan Paritas. Adapun faktor-faktor yang menyebakan terjadinya kurang energi
kronis pada ibu hamil adalah faktor sosial ekonomi, pendidikan, pekerjaan,
pendapat, faktor jarak kelahiran, dan agama. Faktor Paritas yang
menyebabkan BBLR sebagaimana yang dikemukakan pendapat oleh Friedman adalah pendidikan,
pekerjaan, keadaan ekonomi, latar belakang budaya dan pengetahuan. Jika ibu
tidak memperhatikan faktor-faktor tersebut, ibu dapat nmengalami resiko tinggi
melahirkan dengan BBLR.
Gejala
kekurangan energi kronis pada ibu hamil yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR
yaitu lingkar lengan atas sebelah
kiri kurang dari 23,5 cm, kurang cekatan dalam bekerja, sering terlihat lemah,
letih, lesu, dan lunglai, jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara
prematur atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat
badan lahirnya rendah atau kurang dari 2.500 gram. Dan gejala Paritas terjadi
pada ibu hamil pertama pada umur < 20 tahun, rahim dan
panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai
ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan
dan kesehatan janin dalam kandungan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi dengan BBLR. Kemungkinan bahaya yang dapat terjadi yaitu
bayi lahir belum cukup bulan dan perdarahan dapat terjadi sebelum/sesudah bayi lahir. Pada
ibu hamil berumur 35 tahun atau lebih,
terjadi perubahan jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir tidak
lentur lagi.
Dampak KEK pada Ibu
hamil diperkirakan akan melahirkan bayi dalam kondisi BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) dan bayi yang dalam kondisi beratnya kurang akan mempunyai resiko-resiko
yang fatal misalnya : gizi kurang pada bayi, kematian bayi, gangguan terhadap
pertumbuhan anak dan juga gangguan terhadap perkembangan fisik maupun
perkembangan otak anak. Dan dampak Paritas yang tinggi (kehamilan yang
berulang-ulang) akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah uterus,
hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada kehamilan selanjutnya sehingga
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang selanjutnya akan melahirkan bayi
dengan BBLR.
Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
kasus BBLR adalah menangani KEK antara lain adalah peningkatan Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga (UPGK) yang diarahkan pada
pemberdayaan keluarga untuk ketahanan pangan tingkat rumah tangga (Almatsier,
2005 ). Beberapa upaya untuk menurunkan
bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah antara lain: Meningkatkan pemeriksaan
kehamilan secara berskala minimal 4 kali selama kurun kehamilan, Pemanfaatan
KIE pada ibu hamil antara lain penyuluhan tentang kebutuhan gizi ibu hamil,
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, resiko dari paritas yang
tinggi, tanda-tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama agar
mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik.
Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat
(20-34 tahun). Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut dalam
meningkatkan pengetahuan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu
selama hamil. (Badan Litbang Kesehatan, 2004).
Dan
Upaya mencegah bayi BBLR agar tidak mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangan adalah : Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir. Pencegahan
dan penanggulangandini penyakit infeksi melalui imunisasi dan pemeliharaan
sanitasi. Pengaturan makanan yang tepat dan benar. (Moehdji S, 2003)
Beradasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang ”Hubungan Antara Kekurangan
Energi Kronik (KEK) Pada Ibu Hamil dan
Paritas dengan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)”.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Kehamilan
2.1.1
Definisi
Seorang perempuan dimana
didalam rahimnya terdapat janin yang merupakan hasil pembuahan dimana
bertemunya cairan mani suami dengan sel telur
istri. Setelah pembuahan, maka terbentuklah kehidupan baru berupa janin
dan tumbuh didalam rahim ibu yang merupakan tempat berlindung yang aman nyaman
bagi janin. Lamanya kehamilan normal ber kisar 280 hari (40 minggu) 9 bulan 7
hari dihitung dari hari pertama haid. Kehamilan dibagi atas tiga (3) Trimester
yaitu : Trimester ke-1 : kehamilan hingga 12 minggu, Trimester ke-2 : kehamilan
12-24 minggu, Trimester ke-3 : kehamilan 24-36 minggu- hingga lahir (Kementrian
Kesehatan RI, 2012)
2.1.2
Tanda Awal Kehamilan
Tanda
awal seorang hamil mengalami terlambat haid paling sedikit 1-2 Minggu berturut-
turut, walaupaun ada bercak darah. Untuk lebih memastikan (Kementrian Kesehatan
RI, 2012 ).
Hamil
atau tidak maka dianjurkan untuk memeriksakan diri ke bidan/dokter dan bila
dilakukan test kehamilan, maka didapatkan hasil positif.( Kementrian Kesehatan
RI,2012 ).
2.1.3Keluhan Umum
Saat Hamil
Keluhan yang dapat dirasakan oleh ibu selama hamil
muda adalah mual, muntah, pusing dan lemas terutama pada pagi hari. Hal ini
terjadi karena pengaruh Hormon dalam tubuh dan biasanya hanya berlangsung
selama tiga (3) bulan Pertama 3 bulan
pertama kehamilan, dan berhenti begitu memasuki bulan ke-4 ke Kehamilan.
Keluhan yang dialami pada saat hamil tua adalah : keputihan, nyeri
pinggang,wasir/ambien (Kementrian
Kesehatan RI, 2012 ).
2.1.4
Perubahan Tubuh Selama Kehamilan
Pada
masa kehamilan terjadi perubahan pada tubuh ibu yang erat kaitannya dengan
keluhan- keluhan selama kehamilan, perubahan fisik selama hamil meliputi :
perubahan pada payudara, peningkatan berat badan (BB) semua ini karena pengaruh
hormon estrogen yang men yebakan pembesaran rahim dan progesteron yang menyebabkan tubuh menahan
air, perubahan pada kulit yang di sebabkan adanya kelebihan pigmen pada tempat
tertentu (Kementrian Kesehatan RI, 2012 ).
2.1.5
Perubahan Mental Pada Ibu Hamil
Ibu hamil dapat mengalami perubahan mental
biasanya berupa emosi labil seperti lebih emosional, sedih takut khawatir.
Perubahan ini tidak sama derajatnya bagi semua ibu hamil. Gangguan emosional
pada masa kehamilan seperti : depresi ,stres, ansietas (kecemasan) insomnnia
(sulit tidur).
2.1.6
Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan
kehamilan sebaiknya dilakukan secepatnya dan sesering mungkin sesuai anjuran
petugas.Agar ibu, suami, dan keluarga dapat menetahui secepatnya jika ada
masalah yang timbul pada kehamilan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan paling
sedikit 4x selama kehamilan meliputi : Pemeriksaan Pertama (K1), Pemeriksaan
Kedua (K2), Pemeriksaan Ketiga (K3), Periksaan Keempat (K 4).
Menurut
Suryati Roumali (2011) Standar pelayanan yang harus diperoleh seorang ibu hamil
dengan 10 T adalah sebagai berikut :
1)
Timbang berat badan
2)
Ukur tekanan darah
3)
Ukur
lingkar lengan
4)
Ukur tinggi fundus uteri
5)
Tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin
6)
Pemberian imunisasi tetanus toxoid
7)
Pemberian tablet besi
Pemberian zat besi dimulai
dengan diberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang.
Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat
500 µg, fe minimal 90 tablet selama hamil, zat besi paling baik di konsumsi di
antara waktu makan bersama jus jeruk (vitamin c) (Suryati Roumali, 2011).
8)
Test laboratorium
Pada kunjungan pertama
diperiksa kadar haemoglobin darah, hematokrit dan hitung leukosit, sedangkan
dari urin diperiksa beta-HCG, protein dan glukosa (Rukiyah,
dkk, 2010).
Pemeriksaan darah dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan trimester III. Nilai ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972
ditetapkan 3 kategori :
a) Normal > 11 gr%
b) Ringan 8 – 11 gr%
c) Berat < 8 gr%
9)
Test terhadap penyakit menular seksual
10)
Temu wicara atau konseling
2.1.7 Konsep
Status
Gizi Ibu Hamil
2.1.7.1 Pengertian
Status
gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrient atau lebih
yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Sediaoetomo, 2000). Status gizi
seseorang pada hakekatnya merupakan hasil keseimbangan antara konsumsi zat-zat
makanan dengan kebutuhan dari orang tersebut (Lubis, 2003).
Status
gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu
normal pada masa kehamilan maka kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang
sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi
yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu selama hamil (Lubis,
2003).
2.1.7.2 Kebutuhan
Gizi Ibu Hamil
Jenis
makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil tentunya makanan yang dapat
memenuhi zat gizi sesui dengan ketentuan
gizi seimbang. Ada tiga (3) manfaat makanan yang dimakan oleh ibu hamil yaitu :
1)
Penyedia energi untuk ibu dan janin
hamil agar ibu tidak terjadi Kurang Energi Kronis (KEK),
2)
Untuk pertumbuhan dan perkembangan jani, termasuk pembentukan jaringan saraf
pusat dan otak janin,
3)
Untuk mempersiapkan pembentukan air
susu ibu (ASI).
Dalam
Logo Gizi Seimbang dikenal dengan istilah “Tri Guna Makanan”:
1)
Sumber zat makanan,
2)
Sumber zat pengatur,
3)
Sumber zat pembangun.
Menurut
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun2004 , seorang ibu hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi tambahan energi dan protein
sebagai berikut :
1)
Trimester I sebesar 100 kalori dan 17 gram
protein,
2) Trimester II sebesar 300 kalori dan 17 protein,
3) Trimester III sebesar 300-500 kalori dan 17 gram protein
2.1.7.3 Stimulasi
Bagi Perkembangan Otak Janin.
Dua
faktor yang saling terkait dalam membentuk kecerdasan yaitu faktor Keturunan
(genetik) dan faktor lingkungan oleh karena itu ada tiga (3) hal Yang harus
diberikan kepada janin secara bersamaan
1)
Kebutuhan fisik- bioLogis,
2)
Kebutuhan emosi,
3)
Kebutuhan stimulasi.
2.1.7.4 Hal-hal yang perlu dihindari oleh ibu selama
hamil.
Beberapa hal yang harus
dihindari seorang ibu hamil agar kesehatan ibu dan bayi tetap terjaga, kerja
berat, merokok dan terpapar asap rokok, mengkonsumsi minuman yang mengandung
soda, tidur telentang pada hamil tua, mengkonsumsi obat tanpa resep dokter.
2.2
Kurang
Energi Kronis (KEK)
2.2.1
Pengertian
Kurang Energi Kronis (KEK)
pada ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama /
bulan atau tahun (DEPKES, 1999).
Menurut Depkes RI (1994)
pengukuran lila pada kelompok wanita usia subur adalah salah satu cara untuk
mendeteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk
mengetahui kelompok beresiko kekurangan energi kronis (KEK).
Resiko Kekurangan Energi
Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecendrungan
menderita KEK (Arimas, 2009).
Ibu KEK adalalah ibu yang
ukuran lilanya <23,5 cm dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai
berikut:
a. Berat badan sebelum hamil <45 kg.
b. Tinggi badan ibu sebelum hamil < 145.
c. Berat badan ibu pada kehamilan trimester tiga <45 kg.
d. Indeks masa tubuh (IMT)
sebelum hamil < 17,00.
e. Ibu menderita anemia HB <11 GR %.
(Weni, 2010 ).
2.2.2
Pengukuran Status Gizi
2.2.2.1 Pengukuran
Lila
Ada beberapa cara yang dapat di gunakan untuk mengetahui status
ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur lila, mengukur kadar HB. Bentuk
dan ukuran masa jaringan adalah masa
tubuh contoh ukuran masa tubuh adalah lila, berat badan, dan tebal lemak. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan
energi dan protein yang di derita pada waktu pengukuran di lakukan. Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan (Arisman, 2009).
Lingkar Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang
jaringan lemak dan otot yang tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap cairan
tubuh. Pengukuran berguna skrining malnutrisi protein yang di
gunakan oleh Depkes untuk ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR
bila LILA (< 23.5 cm). (Wirjatmadi B, 2007).
Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang
menderita kurang energi kronis. Ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23,5 cm atau di bagian
merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko
KEK, dan di perkirakan akan akan melahirkan berat bayi lahir rendah
(Arisman,2007).
2.2.2.2 Pengukuran Berat Badan
Berat badan
merupakan ukuran antropometri yang paling banyak di gunakan karena parameter
ini sekalipun oleh mereka yang buta hurup (Arisman, 2009).
Berat badan
adalah parameter yang memberikan
gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
yang mendadak ,misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang di komsumsi.
Pada prinsipnya
ada dua macam timbangan yaitu BEAM (LEVER) balance
scales dan spring scale. Contoh
beam balance ialah dacin dan spring scale adalah timbangan pegas. Karena pegas
mudah melar, timbangan jenis spring scale tidak di anjurkan untuk di gunakan
berulang kali, apalagi pada lingkungan yang bersuhu panas.
Berat badan ideal ibu hamil sebenarnya tidak ada
rumusnya, tetapi rumusnya dapat di buat dengan dasar penambahan berat ibu hamil
tiap minggunya yang di kemukakan oleh para ahli berkisar antara 350-400 gram,
kemudian berat badan untuk seseorang agar dapat beraktifitas normal yaitu
dengan melihat berat badan yang sesuai
dengan tinggi badan sebelum hamil, serta umur kehamilan sehingga rumusnya dapat
di buat.
Dengan berbekal beberapa rumus ideal tetang berat badan,
maka dapat di kembangkan menjadi rumus berat badan ideal untuk ibu hamil yaitu
sebagai berikut: dimana penjelasannya adalah BBIH adalah berat bada ibu hamil yang akan dicari.
BBI = (TB -100) jika TB di atas 160 cm. Dan (TB-105) jika tinggi badan di bawah
160 cm.
Berat badan ideal ini merupakan pengembangan (TB-100)
oleh Broca untuk orang Eropa dan di sesuaikan oleh Katsura untuk orang
Indonesia.
UH adalah umur
kehamilan dalam minggu. Di ambil perminggu agar kontrol faktor resiko
penambahan berat badan dapat dengan dini diketahui 0,35 adalah tambahan berat
badan kg perminggunya, 350-400 gram di ambil nilai terendah 350 gram atau 0,35
kg. Dasarnya di ambil nilai terendah adalah penambahan berat badan lebih di
tekankan pada kualitas (mutu) bukan pada kuantitas (banyaknya) (Supriasa, 2002).
2.2.2.3
Pengukuran
Tinggi Badan
Tinggi
badan merupakan para meter yang penting
bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak di ketahui
dengan tepat. Disamping tinggi badan merupakan ukuran ke dua yang penting karena dengan menghubungkan berat
badan terhadap tinggi badan, faktor umur dapat di kesampingkan. Ibu hamil
pertama sangat membutuhkan perhatian khusus.
Pengukuran
tinggi badan bermaksud untuk menjadikannya sebagai bahan menentukan status
gizi. Status gizi yang di tentukan dengan tinggi badan tergolong untuk mengukur
llinier. Pertumbuhan linier adalah tulang rangka, terutama rangka ekstrimitas
(tungkai dan lengan). Untuk tinggi badan peranan tungkai yang domminan.
Pengukuran tinggi badan
orang dewasa, atau yang sudah bisa berdiri di gunakan alat microtoise
(baca:mikrotoa) dengan skala maksimal 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. Apabila
tidak tersedia mikrotoise dapat di gunakan pita fibroglass (pita tukang jahit
pakaian) dengan bantuan papan data dan tegak lurus dengan lantai. Pengukuran dengan
pita fibroglasss seperti ini harus menggunakan alat bantú siku-siku. Persyaratan tempat pemasangan alat adalah
dinding harus datar rata dan tegak lurus dengan lantai. Dinding yang memilikii
banduk di bagian bawah (biasanya pada dinding keramik) tidak bisa di gunakan.
Hal yang harus di perhatikan saat pemasangan mikrotoise adalah saat sudah
terpasang dan direntang, rentang maksimal di lantai harus terbaca pada skala 0
cm.
Cara pengukuran berdiri
membelakangi dinding dimana mikrotoise terpasang dengan posisi siap santai
(bukan siap militer), tangan di samping badan terkulai lemas, tumit, betis,
pantat, tulang belikat dan kepala menempel di dinding. Pandangan lurus ke
depan. Sebagai pengukur harus di periksa ketentuan ini sebelum membaca hasil
pengukuran. Tarik mikrotoise ke bawah sampai menempel di kepala. Bagi terukur
yang memakai jilbab agar sedikit di tekan agar pengaruh jilbab bisa di
minimalisir. Untuk terukur yang memakai sanggul harus di tanggalkan terlebih
dahulu atau di geser ke bagian kiri kepala.
Saat pengukuran, sandal dan topi harus di lepas. Baca hasil ukur pada posisi
tegak lurus dengan mata (sudut pandang mata dan skala mikrotoise harus sudut 90
derajat) apabila terukur lebih tinggi
dari pengukur, maka pengukur harus menggunakan alat peninggi agar posisi baca
tegak lurus. Bacaan pada ketelitian 0,1cm artinya apabila tinggi terukur 160cm,
harus ditulis 160,0(koma nol harus ditulis) tinggi kurang dari 145cm atau
kurang merupakan salah satu resti pada ibu hamil. Luas panggul ibu dan besar kepala
janin mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang
terjadi: a. Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin /
kepala tidak besar; b. Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar / kepala
besar. Pada kedua kemungkianan itu bayi tidak dapat lahir melalui jalan yang
biasa dan membutuhkan operasi sektio caesaria. (Arisman, 2009).
2.2.2.4 Indeks
Masa Tubuh (IMT)
Cara yang
dipakai untuk menentukan berat badan menurut tinggi badan adalah dengan
menggunakan indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus berat badan dibagi tinggi
badan pangkat 2. Contoh, wanita dengan berat badan sebelum hamil 51 kg dan
tinggi badan 1.57 meter. Maka IMT-nya adalah 51/(1,57)2 = 30.7 Nilai
IMT mempunyai rentang sebagai berikut :
a.
19,8 – 26,6 : normal
b.
<19,8 : underweight
c.
26,6 – 29,0 : overweight
d.
29,0
: obse
Pertambahan
berat badan ibu hamil menggambarkan status gizi selama hamil, oleh karena itu
perlu dipantau setiap bulan. Uteri Jika terdapat kelambatan dalam penambatan
berat badan ibu, ini dapat mengindikasikan adanya malnutrisi sehingga dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin intra-uteri (Intra-Uterin Growth Retardation - IUGR) (Ari Sulistyawati, 2011).
Analisis dari
berbagai penelitian menunjukkan bahwa berat badan yang bertambah berhubugan
dengan perubahan fisiologis yang terjadi pada kehamilan dan lebih di rasakan
pada ibu primigravida untuk menambah berat badan pada masa kehamilan.
Perkiraan peningkatan berat
badan :
1.
4 kg dalam kehamilan 20 minggu
2.
8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester
akhir)
3.
Totalnya sekitar 12,5 kg
Banyak faktor
yang mempengaruhi peingkatan berat badan : Adanya edema, proses metabolism,
pola makan, muntah atau diare dan
merokok.
Pertambahan berat badan ini
dapat dirinci sebagai berikut :
1)
Janin 3-3,5
kg
2)
Plasenta 0,5 kg
3)
Air ketuban 1 kg
4)
Rahim 1 kg
5)
Timbunan lemak 1,5 kg
6)
Timbunan protein 2 kg
7)
Retensi air garam 1,5 kg
IMT = BB/TB
(BB
dalam satuan kg, TB dalam satuan meter)
|
IMT diklasifikasikan dalan 4
kategori :
1)
IMT rendah (<19,8)
2)
IMT normal (19,8
– 26)
3)
IMT tinggi (>26
– 29 )
4)
IMT obesitas (>29)
Peningkatan BB
total selama hamil yang disarankan berdasarkan BMI sebelum hamil :
1)
IMT rendah (12,5
– 18 kg)
2)
IMT normal (11,5
– 16 kg)
3)
IMT tinggi (7,0
– 11,5 kg)
4)
IMT obesitas (6
kg)
(Asrinah, Shinta Siswoyo
Putri, Dewi : 2010)
Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya
lebih dari 1 kg/bulan
1)
Perkiraan peningkatan berat badan yang
dianjurkan :
2)
4 kg pada kehamilan trimester I
3)
8,5 kg/minggu pada kehamilan trimester
II sampai III
4)
Totalnya sekitar 15-16 kg
2.2.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurang Energi
Kronis pada Ibu Hamil
Secara umum faktor yang mempengaruhi
terbentuknya pola makan adalah faktor sosial ekonomi, sosial budaya, agama,
pendidikan, dan lingkungan hidup.
2.2.3.1
Faktor
Sosial Ekonomi
Faktor
yang berperan dalam menentukan status
kesehatan adalah tingkat sosial ekonomi. (FKM UI, 2007). Ekonomi
seseorang sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi
sehari-harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka
kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan terpenuhi/tercukupi ditambah lagi
adanya pemeriksaan membuat gizi ibu hamil semakin terpantau (Weni, 2010).
Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan
seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan,
pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan
termasuk pemeliharaan kesehatan.
(Notoatmodjo, 2006). Tingginya pendapatan yang tidak
diimbangi pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi
sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari,sehingga pemilihan suatu bahan
makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera dibandingkan asfek gizi. (Hariani S, 2011 ).
2.2.3.2 Pendidikan
Pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
(Umar,2005). Faktor pendidikan mempengaruhi pola makan ibu hamil, tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki lebih baik sehingga bisa
memenuhi asupan gizinya (FKM UI, 2007).
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan. Pendidikan ibu adalah pendidikan formal ibu yang terakhir yang
ditamatkan dan mempunyai ijazah dengan klasifikasi tamat SD, SMP, SMA dan Perguruan tinggi dengan
diukur dengan cara di kelompokkan dan
diprosentasikan dalam masing masing klasifikasi. (Depdikbud,1997). Pendidikan
dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan,akan berpengaruh terhadap
pemilihan vahan makanan dan pemenuhan pemenuhan kebutuhan gizi. (Hariyani S, 2011).
2.2.3.3 Pekerjaan
Dilakukan untuk mencari nafkah guna untuk kehidupan.
(Kamus Besar Indonesia, 2008). Ibu yang sedang hamil harus
mengurangi beban kerja yang terlalu
berat karena akan memberikan dampak kurang baik terhadap kehamilannya. (FKM UI, 2007). Kemampuan bekerja selama hamil dapat dipengaruhi oleh peningkatan berat badan dan perubahan
sikap (Benson Ralph, 2008).
Resiko-resiko
yang berhubungan dengan pekerjaan selama kehamilan termasuk :
1.
Berdiri lebih dari 3 jam sehari.
2.
Bekerja pada mesin pabrik terutama jika terjadi
banyak getaran atau upaya yang besar untuk mengoperasikannya.
3.
Jam kerja yang panjang. (Curhs Glade B,1997)
Kritera pekerjaan dapat dibedakan menjadi
buruh/pegawai tidak tetap, Swasta, PNS/ABRI,
Tidak bekerja/ibu rumah tangga.
(Nursalam, 2001).
2.2.3.4 Pendapatan
Penerimaan baik berupa uang
maupun barang, baik dari pihak lain maupun pihak sendiri dari pekerjaan atau
aktifitas yang kita lakukan dengan di nilai dengan uang atas harga yang berlaku
pada saat ini, pendapatan seseoarng dapat di katakan meningkat apabila
kebutuhan seserang meningkat.
Suatu kegiatan yang di
lakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya di mana pekerjaan tersebut tidak
ada yang mengatur. Kemampuan keluarga untuk
membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besarnya kecilnya pendapatan
keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber
daya lahan dan pekarangan, keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan
besar kurang dapat memenuhi zat gizi dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat
menentukan pola makan, pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
kualitas dan kuantitas hidangan.
2.2.3.5
Faktor Jarak Kelahiran
Interval antara kelahiran
sebelumnya dengan kelahiran sekarang
Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan
bahwa apabila apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya
lebih dari 2 tahun maka anak memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan
kondisi anaknya lebih sehat di banding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2
tahun.
Jarak melahirkan yang terlalu
dekat akan menyebabkan kualitas janin atau anak yang
rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan
untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk
memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali
maka akan menimbulkan masalah ibu dan
janin atau bayi yang di kandung. (Baliwati, 2006).
Berbagai penelitian membuktikkan
bahwa status gizi ibu hamil belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan
sebelumnya, oleh karena itu belum siap untuk kehamilan berikutnya .(FKM UI, 2007). Selain itu kesehatan fisik dan rahim ibu
yang masih menyusui sehingga dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil. Ibu hamil dengan
persalinan >10 tahun yang lalu seolah-olah menghadapi kehamilan atau
persalinan yang pertama lagi. Umur ibu biasanya lebih bertambah tua. Apabila
asupan gizi ibu tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil .
Kriteria jarak kelahiran
di bagi menjadi 2 ,yaitu :
1.
Resiko rendah (> 2 tahun sampai <
10 tahun )
2.
Resiko tinggi ( < 2 tahun sampai >
10 tahun ) ( Rochjati P, 2003).
Kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin
besar prosentasi dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan
beberapa jenis bahan makanan lainnya. (FKM UI, 2007).
Berdasarkan survey
pendapatan dan pengeluaran rumah tangga tahun 2011 oleh Badan Pusat Rumah
Tangga Statistik, pendapatan untuk pedesaan dibedakakan menjadi 3 golongan :
1.
Pendapatan rendah di bawah Rp. 790.000,-
2.
Pendapatan sedang Rp. 790.000,- sampai Rp. 1.270.000,-
3.
Pendapatan tinggi di atas Rp 1.270.000,-
2.2.3.6 Faktor Agama
Pantangan yang didasari,
khususnya islam disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya berdosa,
Adanya pantanganterhadap makanan /minuman tertentu dari sisi agama dikarenakan
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya.
2.2.4 Konsep Paritas
2.2.4.1 Pengertian
Paritas (jumlah anak)
merupakan keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang di lahirkan.
Paritas juga merupakan salah satu faktor yang akan ditemui mempengaruhi status
gizi ibu hamil. Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil
konsepsi.
Paritas adalah keadaan kelahiran, keadaan wanita
yang pernah melahirkan bayi hidup maupun lahir mati (Muda, 2003).
2.2.4.2 Klasifikasi
1.
Menurut
Wiknjosastro (2002), dari sudut kematian paritas terbagi atas:
a.
Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman untuk hamil dan bersalin
b.
Paritas 1
dan paritas tinggi (lebih dari 3)
Paritas
1 dan paritas tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Semakin tinggi paritas, makin
semakin tinggi juga kematian maternal.
2.
Menurut
Mochtar (1998) terbagi menjadi:
a.
Primipara
adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
b.
Multipara
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali)
c.
Grandemultipara
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati.
Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya BBLR diantaranya adalah faktor ibu yaitu penyakit ibu (toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, diabetes mellitus), Umur < 20 tahun atau >35 tahun, ibu dengan paritas 1 dan > 4 (Muslihatun, 2010)
2.2.5 Dampak Kekurangan Gizi Pada Ibu Hamil
Dampak yang akan terjadi jika ibu mengalami
kekurangan gizi saat hamil bisa mnyebabkan seperti :
1.
Anemia Gizi Besi
Kekurangan zat besi banyak terdapat di Indonesia sehingga ibu
hamil dianjurkan agar mengkonsumsi tambahan zat besi atau makan yang mengandung
zat besi seperti hati ayam dan lain- lain
2.
Kenaikan berat badan yang rendah selama hamil
Di negara maju rata- rata kenaikan berat badan selama hamil
12-14 kg. Bila ibu hamil kurang gizi kenaikan berat badan
hanya 7-8 kg berakibat melahirkan bati BBLR.
3.
Ngidam dan mual selama kehamilan (hiperémesis
gravidarum)
Hiperemisis gravidarum merupakan komplikasi dari kehamilan
yang menyebabkan mual dan muntah yang terjadi secara terus menerus sehingga
mengganggu kehidupan sehari- hari dan menimbulkan kekurangan cairan, ini juga
bisa menyebabkan ibu lemah dan pingsan sehingga memerlukan penanganan yang
khusus. Namun biasanya hanya terjadi pada awal-awal kehamilan saat kebutuhan
janin belum besar (Susilowati, 2012).
2.2.6
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi
Kebutuhan Gizi
Kebutuhan
gizi setiap golongan umur dapat dilihat pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG). Penentuan kebutuhan
dilakukan berdasarkan umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan kondisi khusus
seperti pada kondisi hamil dan menyusui.Kebutuhan gizi setiap orang
berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh:g
1.
Umur
Kebutuhan zat gizi pada orang dewasa berbeda dengan kebutuhan
gizi pada usia balita karena masa balita terjadi pertumbuhan dan perkembangan
sangat pesat.
2.
Aktivitas
Kebutuhan zat gizi seseorang ditentukan
oleh aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Makin berat aktivitas yang dilakukan
kebutuhan zat gizi makin tinggi.
3.
Jenis kelamin
Kebutuhan zat gizi juga berbeda antara laki-laki dan perempuan
terutama pada usia dewasa. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh jaringan
penyusun tubuh dan jenis aktivitasnya. Jaringan lemak pada perempuan cenderung
lebih tinggi, sedangkan laki- laki cenderung lebih banyak memiliki jaringan
otot.
4.
Kondisi Khusus (hamil, menyusui, sakit).
Kebutuhan gizi pada masa hamil dan
menenyusui meningkat karena meningkatnya metabolisme serta dibutuhkan untuk
persiapan produksi asi dan tumbuh kembang janin, demikian juga pada saat sakit,
pada saat masa pemulihan akan membutuhkan asupan protein yang lebih tinggi.
5.
Daerah Tempat Tinggal
Seseorang yang tinggal di daerah
pegunungan yang dingin membutuhkan kecukupan energi yang lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di
daerah pesisir yang panas.(Hariyani S, 2011:
55- 560).
2.3
Bayi
Berat Lahir Rendah (BBLR)
2.3.1
Pengertian
Bayi BBLR adalah neonatus dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada
saat lahir. Ada dua kelompok yaitu bayi yang lahir denga usia kehamilan kurang
dari 37 minggu (preterm) atau premature, dan bayi yang lahir usia kehamilan
besar lebih dari 37 minggu yang disebut pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
(Siti Nisaroh I M, Atikah P, 2010).
Bayi
berat lahir rendah (BBLR ) adalah bayi dengan berat lahir kurang tanpa
memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang di timbang dalam 1
(satu) jam setelah lahir.
Menurut
Proverawati dan Ismawati (2010) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat
digolongkan menjadi 3 tingkatan:
a. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) :
1500-2500 gram.
b. Bayi
berat lahir sangat rendah (BBLSR) : 1000-1500
gram.
c. Bayi
berat lahir ekstrim rendah (BBLER) :
< 1000 gram.
2.3.2
Fisiologi Bayi Baru Lahir
Pada bayi premature kita jumpai adanya immature sistim
saraf yang menyebabkan letargi dan
inaktif, reflek mengisap dan menelan
yang rendah sehingga mengalani kusulitan makan. Masalah pernafasan, respirasi
condong dengan kedalaman dan kecepatan irregular dan periode apnea beberapa
detik. Kadar surfaktan yang rendah menyebabkan adanya respiratori distres
síndrome. Surfaktan merupakan lipoprotein paru-paru yang bila terjadi
defisiensi, tegangan pada paru- paru tidak dapat menurun.
Sistem pencernaan, ada kecendrungan terjadi
regurgitasi karena inkompeten dari kardio 0esopharengeal dan kapasitas perut
yang menurun. Fungsi hati yang immatur menyebabkan hiperbilirubinemia,
hipoglikemia, dan rendahnya detoksifikasi obat-obatan. Pencernaan protein dan
karbohidrat cukup sedangkan sulit di serap. Fungsi ginjal yang immatur, GFR dan
konsntrasi dari tubulus ginjal sehingga
mudah terjadi asidosis. Pengaturan temperatur, adanya Brown fat akan
menghasilkan panas tetapi pada bayi prematur, kadar Brown fat dalam tubuhnya
sangat rendah sehingga dapat menyebabkan hipotermia .Respon termik yang kurang
juga dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang, konsumsi oksigen yang
rendah, dan inaktif dari otot- otot .Sistem sirkulasi, penutupan duktus arteriosus
dapat terlambat pada bayi prematur (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.3.3
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang
atau sosial ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
di dapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi di
banding dengan bayi dengan berat lahir lebih 2500 gram.
BBLR termasuk
faktor utama dalam peningkatan morbiditas, mortalitas dan disabilitas neonatus,
bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya di masa depan.
Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara daerah satu daerah dengan daerah lain,
yaitu berkisar antara 9 % - 30 %, hasil studi di 7 daerah multisenter di peroleh angka BBLR dengan
rentang 2,1 % -17 ,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka
BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang di tetapkan
pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal
7%.
(Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.3.4
Pemeriksaan Neonatus
Pemeriksaan yang dibutuhkan
adalah penilaian maturitas fisik, neuromuiskular. Pemeriksaan tambahan lain
adalah periksaan laboratorium yaitu periksaan darah tepi dengan hitung jenis,
periksaan glukosa serial, pemeriksaan
Na, K dan Ca serial, pengukuran bilirubin serial, gas darah arteri,dan
CRP (C. Reactive Protein) dan kultur biakan.
Mempertahankan suhu optimal
(36,7- 37 C ), neonates kurang bulan membutuhkan suhu
lingkungan yang termonetral serta kelembaban udara 60% Oleh karena itu neonates
kurang bulan harus dirawat dalam incubator atau dengan cara teknologi tepat
guna dengan perawatan lekat/ metode kangguru, bayi akan mendapatkan sumber
panas melalui kontak langsung secara terus menerus dari ibu secara alami. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.3.5
Etiologi
Penyebab terbanyak
terjadinya BBLR adalah kelahiran
premature. Faktor
ibu yang lain umur, paritas, dan lain –lain. Faktor placenta seperti penyakit vaskuler,
kehamilan kembar, atau ganda serta faktor
janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR. Faktor
ibu, penyakit seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi
torch. Komplikasi ante partum, pre eklamsi
berat, eklamsi dan kelahiran preterm, usia
ibu dan paritas. Angka
kejadian BBLR tertinggi di temukan pada bayi
yang di lahirkan oleh ibu–ibu
dengan usia muda. Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok,
ibu pecandu alkohol dan ibu pecandu narkotika. Faktor janin: premature, hidramnion, kehamilan kembar atau ganda (gemeli), kelainan kromosum.
Faktor lingkungan yang dapat berpengaruh antara lain: tempat tinggal di daratan
tinggi, radiasi, sosio ekonomi rendah dan paparan zat-zat racun.
(Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.3.6
Komplikasi
Komplikasi langsung yang
dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain: hipotermia,
hypoglikemia, gangguan cairan dan elektrolit, hyperbilirubinemia, syndrome
gawat napas, infeksi, perdarahan intraventrikel anemi.asidosis metabolik (preterm). Sedangkan pada bayi IUGR
dapat terjadi asfiksia, meconeum aspiration syndrome, hipotermi, hipoglikemi, infeksi, polisetemia.
Masalah jangka panjang yang
mungkin timbul pada bayi-bayi dengan lahir rendah (BBLR) antara lain:
gangguan perkembangan, gangguan pertumbuhan, gangguan penglihatan (retinopati),
gangguan pendengaran penyakit paru kronis, kenaikan angka kesakitan dan sering
masuk RS, kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
(Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.3.7
Penatalaksanaan / Terapi
1.
Medikamentosa
Pemberian vitamin k 1: pemberian injeksi 1 mg sekali pemberian, peroral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian
(saat lahir, umur 3 -10 hari dan umur 4
-6 minggu). (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.
Diatetik
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah
menyusui karena reflek mengisapnya masih lemah, untuk bayi demikian sebaiknya
ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa
atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih
untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan
pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. Apabila bayi mendapat asi,
pastikan bayi mendapat jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan
cara pemberian, pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali. Apabila bayi sudah tidak
mendapat cairan IV dan beratnya naik 20 gram per hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali semiggu. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
Pemberian minum bayi
berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi dapat di
kategorikan sebagai berikut :
1.
Berat
lahir 1750 -2500 gram
a.
Bayi
sehat :
Biarkan
bayi menyusu pada ibu semau bayi, ingat
bahwa bayi kecil lebih mudah merasa lelah dan malas minum, anjurkan
bayi menyusu lebih sering.
Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan
untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap
tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
b.
Bayi
sakit :
Apabila bayi dapat minum peroral dan
tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti bayi sehat. Apabila bayi memerlukan cairan intravena, berikan
cairan intravena hanya dalam waktu 24 jam pertama, mulai berikan minum peroral
pada hari ke 2 atau segera bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI
apabila ibu dan bayi menunjukkan tanda – tanda siap untuk menyusu. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila
bayi telah mendapat minum 160 ml/kg bb perhari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan
ASI setiap kali minum. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
2.
Berat
lahir 1500 -1749 gram
a.
Bayi
Sehat :
Berikan ASI peras dengan cangkir / sendok. Bila jumlah yang
dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/ sendok atau ada resiko
terjadi aspirasi kedalam
paru (batuk atau tersedak),
berikan minum dengan pipa lambung.
Lanjutkan
dengan pemberian menggunakan cangkir / sendok apabila bayi dapat menelan tanpa
batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada kalanya
memakan waktu lebih dari 1 minggu).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kg BB
perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Apabila
bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir / sendok, coba untuk
menyusui langsung. (Siti
Nisaroh M, Atikah, 2010).
b.
Bayi
sakit :
Berikan cairan intra vena hanya selama 24 jampertama. Beri ASI peras dengan pipa lambung
mulai hari kedua dan kurangi cairan IV secara perlahan. Berikan minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 / kg BB perhari tetapi masih tampak
lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cankir /
sendok, apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk
atau tersedak. Apabila bayi telah dapat minum baik menggunakan cangkir / sendok
coba untuk menyusui langsung. (Siti Nisaroh M,
Atikah, 2010).
3.
Berat
lahir 1250 -1499 gram
a.
Bayi Sehat
:
Beri ASI peras melalui pipa lambung , beri minum 8 kali dalam
24 jam. Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kg BB perhari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan
ASI setiap kali minum. Lanjutkan pemberian minum menggunakan
cangkir / sendok. Jika responnya baik ,coba untuk menyusui langsung.
b.
Bayi
sakit :
Beri cairan intravena selama 24 jam pertama,
beri ASI peras melalui pipa lambung mulai
hari kedua dan kurangi jumlah cairan intravena
secara perlahan. Beri minum 8 kali dalam 24 jam. Apabila
bayi telah mendapatkan 160 ml/kg BB perhari, tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiaap kali minum, lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi telah mendapat
minum baik menggunakan cangkir/sendok coba untuk menyusui langsung. Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama. berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke 3 dan kurangi pemberian
cairan intravena secara perlahan. Berikan minum 12 kali dalam 24
jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah
mendapat minum 160 ml/kg BB perhari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum. Lanjutkan
pemberian minum dengan sendok/cangkir, apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung. (Siti Nisaroh M, Atikah, 2010).
3.
Suportif
a.
Hal
utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal.
b.
Jaga
dan pantau potensi jalan nafas.
c.
Pantau
kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit.
d.
Berikan
dukungan emocional pada ibu dan anggota keluarga lainnya (Permatasari, 2008)
2.4
Hubungan
KEK ibu Hamil Dengan Kejadian BBLR
Ibu
hamil dengan KEK mengalami kekurangan energi secara kronis dan berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama, sementara dalam masa kehamilannya ibu
membutuhkan energi yang lebih banyak dari biasanya. Ibu yang mengalami KEK
tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk dirinya sendiri sehingga energi dan
nutrisi yang dipergunakan untuk perkembangan janin sangat terbatas, oleh karena
itu ibu dengan KEK diperkirakan
akan melahirkan bayi BBLR. Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera ditindak
lanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan
yang tinggi protein dan tinggi kalori, serta dipadukan dengan penerapan porsi
kecil tapi sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di
Indonesia. Penambahan 200-450 kalori dan 12-20 gram protein dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan janin. Meskipun
penambahan tersebut secara nyata (95%) tidak akan badan normal.
Faktor yang
berperan dalam menentukan status kesehatan adalah tingkat sosial ekonomi. (FKM UI, 2007). Ekonomi seseorang
sangat mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi
sehari-harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka
kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan terpenuhi / tercukupi, ditambah
lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu hamil semakin terpantau. (Weni, 2010). Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain
tergantung pada besarnya kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu
sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan, keluarga
dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi zat gizi
dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat menentukan
pola makan, pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan
kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan
yang diperoleh dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar
prosentasi dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa
jenis bahan makanan lainnya. (FKM UI, 2007).
Kebutuhan bumil terhadap enegi, vitamin maupun mineral
meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester
kedua dimana terjadi proses hemodelusi
yang menyebabkan terjadinya volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin
darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet
besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen
energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi.
Jenis makanan yang perlu dikonsumsi oleh ibu hamil
tentunya makanan yang dapat memenuhi zat
gizi sesui dengan ketentuan gizi seimbang. Ada tiga (3) manfaat makanan yang
dimakan oleh ibu hamil yaitu : 1) Penyedia energi untuk ibu dan janin hamil
agar ibu tidak terjadi Kurang Energi Kronis (KEK), 2) Untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin termasuk pembentukan
jaringan saraf pusat dan otak janin, 3) untuk mempersiapkan pembentukan air
susu ibu (ASI). Dalam Logo Gizi Seimbang dikenal dengan istilah “Tri Guna
Makanan” : 1) Sumber zat makana, 2) Sumber zat pengatur, 3) Sumber zat
pembangun. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun 2004 , seorang ibu hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi tambahan energi dan protein sebagai berikut : 1)Trimester I sebesar 100
kalori dan 17 gram protein, 2) Trimester II sebesar 300 kalori dan 17 protein,
3) Trimester III sebesar 300-500 kalori dan 17 gram protein.
2.5
Hubungan Paritas Dengan
Kejadian BBLR
Ibu hamil dengan paritas 1 dan >4 beresiko BBLR, pada primimuda, rahim
dan panggul ibu seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa akibatnya
diragukan keselamatan dan kesehatan janin dalam kandungannya. Pada primitua
mudah terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungan menua, jalan lahir juga
bertambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar mendapat anak cacat, terjadi
persalinan macet dan perdarahan. Sedangkan pada ibu dengan paritas > 4,
karena ibu sering melahirkan maka kemungkinan akan timbul gangguan pada
kesehatannya seperti anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan
rahim sehingga mengakibatkan terjadinya BBLR. (Rochyati, 2003). Sedangkan ibu
yang pernah melahirkan anak empat kali atau lebih karena paritas yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan terganggunya uterus terutama dalam hal fungsi
pembuluh darah. Kehamilan yang berulang-ulang akan menyebabkan kerusakan pada
dinding pembuluh darah uterus, hal ini akan mempengaruhi nutrisi ke janin pada
kehamilan selanjutnya sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang
selanjutnya akan melahirkan bayi dengan BBLR. (Wiknjosastro, 2002).
No comments:
Post a Comment