Wednesday 30 November 2016

Konsep overweight

A. Pengertian
Overweight adalah suatu keadaan dimana adanya kelebihan berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal baik karena adanya penimbunan jaringan lemak atau non lemak (Flier dan Maratos, 2008). Kelebihan berat badan adalah ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar dan merupakan akumulasi simpanan energi yang berubah menjadi lemak (Pritasari, 2006). Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. (Ganong W.F, 2003).

B. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening overwight
Overweight dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening obesitas. Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri tubuh:

1. IMT
Menurut Thomas Timmreck (2005) berat badan berlebih (overweight) didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI = berat [kg]/tinggi[m] sebesar 27,8 ke atas untuk laki-laki dan 27,3 ke atas untuk perempuan. Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung IMT, yaitu BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan TB adalah tinggi badan dalam meter (Caballero B., 2005). Klasifikasi IMT dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Table 2.1 Klasifikasi IMT berdasarkan jenis kelamin
TABEL IMT
REMAJA PEREMPUAN USIA 10 – 19 TAHUN
No
Usia
(thn)
Sangat kurus
(kurang dari)
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat gemuk
(lebih dari)
1
10
12,4
12,4 – 13,4
13,4 – 18,9
19,0 – 22,6
22,6
2
11
12,7
12,7 – 13,9
14,0 – 19,8
19,9 – 23,7
23,7
3
12
13,2
13,2 – 14,3
14,4 – 20,7
20,8 – 25,0
25,0
4
13
13,6
13,6 – 14,9
15,0 – 21,7
21,8 – 26,2
26,2
5
14
14,0
14,0 – 15,3
15,4 – 22,6
22,7 – 27,3
27,3
6
15
14,4
14,4 – 15,8
15,9 – 23,4
23,5 – 28,2
28,2
7
16
14,6
14,6 – 16,1
16,2 – 24,0
24,1 – 28,9
28,9
8
17
14,7
14,7 – 16,3
16,4 – 24,7
24,5 – 29,3
29,3
9
18
14,7
14,7 – 16,3
16,4 – 24,7
24,8 – 29,5
29,5
10
19
14,7
14,7 – 16,4
16,5 – 24,9
25,0 – 29,7
29,7
TABEL IMT
REMAJA LAKI-LAKI USIA 10 – 19 TAHUN
No
Usia
(thn)
Sangat kurus
(kurang dari)
Kurus
Normal
Gemuk
Sangat gemuk
(lebih dari)
1
10
12,8
12,8 – 13,7
13,8 – 18,4
18 ,5– 21,4
21,4
2
11
13,1
13,1 – 14,1
14,2 – 19,1
19,2 – 22,4
22,4
3
12
13,4
13,4 – 14,4
14,5 – 19,9
20,0 – 23,6
23,6
4
13
13,8
13,8 – 14,9
15,0 – 20,8
20,9 – 24,8
24,8
5
14
14,3
14,3 – 15,5
15,6 – 21,8
21,9 – 25,9
25,9
6
15
14,7
14,7 – 16,0
16,1 – 22,7
22,8 – 27,0
27,0
7
16
15,1
15,1 – 16,5
16,6 – 23,5
23,6 – 27,9
27,9
8
17
15,4
15,4 – 16,9
17,0 – 24,3
24,4 – 28,6
28,6
9
18
15,7
15,7 – 17,3
17,4 – 24,9
25,0 – 29,2
29,2
10
19
15,9
15,9 – 17,5
17,6 – 25,4
25,5 – 29,7
29,7
World bank. Respotioning Nutrition as Cantral to Development : A Strategy for Large-Scale Action. Washington DC : World Bank, 2006
2. Lingkar Pinggang
IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan obesitas merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang. Sehingga IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis (Alberti, 2005).
Tabel 2.2 Kriteria ukuran pinggang berdasarkan etnis
Negara/grup etnis
Lingkar pinggang (cm) pada obesitas
Eropa
Pria >94
Wanita >80
Asia Selatan, Cina, Melayu, dan Asia-India
Pria >90
Wanita >80
Jepang
Pria >85
Wanita >90
Amerika Tengah
Gunakan rekomendasi Asia Selatan
hingga tersedia data spesifik
Sub-Sahara Afrika
Gunakan rekomendasi Eropa hingga
tersedia data spesifik
3. Menghitung Berat badan ideal
Berdasarkan Setiadi (2008) cara menghitung berat badan ideal adalah sebagai berikut: :
a. Berat badan normal
Berat badan normal = Tinggi badan – 100
Contoh :
Jika tinggi kita dari ujung kaki hingga ujung kepala 160 cm maka berat badan normal kita adalah 160 – 100 = 60 kg
b. Berat badan ideal (BBI)
BBI = (tinggi badan – 100 – (10% tinggi badan – 100)
Contoh :
Jika tinggi badan kita adalah setinggi 150 cm, maka berat badan ideal kita adalah (150 -100) – (10% x (150 - 100) = 50 - 5 = 45 kg
Menurut Setiadi (2008) dari hasil tersebut dapat kita ketahui apa yang terjadi pada diri kita dengan membandingkan hasilnya berikut di bawah ini :
1. Kurus = Hasilnya 10% kurang dari seharusnya.
2. Kegemukan / Obesitas / Obesity = Hasilnya lebih dari 20% dari yang seharusnya
3. Kelebihan berat badan / Overweight = Hasilnya lebih dari 10% s/d 20% lebih besar

C. Faktor- faktor yang berperan dalam timbulnya kelebihan berat badan
Menurut Misnadiarly (2007), secara sederhana timbulnya kelebihan berat badan dapat diterangkan bila masukan makanan melebihi kebutuhan faali. Seperti diketahui, bahan-bahan yang terkandung dalam makanan sehari-hari akan menjadi penyusun tubuh setelah melalui beberapa proses dengan mekanisme pengaturan sebagai berikut:
1. Penyerapan dalam saluran pencernaan
2. Metabolisme dalam jaringan
3. Pengeluaran oleh alat-alat ekskresi
Dengan demikian, sebenarnya tubuh mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai macam masukan makanan. Untuk bahan makanan berupa protein, air, mineral, dan vitamin, jumlah masukan tiga kali lipat dari kebutuhan minuman dengan mudah akan dibuang. Tetapi, untuk bahan makanan hidrat arang dan lemak, keadaannya jauh berbeda. Hidrat arang dan lemak yang ada dalam makanan, boleh dikatakan semuanya akan masuk dalam tubuh, tetapi hanya sebagian kecil yang dapat dijumpai dalam tinja. Kedua bahan makanan ini merupakan sumber utama bagi tubuh. Karena itu, apabila masukannya melebihi kebutuhan tenaga tubuh, maka kelebihan ini akan disimpan. Tenaga yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk lemak dalam jaringan adipose. Sebaliknya, apabila masukan lebih sedikit dibandingkan kebutuhan tenaga tubuh, kekurangan ini akan diatasi dengan menguraikan cadangan tenaga yang disimpan. Untuk mengatur ukuran cadangan ini tubuh memiliki mekanisme pengaturan agar terjadi keseimbangan antara masukan dan keluaran tenaga.
Beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi mekanisme kegemukan, antara lain :
1. Umur
Meskipun dapat terjadi pada semua umur, kegemukan sering dianggap sebagai kelainan pada umur pertengahan. Kegemukan yang muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya disertai perkembangan rangka yang cepat dan anak menjadi besar untuk umurnya. Anak-anak yang mengalami kelebihan berat badan cenderung menjadi orang dewasa yang juga kelebihan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak muda sering dijumpai pada keluarga miskin. Keadaan semacam ini misalnya keluarga pedagang pegawai ataupun karyawan menengah keatas. Jadi, dalam hal ini umur bukan merupakan penentu utama timbulnya kelebihan berat badan.
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin tampaknya juga ikut berperan dalam timbulnya kelebihan berat badan. Meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin, tetapi obesitas lebih umum dijumpai pada wanita terutama setelah kehamilan dan pada saat menopause. Mungkin saja obesitas pada wanita disebabkan karena pengaruh faktor endokrin, karena kondisi ini muncul pada saat-saat adanya perubahan hormonal tersebut diatas.
3. Tingkat sosial
Menarik sekali bahwa di negara-negara barat, obesitas banyak dijumpai pada sosial-ekonomi rendah. Salah satu survei di Manhattan menunjukkan bahwa obesitas dijumpai 30% pada kelas sosial-ekonomi rendah, 17% pada kelas menengah, dan 5% pada kelas atas. Obesitas banyak dijumpai pada wanita keluarga miskin barangkali karena sulitnya membeli makanan yang tinggi kandungan protein. Mereka hanya mampu membeli makanan murah yang umumnya mengandung banyak hidrat arang. Obesitas yang dijumpai pada kalangan eksekutif atau usahawan, barangkali timbul karena makanan berlemak tinggi disertai penggunaan minuman beralkohol.
4. Aktivitas fisik
Seperti diketahui, tiap orang memerlukan masukan tenaga untuk memenuhi kebutuhan tenaga basal dan tenaga untuk aktivitas fisik. Kebutuhan tenaga basal sangat beragam antar individu. Demikian pula kebutuhan tenaga untuk aktivitas juga beragam tergantung pada aktivitas seseorang. Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan kebanyakan duduk. Di masa industri sekarang ini, dengan meningkatnya mekanisasi dan kemudahan transportasi, orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari.
5. Kebiasaan makan
Tampaknya memang ada kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang mengalami obesitas. Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau bekerja di dapur. Disamping itu juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka makan pada waktu malam. Ini biasa menyertai insomnia dan hilangnya nafsu makan pada waktu pagi hari.
Ada seorang beranggapan bahwa semua orang gemuk adalah orang yang suka makan. Ternyata beberapa peneliti menunjukkan bahwa orang gemuk tidak makan lebih banyak dibanding orang kurus. Bahkan terkadang orang kurus menyatakan sudah makan banyak tetapi tetap kurus.
6. Faktor psikologis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negative. Gangguan ini merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.
7. Faktor genetis
Faktor genetis merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga dengan orangtua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anak-anaknya akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orangtua obesitas, 80% anak-anaknya akan menjadi obesitas. Barangkali saja timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini lebih ditentukan karena kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan karena faktor genetis yang khusus. Hanya saja penelitian laboratorium gizi Dunn di Cambridge, Inggris baru-baru ini menunjukkan peran faktor genetis.
Pengamatan selama setahun terhadap bayi-bayi yang ibunya obesitas menunjukkan bahwa 50% diantaranya menjadi obesitas bukan karena makannya yang berlebihan. Dikatakan bahwa pada bayi-bayi tersebut terdapat pengurangan kalori yang dibakar. Jadi, diduga bahwa beberapa orang memang sacara genetis sudah terprogram untuk obesitas. 

D. Dampak dari kelebihan berat badan
Menurut Vivi (2004) dampak kelebihan berat badan dapat terjadi dalam jangka panjang maupun jangka pendek, misalnya :
1. Gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresif dan menarik diri dari lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi korban bahan olok-olokan teman main dan teman sekolah. Dapat pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan terutama olahraga akibat adanya hambatan pergerakan oleh obesitasnya.
2. Pertumbuhan fisik atau linier yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih lanjut dibanding usia biologinya.
3. Masalah ortopedi akibat beban tubuh yang terlalu berat.
4. Gangguan pernafasan seperti infeksi saluran nafas, tidur ngorok, sering mengantuk siang hari.
5. Gangguan endokrin seperti menara lebih cepat terjadi. 

E. Penatalaksanaan kelebihan berat badan
Pembatasan asupan kalori dan peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen yang paling penting dalam pengaturan berat badan. Kedua komponen ini juga penting dalam mempertahankan berat badan setelah terjadi penurunan berat badan serta harus dilakukan perubahan dalam pola aktivitas fisik dan mulai menjalani kebiasaan makan yang sehat. Langkah awal dalam mengobati obesitas adalah menaksir lemak tubuh penderita nya dengan cara mengkitung IMT (Indika, 2010).

Konsep Remaja

A. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007). Menurut Soetjiningsih (2004) Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda. Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, tinggal.remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
4. Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah.
6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004).

B. Tahap-tahap Perkembangan Remaja
Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja:
a. Remaja awal (early adolescent)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti dan dimengerti orang dewasa.
b. Remaja madya (middle adolescent)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang mengakuinya. Ada kecenderungan narsistis yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang sama dengan dirinya, selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipus complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan.
c. Remaja akhir (late adolescent)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal yaitu:
1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungs i intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman- pengalaman baru.
3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
5) Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2010).
Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:
1. Masa remaja awal (10-12 tahun)
a. Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b. Tampak dan merasa ingin bebas.
c. Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun)
a. Tampak dan ingin mencari identitas diri.
b. Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c. Timbul perasaan cinta yang mendalam.
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun)
a. Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
b. Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c. Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
d. Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e. Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
(Widyastuti dkk, 2009).

C. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) dalam Indika (2010) adalah sebagai berikut:
1. Mampu menerima keadaan fisiknya.
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
4. Mencapai kemandirian emosional.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6 Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat
7 Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.
9 Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya (Ali dan
Asrori, 2009).

Konsep Diri


A. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah bagaimana individu menggambarkan dirinya sendiri. Istilah konsep diri mencakup konsep, keyakinan, dan pendirian yang ada dalam pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan individu tersebut dengan orang lain. Konsep diri tidak ada saat lahir tetapi berkembang perlahan-lahan sebagai hasil pengalaman dan dengan sesuatu yang nyata di lingkungan (Wong, 2009 : 121) .
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya kemudian hari (Agustiani, 2006 : 138).
Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. Termasuk didalamnya adalah persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksi individu dengan orang lain maupun lingkungannya, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, serta tujuan, harapan dan keinginannya (Sunaryo, 2004 : 32)

B. Komponen-komponen konsep diri
Menurut Sunaryo (2004 : 32) mengemukakan 5 komponen konsep diri, yaitu :
1. Gambaran diri, adalah sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi : performance, potensi tubuh, fungsi tubuh, serta persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk tubuh;
2. Ideal diri, adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang ingin dicapai;
3. Harga diri, adalah penilaian individu terhadap hasil yang ingin dicapai dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi, orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain;
4. Peran diri adalah pola perilaku, sikap, nilai dan aspirasi yang diharapkan individu berdasarkan posisinya di masyarakat ;
5. Identitas diri, adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh.

C. Klasifikasi konsep diri
1. Konsep diri negatif
Ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :
1) Ia peka terhadap kritik; Orang ini sangat tidak tahan krtik yang diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam. Bagi orang ini, koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
2) Responsif sekali terhadap pujian; Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
3) Sikap hiperkritis; ia selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apa pun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
4) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
5) Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keenganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.
2. Konsep diri positif
Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai sebagai berikut :
1) Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah;
2) Ia merasa setara dengan orang lain;
3) Ia menerima pujian tanpa rasa malu;
4) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;
5) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya (Rakhmat, 2011: 103-104)

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Syamsu Yusuf (2004 : 76) mengemukakan terdapat delapan faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu;
1. Kondisi fisik
2. Kematangan biologis
3. Dampak media massa
4. Tuntutan sekolah
5. Pengalaman ajaran agama
6. Masalah ekonomi keluarga
7. Hubungan dalam keluarga
8. Harapan orang tua.
Menurut Agustiani (2006 : 139) konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut ;
1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga;
2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain;
3. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

Saturday 26 November 2016

Landasan Prestasi Kerja

A. Pengertian Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukanoleh kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi ter perannya terhadap pekerjaan itu (Sutrisno, 2011:149). Mangkunegara (2002:33) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dengan melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu (Hasibuan 2008:94). Sedangkan menurut Maier dalam As’ad (2001:63) prestasi kerja adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dankeselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Dimensi mana yang penting adalah berbeda antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja
Byar dan Rue dalam Sutrisno (2011:151) mengatakan bahwa:Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan, yaitu:
a. Faktor Individu
a) Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas.
b) Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas.
c) Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitasyang dirasa perlu oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
b. Faktor lingkungan
a) Kondisi fisik
b) Peralatan
c) Waktu
d) Material

C. Indikator-indikator Prestasi Kerja
Pekerjaan dengan hasil yang tinggi harus dicapai oleh karyawan. Nasution (2000: 99) menyatakan bahwa ukuran yang perlu diperhatikan dalam prestasi kerja antara lain :
1. Kualitas kerja.
Kriteria penilaiannya adalah ketepatan kerja, keterampilan kerja, ketelitian kerja, dan kerapihan kerja.
2. Kuantitas kerja.
Kriteria penilaiannya adalah kecepatan kerja.
3. Disiplin kerja.
Kriteria penilaiannya adalah mengikuti instruksi atasan,mematuhi peraturan perusahaan, dan ketaatan waktu kehadiran.
4. Inisiatif.
Kriteria penilaiannya adalah selalu aktif atau semangat menyelesaikan pekerjaan tanpa menunggu perintah atasan artinya tidak pasif atau bekerja atas dorongan dari atasan.
5. Kerjasama.
Kriteria penilaiannya adalah kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri serta kemampuan untuk memberi bantuan kepada karyawan lain dalam batas kewenangan.

Konsep Dasar Motivasi

A. Pengertian Motivasi
Motivasi pada dasarnya adalah proses mencoba untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luara terhadapn seseorang agar mau melaksanakan sesuatu.Dorongan disini dimaksud: desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup, kunci yang terpenting adalah pengertian yang mendalam tentang manusia.
Menurut Martoyo (2000:165) ”motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja atau kata lain pendorong semangat kerja”
Selain itu Suwatno (2011 : 171) mengemukakan bahwa “ motivasi berarti pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang memberikan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan”.
Dari beberapa definisi tentang motivasi yang dikemukakan oleh para ahli, dapat kita simpulkan bahwa motivasi penting karena dengan motivasi ini setiap individubkaryawan mampu bekerja keras dan antusias untuk mencapaiu produktifitas kerja yang tinggi. 

B. Sumber Motivasi
Menurut Suwatno (2011:175) sumber motivasi ada dua yaitu sebagai berikut:
1. Motivasi intrinsik
Yang dimaksud motivasi intrinsik adalah motif-mptif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu diransang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
2. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalh motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada peransang dari luar.jenis motivasi ekstrinsik ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga seseorang mau melakukan sesuatu tindakan 

C. Teori motivasi
Menurut Hasibuan (2003:103) teori motivasi secara umum dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Teori kepuasan (content theory)
Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Hal yang memotivasi semangat bekerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun non materiil yang diperoleh dari hasil pekerjaannya. Menurut hasibuan teori kepuasan yang dikenal antara lain.
a) Teory motivasi klasik oleh F.W Taylor
Menurut teori ini motivasi para pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologisnya saja yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang.
b) Maslow’s Needs Hierarchy Theory oleh A.H Maslow
Menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa material dan in material.
c) Herzberg’s Two Faktors Motivation Theory oleh Frederick Herzberg
Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan..
d) Mc. Clland’s Achievement Motivication Theory oleh Dapid Mc Clellend
Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, yang bisa dilepaskan dan digunakan tergantung kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia.
e) Alderfer’s Existence, Relatedness and growt (ERG) Theory oleh Clayton AlderferTeori ini merupakan penyempurnaan dari teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow.Teori ini mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan
2) Teori proses (Process Theory)
Teori ini berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan mengarahkan memelihara dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja giat sesuai dengan keinginan manajer. Menurut Hasibuan (2003:116) Teory proses yang dikenal antara lain.
a) Teori harapan (Expectancy Theory) oleh Victor H. Vroom menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang ia harapkan dan butuhkan dari hasil pekerjaan itu.
b) Teori keadilan (Equity Theory)
Ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatif sama. Bagaimana perilaku bawahan di nilai oleh atasan akan mempengaruhi semangat kerja mereka . Karena keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja.
c) Teori pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mendasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi.

D. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Ranupandojo (1990 : 204-205) Pada dasarnya motovasi bisa dibagi dua yaitu:
1) Motivasi positif adalah proses untuk mencoba mempenagruhi orang lain agar mau menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberikan kemungkinan untuk mendapatkan hadiah, mungkin berwujud tambahan uang, tambahan penghargaan dan lain sebagainya.
2) Motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat keuatan-kekuatan.Apabila seseorang tidak mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, kita akan memberitahukan bahwa ia mungkin akan kehilangan sesuatu, bisa kehilangan pengakuan, uang atau mungkin jabatan.

Konsep Kompensasi

A. Pengertian Kompensasi
Suatu perusahaan pengaturan kompensasi merupakn untuk dapat menarik, memelihara maupun mempertahankan tenaga kerja bagi kepentingan organisasinya yang bersangkutan. Suatu kompensasi dapat bersifat finansial maupun nonfinansial, walaupun pada umumnya istilah kompensasi tersebut dipakai sebagai atau dalam pengertian proses pengadministrasian gaji dan upah.
Menurut Thomas H. Stone dalam buku Suswanto dan Donni Juni Priansa (2011:220) kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran yang diberikan kepada karyawan sebagai pertukaran pekerjaan yang mereka berikan kepada majikannya.
Menurut Henry Simamora (2004:506) kompensasi adalah semua bentuk kembalian financial, jasa-jasa terwujud dan tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian dari hubungan kekaryawanan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah semua bentuk imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan perusahaan sebagai penghargaan pada karyawan yang telah memberikan tenaga dan pikiran sebagai kontribusi dalam mewujudkan tujuan perusahaan sebagai imbalan balik dari pekerjaan mereka.
Menurut Anwar Mangkunegara (2011:84) ada 5 faktor yang mempengaruhi kompensasi, diantaranya adalah:
1. Faktor Pemerintah
Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai.
2. Penawaran Bersama antara Perusahaan dan Pegawai
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya.
3. Standar dan Biaya Hidup Pegawai
Kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup minimal pegawai.Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar dan keluarganya, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan. banyak peneliti menunjukan bahwa ada korelasi tingggi antara motivasi kerja pegawai dan prestasi kerjanya, ada korelasi positif antara motivasi kerja dengan tujuan pencapaian perusahaan.
4. Ukuran Perbandingan Upah
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai.Artinya, perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran perusahaan.
5. Permintaan dan Persediaan
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar saat itu perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.

B. Tujuan Kompensasi
Menurut Malayu Hasibuan (2010:121) antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.
1. Ikatan kerja sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawannya. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak secara eksternal konsisten yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif stabil.

C. Komponen-komponen Kompensasi
Komponen-komponen kompensasi menurut Simamora (2004:442) dibagi dalam bentuk :
1) Kompensasi finansial
a) Kompensasi finansial lansung
Terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seorang dalam bentuk gaji bulanan, upah harian, upah lembur, upah senioritas, dan insentif seperti bonus dan komisi.
b) Kompensasi finansial tidak lansung
Yang disebut juga dengan tunjangan meliputi : Tunjangan pengobatan, kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, tunjangan hari raya, selain tunjangan juga ada fasilitas contohnya: kendaraan, ruang kantor, tempat parkir, dan lainnya.
2) Kompensasi non finansial
Terdiri dari kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis atau fisik dimana orang tersebut bekerja.
Menurut Simamora (2004),kompensasi dapat diukur dengan :
a. Upah dan gaji
Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Upah merupakan basis bayaran yang kerapkali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan.
b. Insentif
Tambahan atau kompensasi di luar haji atau upah yang diberikan oleh organisasi atau dasar prestasi.
c. Tunjangan
Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian.
d. Fasilitas
Contoh-contoh fasililitas adalah fasilitas seperti mobil perusahaan, tempat parkir khusus, dan akses perusahaan yang diperoleh perusahaan.

Konsep Pola Asuh

A. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari (Turmudji, 2006). Pola asuh adalah sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, dan bagaimana cara memberikan hukuman tersebut (Shochib, 2010).
Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.
Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara–cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua anak cenderung menggunakan cara–cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Disuatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Jas & Rahmadiana, 2004). 

B. Macam-macam Pola Asuh Orang Tua
Wong et al.(2008) mengategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu: pola asuh permisif, otoriter dan demokratif (otoritatif):
1. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif merupakan jenis pengasuhan orang tua yang tidak memberikan batasan kepada anak-anak mereka. Orang tua terlalu cuek terhadap anaknya. sehingga, apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti, tidak sekolah, bandel, melakukan pergaulan bebas negatif dan sebagainya (Prayitno & Basa, 2004).
Jenis pola asuh permisif, orang tua bersikap longgar, tidak terlalu memberi bimbingan dan kontrol, perhatian pun terkesan kurang. Kendali anak sepenuhnya terdapat pada anak itu sendiri. Pola pengasuhan permisif diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan lain sehingga lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Anak hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang menjadi apa. Dengan begitu anak nantinya akan berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, tidak peduli dengan tanggung jawab, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang menghargai orang lain, baik ketika kecil maupun sudah dewasa. ini merupakan cara terburuk dalam mengasuh anak (Fathi, 2003).
Pola asuh permisif cenderung memberi kebebasan terhadap anak untuk berbuat apa saja ternyata tidak sangat kondusif bagi pembentukan karakter anak. Secerdas dan sehebat apapun seorang anak, anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik dan mana yang salah. Memberi kebebasan yang berlebihan, terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah (Fathi, 2003).
Wong at al. (2008) menjelaskan bahwa dalam pola asuh permisif, orang tua memiliki sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka. Orang tua yang bermaksud baik kadang-kadang bingung antara sikap permisif dan pemberi izin. Mereka menghindari untuk memaksakan standar prilaku mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin.
Yahaya & Latif (2006) menggambarkan pola asuh permisif dicirikan oleh corak komunikasi yang terbuka dan orang tua kurang menekankan tingkah laku yang baik pada anak. Sikap pola asuh orang tua yang permisif adalah:
1) Tidak membuat peraturan kepada anak dan anak selalu diberi kebebasan yang penuh.
2) Kurang menggunakan kontrol dan apabila perlu, mereka menggunakan penjelasan ataupun sebab-sebab dan tidak menggunakan kuasa ataupun kekerasan dalam mengasuh anak.
3) Tidak menggunakan kuasa secara terbuka dan langsung.
4) Berkomunikasi secara terbuka dan tidak mencoba membentuk tingkah laku anak.
5) Tidak bersifat menghukum dan meneriama impuls dan keinginan anak.
6) Berperanan sebagai sumber yang memenuhi kehendak anak dan bukan sebagai agen-agen aktif yang terlibat dalam penentuan tingkah laku anak.
7) Membiarkan anak mengatur aktivitas-aktivitas sendiri tanpa pengawasan orang tua.
8) Mencoba menyediakan keadaan yang membimbing kearah perkembangan anak tetapi gagal membentuk hak-hak batasan yang tegas kepada anak atau pun menghendaki anak bertingkah laku matang.
Sedangkan menurut Wong at al. (2008) orang tua yang menerapkan pola asuh permisif mempunyai ciri sebagai berikut:
1) Kurang memberikan kontrol.
2) Mengizinkan anak untuk berbuat apa saja.
3) Tidak ada aturan ketat dari orang tua, dan anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar.
4) Reward ”tidak diberikan untuk perilaku yang baik, karena ada anggapan bahwa persetujuan sosial sebagai reward”.
5) Punishment ”tidak diberikan karena memang tidak ada aturan yang mengikat”.
6) Tidak menetapkan batasan-batasan yang logis.
7) Orang tua menganggap dirinya sebagai sumber bukan sebagai model peran untuk anak.
2. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter merupakan suatu bentuk perlakuan orang tua ketika berinteraksi dengan anaknya yang pada umumnya sangat ketat dan kaku dalam pengasuhan anak. Anak-anak tidak diberi kebebasan untuk menentukan keputusan karena semua keputusan berada ditangan orang tua. Orang tua yang otoriter menekankan kepatuhan anak terhadap peraturan yang mereka buat tanpa banyak bertanya, tidak menjelaskan kepada anak-anak tentang latar belakang. Orang tua kadang-kadang menolak keputusan anak dan sering menerapkan hukuman semena-mena kepada anak (Widyarini, 2003).
Yahya & Latif (2006) mengartikan pola asuh otoriter sebagai suatu cara dimana orang tua menggunakan pengawasan yang ketat pada tingkah laku anak dengan membuat peraturan, memastikan nilai-nilai dipatuhi oleh anak dan tidak membenarkan anak mengikuti peraturan-peraturan dan nilai-nilai yang diterapkan oleh orang tua tersebut.
Cara pengasuhan otoriter sangat tegas, ketat, dan melibatkan beberapa bentuk aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anak tanpa mau tahu perasaan anak. Orang tua akan emosi jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tua. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid atau selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua dan sebagainya (Prayitno & Basa, 2004).
Sikap otoriter yang digunakan orang tua dalam pola asuh anak, akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan anak akan terhambat. Dengan demikian, pola asuh secara otoriter yang digunakan keluarga dalam mendidik anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak dalam keluarga (Hidayat, 2005).
Keluarga yang menganut pola asuh otoriter biasanya, anak-anak mereka tidak memiliki kebebasan untuk menentukan keputusan, bahkan untuk dirinya sendiri karena semua keputusan berada ditangan orang tua dan dibuat oleh orang tua, sementara anak harus mematuhinya tanpa ada kesempatan untuk menolak ataupun mengemukakan pendapat. Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orang tua dengan anak, sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas (Fathi, 2003).
Wong at al. (2008) menjelaskan bahwa pola asuh otoriter, orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah yang tidak boleh di batah. Mereka menetapkan aturan yang dituntut untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut. Otoriter orang tua dengan penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang sedikit dalam pengambilan keputusan, seperti “lalukan saja karena saya mengatakan begitu”.
Sifat-sifat pola asuh otoriter dapat digambarkan sebagai berikut (Yahya & Latif, 2006).
1) Mengkontrol tingkah laku anak dengan menggunakan peraturan-peraturan yang ketat, menilai tinggi ketaatan dan keakuran.
2) Tidak mengamalkan tolak ansur secara lisan dan anak-anak harus mengikuti perintah tanpa pengecualian.
3) Keputusan orang tua tidak boleh dibantah.
4) Apa yang dikatakan oleh orang tua itu menjadi undang-undang yang harus dipatuhi oleh anak.
5) Menggunakan kaedah-kaedah disiplin yang bersifat hukuman.
6) Tidak responsif atas kehendak anak, bersikap tidak fleksibel dan ketat dalam pengawalan tingkah laku anak.
Sedangkan Wong at al. (2008) menkategorikan ciri-ciri orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter sebagai berikut.
1) Kaku
2) Tegas
3) Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka
4) Membatasi keputusan dari anak
5) Mengabaikan alasan-alasan yang masuk akal dan anak tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan
6) Reward ”penghargaan jarang diberikan pada perbuatan anak yang benar, baik dan berprestasi”.
7) Punishment “hukuman selalu diberikan pada perbuatan anak yang salah dan melanggar aturan”.
8) Suka menghukum anak secara fisik.
Menurut Middlebrook (1993, dalam Fathi, 2003) hukuman fisik yang biasanya diterapkan dalam pola asuh otoriter kurang efektif untuk membentuk tingkah laku anak. Hal itu dapat menyebabkan beberapa masalah diantaranya sebagai berikut:
1) Menyebabkan anak marah dan frustasi. Secara psikologis tentu sangat mengganggu pribadi anak sendiri sehingga anak juga tidak akan bisa belajar dengan optimal.
2) Timbulnya perasaan-perasaan menyakitkan atau sakit hati pada diri anak yang mendorng tingkah laku agresif.
3) Akibat hukuman-hukuman itu dapat meluas sasarannya dan lebih membawa efek negatif. Misalnya, anak menahan diri untuk memukul atau merusak hanya ketika orang tua ada didekatnya, tetapi akan segera melakukan tindakan merusak setelah orang tua tidak ada.
4) Tingkah laku agresif orang tua akan menjadi contoh bagi anak sehingga anak akan menirunya.
Pola asuh otoriter yang diterapakan orang tua kepada anak cenderung bersifat tidak puas dengan diri anak, tidak boleh dipercaya, selalu berubah mengikuti keadaan, cemas, ganas secara pasif, mudah tersinggung, bersikap negatif dalam berhubungan dengan kawan-kawan sebaya dan menarik diri secara sosial.

3. Pola Asuh demokratif (Otoritatif)
Pola asuh demokratif merupakan sikap orang tua yang mengizinkan dan mendorong anak untuk membicarakan masalah mereka, memberi penjelasan yang rasional tentang peran anak dirumah dan menghormati peran serta orang tua dalam pengambilan keputusan meskipun orang tua pemegang tanggung jawab yang tinggi dalam keluarga (Prayitno & Basa, 2004).
Pola asuh demokratif, didasari atas pengertian dan rasa hormat orang tua terhadap anaknya. Disini orang tua memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai usia perkembangan anak, dengan mensensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh demokratif adalah pola pengasuhan yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan demokratif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai dan menghormati orang tua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat lainnya (Prayitno & Basa, 2004).
Dalam pola asuh demokratif, orang tua berusaha mengarahkan anaknya secara rasional, berorientasi pada maslah yang dihadapi, menghargai komunikasi yang saling memberi dan menerima, menjelaskan alasan yang rasional yang mendasari tiap-tiap permintaan tetapi juga menggunakan kekuasaan bila perlu, mengharapkan anak untuk mematuhi orang dewasa dan kemandirian, saling menghargai antara anak dan orang tua. Orang tua tidak mengambil posisi mutlak dan tidak juga mendasari pada kebutuhan anak semata (Widyarini, 2003).
Menurut Wong et al. (2008) pola asuh demokratif ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Kontrol yang kuat disertai dukungan, pengertian dan keamanan.
2) Semua keputusan merupakan keputusan anak dan orang tua.
3) Mengizinkan anak untuk mengeksplorasi bakat dan kemampuannya.
4) Dalam bertindak, orang tua selalu memberikan alasan yang masuk akal kepada anak.
5) Anak diberi kesempatan untuk menjelaskan mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan.
6) Punishment ”diberikan kepada perilaku yang salah dan melanggar peraturan”.
7) Reward ”yang berupa pujian dan penghargaan diberikan kepada perilaku yang benar dan berprestasi”.
8) Orang tua selalu memilih pendidikan yang terbaik untuk anaknya.
Sedangkan Yahya & Latif (2006), menggambarkan sifat orang tua dalam demokratif sebagai berikut.
1) Orang tua lebih fleksibel dan rasional dalam mendidik anak.
2) Menggunakan kontrol tegas tetapi membenarkan kebebasan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak.
3) Menjelaskan nilai-nilai mereka dan menaruh harapan yang tinggi supaya anak mematuhinya.
4) Peramah dan tidak melihat diri sebagai manusia yang tidak membuat kesilapan dalam tanggung jawab mereka sebagai orang tua.
5) Responsive, memberi kesempatan dan menghormati kepentingan anak, mesra tapi tegas.
Pola asuh demokratif lebih kondusif dalam pendidikan anak. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Baumrind, yang menunjukkan bahwa orang tua yang otoritatif lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam hal kemandirian dan tanggung jawab (Fathi, 2003).
Menurut Arkoff (1993, dalam Fathi, 2003) anak yang dididik dengan cara demokratif umumnya cenderung mengungkapkan agresifitasnya dalam tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang bersifat sementara. Artinya, jika marah, kemarahannya tidak akan berlarut-larut apa lagi sampai mendendam. Disisi lain, anak yang dididik secara otoriter atau ditolak akan memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresifitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan yang merugikan. Sementara itu, anak yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.
Berdasarkan ciri-ciri pola asuh diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoriter memiliki ciri pokok tidak demokratis dan menerapkan kontrol yang kuat. Berbeda dengan pola asuh otoritatif yang bersifat demokratis, tetapi juga menerapkan kontrol. Berbeda juga dengan pola asuh permisif yang bersifat demokratis, tetapi tanpa memberi kontrol kepada anak. Dengan pendekatan yang tidak demokratis dan pemberian kontrol yang ketat dalam pola asuh otoriter, tidak mengherankan bila pola asuh otoriter yang akan mengakibatkan atau berdampak negatif terhadap anak. 

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh.
Menurut Supartini (2004) mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua sebagai berikut.
1. Pendidikan Orang Tua.
Pendidikan diartikan sebagai pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap atau permanen didalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Edwards (2006) menyimpulkan bahwa pendidikan orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak, menilai perkembangan fungsi keluarga dan kepercayaan anak dan terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak.
2. Usia Orang Tua
Tujuan undang-undang perkawinan salah satunya adalah memungkinkan pasangan untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah tangga dan menjadi orang tua. Usia antara 17 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki mempunyai alasan kuat dalam kaitannya dengan kesiapan menjadi orang tua. Walaupun demikian, rentang usia tertentu adalah baik untuk menjalankan peran pengasuhan. Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan peran tersebut secara optimal karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial.
3. Keterlibatan Ayah.
Peran ayah dalam keluarga telah berubah dramatis dari generasi lalu jika dibandingkan dengan generasi orang-orang tua dahulu. Perubahan tersebut biasanya menyenangkan bagi para ibu dan juga para ayah itu sendiri.
Pendekatan mutakhir yang digunakan dalam hubungan ayah dan bayi baru lahir, sama pentingnya hubungan antara ibu dan anak bayi sehingga dalam proses persalinan, ibu dianjurkan ditemui suami dan begitu bayi lahir, suami diperbolehkan untuk mengendongnya langsung setelah ibunya mendekap dan menyusukannya (bonding and attachment). Dengan demikian, kedekatan hubungan antara ibu dan anak sama pentingnya dengan ayah dan anak walaupun secara kodrati akan ada perbedaan, tetapi tidak mengurangi makna penting hubungan tersebut. Pada beberapa ayah tidak terlibat secara langsung pada bayi baru dilahirkan. Maka beberapa hari atau minggu kemudian dapat melibatkan dalam perawatan bayi, seperti mengganti popok, bermain dan berinteraksi sebagai upaya untuk terlibat dalam perawatan anak (Supartini, 2004).
4. Pengalaman Sebelumnya dalam Mengasuh Anak.
Orang tua yang sudah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan, selain itu orang tua akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
Hasil riset menunjukkan bahwa orang tua yang telah mempunyai pengalaman sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih relaks. Selain itu, mereka akan lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembagan anak yang normal.
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel diseluruh bagian tubuh anak yang secara kuantitatif dapat ditulis. Sedangkan perkembagan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh anak yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar (Hidayat 2005).
5. Stres Orang Tua.
Stres yang dialami oleh ayah atau ibu atau keduanya akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan peran sebagai pengasuh, terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang dimilki dalam menghadapi permasalahan anak. Walaupun demikian, kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua, misalnya anak dengan temperemen yang sulit atau anak dengan masalah keterbelakangan mental.
Stres merupakan suatu perasaan tertekan yang disertai dengan meningkatnya emosi yang tidak menyenangkan yang dirasakan oleh orang tua, seperti marah yang berlangsung lama, gelisah, cemas dan takut. Stres adalah istilah yang muncul bersamaan kehidupan masyarakat saat ini. Orang tua mengatasi stress dengan cara yang berbeda-beda. Orang tua yang mengalami stres, akan mencari kenyamanan atas kegelisahan jiwanya dengan cara berbicara kepada anak (Prayitno & Basa, 2004).
Sedangkan menurut Wong et al. (2008) ada empat faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:
1. Orang tua yang telah memiliki pengalaman, seperti pengalaman dengan anak lain, tampaknya lebih santai dan memiliki lebih sedikit konflik dalam hubungan disiplin, dan mereka lebih mengetahui perkiraan pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
2. Jumlah stres yang dialami oleh salah satu dari kedua orang tua dapat mengganggu kemampuan mereka untuk menunjukkan kesabaran dan pengertian atau dalam menghadapi perilaku anak mereka.
3. Karakteristik, seperti memiliki temperamen yang sulit, dapat menyebabkan orang tua kehilangan kepercayaan diri dan meragukan kemampuan mereka dalam mengasuh anak.
4. Hubungan perkawinan orang tua yang dapat memberi efek negatif terhadap pola asuh, karena tekanan atau ketegangan pernikahan dapat mengganggu rutinitas pemberian perawatan dan mengganggu kesenangan bersama dengan anak. Sebaliknya, orang tua yang saling mendukung dan mendorong dapat memberi pengaruh positif pada terciptanya peran menjadi orang tua yang memuaskan (Wong et al., 2008).

D. Indikator Pola Asuh Orang Tua
a. Pendampingan belajar pada anak
Moh. Muzaqi (2005) mengatakan bahwa pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam kelompok, yang lebih berkonotasi pada menguasai, mengendalikan dan mengontrol. Pendampingan orang tua adalah upaya yang dilakukan oleh orang tua dalam mendampingi anaknya dalam proses memandirikan anak terutama dalam belajar. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua pada anaknya saat belejar.
Proses belajar anak perlu melibatkan peran pendampingan orang tua, karena anak masih dalam area tanggung jawab dan pemeliharaan orang tua. Jika suatu masalah muncul pada si anak, maka kesalahan bukan terutama pada si anak saja tetapi orang tua turut terlibat di dalamnya. Kesalahan yang sering ditemui pada orang tua adalah menyerahkan tanggung jawab penuh pendidikan pada guru di sekolah, sehingga jika anak mengalami hambatan seringkali yang dipersalahkan adalah guru sekolahnya. Guru hanya memiliki 25 % waktu bersama dengan anak, sedangkan 75 % sisanya adalah peran orang tua (keluarga).
b. Interaksi dengan anak
Orang tua memiliki 75 % waktu bersama dengan anak, waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan Guru di sekolah. Hasil studi Zeitlin (2000) menunjukkan bahwa anak yang diasuh dengan baik akan memiliki tingkat perkembangan yang baik pula. Jelas di sini interaksi orang tua dengan anak di butuhkan. Anak butuh kasih sayang dari orang tuanya, mereka merasa lebih diperhatikan apabila orang tua selalu ada di sampingnya. Keadaan seperti ini membuat mereka menjadi merasa aman dan tenaang.
Hasil penelitian Kasuma (2001) di Nusa Tenggara Timur menunjukkan bahwa selain peran ibu, peran ayah dalam pengasuhan mempunyai pengaruh nyata pada tingkat perkembangan anak. Anak sering menirukan atau mengadopsi jiwa kepemimpinan dari seorang ayah. Namun yang perlu di ketahui, cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena akan mempengaruhi kemandirian anak. Orang tua harus mendidik dengan baik agar anak tidak menjadi manja, dalam hal ini di perlukan komunikasi yang baik dengan anak. Interaksi dua arah antara orang tua dan anak adalah cara yang tepat untuk membentuk perkembanagn motorik anak.

Konsep Perkembangan Motorik

A. Pengertian Motorik
Motorik berasal dari kata “motor” yang merupakan suatu dasar biologis atau mekanika yang menyebabkan terjadinya suatu gerak (Gallahue). Dengan kata lain, gerak (movement) adalah kulminasi dari suatu tindakan yang didasari oleh proses gerak motorik.
Menurut Hurlock dalam Wuryani (2008: 2.14) perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi.
OTAK ===> SARAF ===> OTOT
Ketiga unsur di atas melaksanakan masing-masing perannya secara interaksi positif, artinya unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsurnya untuk mencapai kondisi motorik yang lebih sempurna keadaannya. Anak yang otaknya mengalami gangguan tampak kurang terampil menggerak-gerakkan tubuhnya. Berdasarkan tiga unsur di atas bentuk perilaku gerak yang dimunculkan terbagi menjadi dua bentuk yaitu: motorik kasar (melibatkan otot-otot besar, saraf dan otak) dan motorik halus (melibatkan otot-otot kecil, saraf dan otak).
Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang ditujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konsitensi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) dalam Wuryani (2008: 2.17) sebagai berikut:
1. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan.
2. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
3. Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis dan baris-berbaris.
4. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayanya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan) Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-concept atau kepribadian anak.
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otaklah yang mengendalikan setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi motorik kasar dan motorik halus.

B. Tahap Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
Perkembangan motorik diartikan sebagai perkembangan dari unsur kematangan dan pengendalian gerak tubuh. Ada tiga unsur yang menentukan dalam perkembangan motorik, yaitu otak, syaraf dan otot. Ketiga motorik bekerja, ketiga unsur tersebut melakukan masing-masing perannya secara interaktif positif, artinya unsur-unsur yang satu saling berkaitan, saling menunjang, saling melengkapi dengan unsur yang lainnya untuk mencapai kondisi motorik yang lebih sempurna keadaannya. Ketiga unsur tersebut saling bekerja sama sehingga terbentuk suatu gerakan yang bertujuan, misalnya berbicara, berjalan, menulis, menggambar dan sebagainya.
Proses perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan perkembangan pusat motorik di otak. Keterampilan motorik berkembang sejalan dengan kematangan syaraf dan otot. Oleh karena itu, setiap gerakan yang dilakukan anak, sesederhana apapun sebenarnya merupakan hasil pola interaksi kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol otak. Jadi otaklah sebagai bagian dari susunan saraf pusat yang mengantur semua aktivitas fisik dan mental. Dengan kata lain, aktivitas anak terjadi di bawah kontrol otak, secara simultan (berkesinambungan) otak terus mengolah informasi yang diterimanya. Bersamaan dengan itu, otak bersama jaringan saraf yang membentuk sistem saraf pusat yang mencakup lima pusat kontrol akan mendiktekan setiap gerakan anak.
Menurut Hurlock dalam Wuryani (2008) dapat dilihat pada bagan yang menggambarkan fungsi lima pusat kontrol di otak tersebut.
Otak dan pusat kontrol saraf
Fungsi
Cerebral Cortex
(Otak Besar)
Merupakan pusat kontrol, yang menerima dan
memproses informasi pengindraan.
Bagal Ganglia
Kumpulan sel saraf di dalam sistem syaraf pusat yang menyebabkan gerakan tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Cerebellum
(otak kecil)
Bagian yang mengatur pergerakan seluruh tubuh dan koordinasi gerakan tubuh
Batang Otak
Merupakan bagian yang menghubungkan otak dengan jaringan saraf, memiliki fungsi menyeleksi informasi dan membiarkan otak bereaksi sesuai kebutuhan
Jaringan Saraf
Merupakan jalur transmisi bagi pesan-pesan yang datang menuju otak.
Semakin matangnya perkembangan sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau keterampilan motorik anak. Di samping keterampilan motorik, otak mempunyai pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek perkembangan individual lainnya, keterampilan intelektual, emosional, sosial, moral dan kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal dan sehat berpengaruh positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya. Apabila pertumbuhan dan perkembangan otak tidak normal cenderung akan menghambat perkembangan keseluruhan aspek-aspek tersebut.
Asesmen perkembangan fisik anak dilaksanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Oleh karena itu, harus ada rekaman tingkah kemajuan tiap anak untuk mengikuti perkembangan belajarnya. Mengingat bahwa perkembangan anak usia dini berjalan sangat pesat, maka tiap aspek perkembangan perlu dirincikan indikatornya untuk setiap rentangan usia tertentu.
Indikator perkembangan anak sebenarnya merupakan langkah awal yang harus disusun dan ditetapkan dalam proses asesmen perkembangan anak, agar pelaporan menjadi objektif dan tepat sasaran. Indikator perkembangan merupakan gambaran perilaku yang tampak pada anak sebagai derajat atau tingkatan pencapaian suatu kemampuan tertentu. Gambaran perilaku ini harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur (measurable). Pengembangan indikator membutuhkan pemahaman terhadap perkembangan tahun awal.
Tantangan koordinasi yang sebelum ini dihindarinya, seperti melompat dengan satu kaki, melompat dengan kedua kaki diangkat bersama, dan menjaga keseimbangan, sekarang dapat dilakukannya dan dia berusaha melakukan banyak aktivitas. Tentu saja masih diperlukan waktu yang lama sebelum dia mencapai kompetensi total dalam bidang-bidang ini. Tapi dia secara bermakna lebih gesit dan atletik daripada sebelumnya. Perbedaan dalam kemampuan bergerak antar anak yang baru berjalan dan anak prasekolah amat mencolok. Anak senang mempraktekkan keterampilan fisik baru ini, baik di rumah, di sekolah bermain atau di taman.

C. Indikator Pencapaian Tahap Perkembangan Motorik Anak Usia Dini
Benyamin Bloom dalam Wuryani (2008: 2.23) menyatakan bahwa rentangan penguasaan psikomotorik ditunjukkan oleh gerakan yang kaku sampai kepada gerakan yang lancar dan luwes. Wuryani (2008: 2.23) mengklasifikasikan domain psikomotorik ke dalam lima kategori mulai dari yang paling rendah sampai pada tingkatan yang paling tinggi sebagai berikut:
1. Imitation (Peniruan)
Yaitu suatu keterampilan untuk menirukan suatu gerakan yang telah dilihat, didengar atau dialaminya. Jadi kemampuan ini terjadi ketika anak mengamati suatu gerakan, dimana ia mulai memberi respon serupa dengan apa yang diamatinya. Gerakan meniru ini akan mengurangi koordinasi dan kontrol otot-otot syaraf, karena peniruan gerakan umumnya dilakukan dalam bentuk global dan tidak sempurna. Contoh gerakan ini adalah menirukan gerakan binatang, menirukan gambar tentang suatu gerakan dan menirukan langkah kaki.
2. Manipulation (Penggunaan Konsep)
Yaitu suatu keterampilan untuk menggunakan konsep dalam melakukan kegiatan (gerakan). Keterampilan manipulasi ini menekankan pada perkembangan kemampuan mengikuti arahan, penampilan gerakan-gerakan pilihan dan menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Jadi penampilan gerakan anak menurut petunjuk-petunjuk dan tidak hanya meniru tingkah laku saja. Contohnya adalah menjalankan mesin, menggergaji, dan melakukan gerakan senam kesegaran jasmani yang didemontrasikan.
3. Presition (Ketelitian)
Yaitu suatu keterampilan yang berhubungan dengan kegiatan melakukan gerakan secara teliti dan benar. Keterampilan ini sebenarnya hampir sama dengan gerakan manipulasi tetapi dilakukan dengan kontrol yang lebih baik dan kesalahan yang lebih sedikit. Keterampilan ini selain membutuhkan kecermatan juga proporsi dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilannya. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum. Contoh gerakan ini adalah gerakan mengendarai/menyetir mobil dengan terampil, atau berjalan di atas papan titian.
4. Articulation (Perangkaian)
Yaitu suatu keterampilan untuk merangkaikan bermacam-macam gerakan secara berkesinambungan. Gerakan artikulasi ini menekankan pada koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal antara gerakan-gerakan yang berbeda. Contoh keterampilan gerakan ini adalah mengetik dengan ketepatan dan kecepatan tertentu, menulis dan menjahit.
5. Naturalization (Kewajaran/Pengalamiahan)
Yaitu suatu keterampilan untuk melakukan gerakan secara wajar. Menurut tingkah laku yang ditampilkan, gerakan ini paling biasanya dilakukan secara rutin sehingga telah menunjukkan keluwesannya Misalnya memainkan bola dengan mahir, menampilkan gaya yang benar dalam berenang, mendemonstrasikan suatu gerakan, pantomim dan sebagainya. Apa yang dikemukakan oleh Dave di atas menggambarkan tentang tingkatan yang terendah sampai tertinggi tentang keterampilan motorik manusia. Artinya setiap aktivitas motorik yang dilakukan anak, pada dasarnya memiliki ciri khas dan membutuhkan kecakapan yang berbeda. Untuk sampai pada tingkat yang tertinggi yaitu naturalization (kewajaran/ pengalamiahan) membutuhkan proses yang panjang dan prasyarat kemampuan awal/sebelumnya yang harus dikuasai anak. Oleh karena itu setiap anak harus memiliki kemampuan akan berbagai indikator-indikator pencapaian tahap perkembangan fisik/motorik yang sesuai dengan tingkat usianya.
Berikut ini akan dijabarkan indikator-indikator pencapaian tahap perkembangan fisik/motorik anak yang meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus usia 3 - 6 tahun. Indikator-indikator ini diturunkan dari karakteristik yang terlihat pada tahap-tahap perkembangan anak, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

Tabel 1
Indikator Pencapaian Tahap Perkembangan Motorik Kasar
Anak Usia 4 – 6 tahun
USIA
INDIKATOR
4 – 6 tahun Dia suka aktivitas menantang yang menggunakan koordinasi tangan-mata dan bersiap untuk mencobanya beberapa kali agar sukses
Pemahaman anak yang mengalami kemajuan ditambah dengan pengendalian tangannya yang lebih baik berarti bahwa dia ingin menulis namanya asalkan dia mempunyai contoh tulisan untuk ditiru
Dia sudah sepenuhnya mendahulukan kepentingan sendiri, berkehendak melakukan sendiri tugas dasar untuk dirinya tanpa bantuan. Anak lebih suka membasuh tangan, mengenakan baju, dan makan sendiri secara mandiri
Dia menggubah plastisin menjadi sebuah bentuk, menggunakan jari-jarinya untuk mencetaknya bukan membentuk dengan tekanan dari tangannya.
Anak akan memperoleh banyak keterampilan menulis awal yang diperlukan untuk mengikuti kurikulum kelas balita, dan dia terus mengalami kemajuan dalam setiap bulan yang berlaku.
Kendalinya atas pensil lebih matang dan hal ini ditunjukkan dalam hal segala aspek dari kegiatan menggambar dan mewarnai. Hasil dari mewarnai gambar lebih rapi dan lebih dekat dengan baris batas. Dibandingkan dengan hasil setahun yang lalu, orang dan benda yang digambarnya mempunyai jauh lebih banyak rincian. Orang yang digambarnya mempunyai hidung, mata, telinga, rambut, kaki, tangan, dan bahkan jari-jari tangan
Tugas rumit seperti memotong kertas menggunakan gunting menjadi lebih mudah, dan dia melakukan ini dengan akurat kalau dia diberi waktu dan bersiap untuk bersikap sabar

D. Jenis Motorik
Perkembangan motorik meliputi motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga dan sebagainya.
Sedangkan menurut Sumantri (2005: 11) motorik halus adalah gerakan yang menggunakan otot-otot halus atau sebagian anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih. Misalnya, kemampuan memindahkan benda dari tangan, mencorat-coret, menyusun balok, menggunting, menulis dan sebagainya. Kedua kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal.
a. Motorik Kasar
1) Pengembangan Motorik Kasar
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Perkembangan motorik kasar meliputi penggunaan otot-otot kasar seperti tangan, kaki dan badan.
Pertumbuhan dan perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan kesehatan), dan konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh karena itu perlakukan terhadap anak tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Diteknis Diklusepa, 2003: 8)
Pada prinsipnya, motorik kasar merupakan gerakan otot-otot besar. Yakni gerakan yang dihasilkan otot-otot besar seperti otot tungkai dan lengan. Misalnya gerakan menendang, menjejak, meraih dan melempar.
Tujuan pendidikan fisik motorik atau disebut motorik kasar ini agar anak-anak yang masih kecil adalah untuk mengembangkan keterampilan dan ketertarikan fisik jangka panjang.
Seperti halnya teori Karl Groos dalam Izzaty (2005: 27), yang teorinya bermana teori biologis mengatakan: Anak-anak bermain oleh karena anak-anak harus mempersiapkan diri dengan anak-anak binatang, yang bermain sebagai latihan mencari nafkah, maka anak manusiapun bermain untuk melatih organ-organ jasmani dan rohaninya untuk menghadapi masa depannya.
Hakekatnya, perkembangan motorik anak berkaitan erat dengan faktor lainnya. Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorikpun berhubungan dengan aspek psikologis anak.
Damon & Hart menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan dengan self imager anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal ini juga seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman bahwa kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem. (Sumantri, 2005: 25).
Anak-anak menyenangi latihan keterampilan. Anak akan berdiri pada papan keseimbangan atau menendang bola, mencoba beberapa teknik berbeda sampai menentukan suatu pekerjaan yang benar. Hal ini memberikan rasa percaya diri untuk mengembangkan keterampilan selanjutnya seperti aktif berinisiatif ketika anak bermain sendiri. Banyak aktivitas permainan yang melibatkan motorik kasar anak pada usia 4 – 6 tahun yang dilakukan di lembaga Pendidikan Usia Dini antara lain bermain ayunan, memanjat, menggali terowongan di pasir, melempar dan menangkap bola, melompat tali, berjalan lambat pada papan keseimbangan, mengendarai sepeda roda tiga, meluncur diperosotan, menarik gerobak mainan, mendorong kereta dorong, melukis dengan cat air, berlari di atas rumput, mengetuk palu, menggergaji, menanam, bermain pasir dan lain sebagainya.
Sebagai gerakan dasar motorik kasar adalah sebagai berikut:
a. Berjalan, meliputi jalan cepat, jalan lambat, jalan mundur, jalan dengan ujung jari, jalan dengan tangan di pinggang dan lain-lain.Berdiri, meliputi berdiri dengan ujung kaki dan dihitung sampai 5, berdiri dengan satu kaki dan menghitung sampai 5, berdiri dengan cara sebelumnya dengan mata tertutup.
b. Keseimbangan. Aktivitas ini dapat dilakukan pada papan titian. Pertama berdiri di atas papan titian, berjalan dengan satu kaki pada papan titian dan satu kaki lainnya di lantai, berjalan pada papan titian dengan dua kaki, berjalan perlahan (ke depan), berjalan menyamping (dimulai dengan kaki yang dominan), berjalan dengan tas (benda lain) di atas kepala, berjalan perlahan (mundur) dan berjalan mundur dengan tas (sesuatu) di atas kepala.
Berlari, meliputi berlari cepat, berlari perlahan, berlari dengan ujung jari, berlari dengan tangan ke belakang, berlari dengan langkah pendek dan langkah panjang, berlari ke arah tertentu yang disebutkan guru dan seterusnya.
c. Melompat, meliputi, melompat di tempat ke atas dan ke bawah, melompat dengan satu kaki (engklek), melompat ke depan, melompat ke belakang, melompat ke udara dan melompat dengan membuat putaran (memutar), melompat dengan mata tertutup dan seterusnya. Melompat dengan ketinggian tertentu (mulai dari melompat rendah), melompat seperti binatang (katak, belalang atau kanguru).
d. Mencongklang, yaitu gerakan dengan langkah maju pada satu kaki dan satu kaki lainnya mengikuti namun dengan posisi tetap di belakang. Gerakan ini dilakukan seperti gerakan kuda atau rusa berlari. Sebaiknya anak-anak dibantu melakukan gerakan dengan prosedur/cara yang benar.
e. Meloncat. Meloncat mungkin merupakan gerakan tubuh yang cukup sulit bagi anak usia dini. Sebelum melakukan, pendidik harus menjelaskan cara melakukan gerakan meloncat. Gerakan ini dilakukan dengan cara melangkahkan satu kaki, ketika kaki tersebut berada di udara, kaki lainnya melangkah maju.
Bermain bola, seperti melempar, menangkap, menendang, menyepak, menggiring, menggelinding, melambungkan, memukul bola yang dilambungkan dan menyebak bola

2) Jenis-Jenis Motorik Kasar
Motorik kasar mencakup gerakan otot-otot besar seperti otot tungkai dan lengan. Adapun jenis perkembangan motorik kasarmenurut Sumantri (2005: 26) pada anak adalah:
a. Menangkap sesuatu
b. Meraih sebuah benda
c. Berjalan
d. Melompat
e. Memainkan jari-jari
f. Melempar benda
g. Meremas-remas kertas
h. Menirukan sesuatu berjalan
i. Duduk
j. Berdiri
k. Menendang sesuatu
l. Naik dan turun tangga
m. Merangkak
n. Memukul
o. Mengayunkan tangan
p. Berguling ke kanan dan ke kiri

2. Motorik halus
1) Pengembangan motorik halus
Perkembangan motorik halus anak usia dini ditekankan pada koordinasi gerak motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan. Pada anak usia 4 tahun koordinasi gerak motorik halus anak sangat berkembang bahkan hampir sempurna (Sumantri, 2005: 28) Walaupun demikian anak usia ini masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak meletakkan balok secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu sendiri.
Pada usia 5-6 tahun koordinasi gerakan motorik halus sangat berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan antara lain dapat dilihat pada anak waktu menulis atau menggambar.
Anak-anak usia prasekolah harus dikenalkan dengan kegiatan motorik halus di samping kegiatan motorik kasarnya. Hal ini dikarenakan kegiatan motorik halus adalah sebuah awalan pematangan dalam hal menulis dan menggambar.
Anak-anak butuh sebuah persiapan yang matang sebelum bersekolah sehingga dia akan mampu menguasai gerakan-gerakan yang akan dilakukan nantinya pada saat dia bersekolah.
2) Jenis-Jenis Motori Halus
Persiapan dan alat-alatnyapun sangat mudah didapatkan di sekitar kita bahkan itu adalah sesuatu yang tanpa kita sadari bisa dijadikan sebagai sebuah pembelajaran buat si anak. Adapun aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan adalah:
a. Senam Tangan
Kegiatan membuka dan menutup tangan secara berulang-ulang disertai dengan nyanyian adalah sesuatu yang sangat disenangi oleh si anak dan ini adalah sebuah pemanasan awal buat anak sebelum dia melakukan aktivitas menulisnya. Cara ini digunakan untuk melenturkan otot-otot tangan agar si anak mudah melakukan gerakan-gerakan yang lebih rumit.
b. Menggunting Kertas
Kegiatan ini sangat baik sekali karena melatih otot-otot tangan, usahakan posisi dalam memegang gunting tepat karena kegiatan memegang dan menggerakkan gunting sama halnya dengan menulis, maka jikalau salah maka akan berpengaruh dengan cara anak menulis.
c. Menempel
Menempel adalah kegiatan yang melibatkan visual, imajinasi dan motorik halus anak. Cobalah dengan gambar yang lebih sederhana seperti gambar sebuah mobil kemudian anak disuruh menempel pada bidang kertas yang kosong.
Setelah anak mulai terbiasa dengan hal ini maka naiklah tingkat kesulitan tempelan dengan cara membuat gambar kemudian si anak menempel pada kertas yang sebelumnya sudah diberikan pola yang sama dengan gambar yang akan ditempel.
d. Meronce
Untuk kegiatan meronce bahan yang digunakan pun lebih murah dan bervariasi. Contohnya saja sedotan yang banyak sekali kita temui di toko-toko atapun warung-warung. Sedotan dipotong kecil-kecil kemudian potongan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah benang maka terbentuklah sebuah kalung bertahtah plastik atapun gelang dan cincin. Bahan tidak mesti dengan sedotan, kertas origami pun bisa yaitu dengan cara kertas origami digunting bulat-bulat kemudian tengahnya diberi bolongan (memakai pembolong kertas) lalu dimasukkan ke dalam benang atau lidi. Kegiatan meronce sangat berpengaruh terhadap konsentrasi anak dan juga anak memegang benang/lidi untuk dimasukkan ke dalam sedotan atau kertas sama dengan ketika anak memegang pensil untuk menulis.
e. Menyambung titik-titik
Kegiatan menyambung titik-titik ini mengajarkan kepada anak untuk melatih kekuatan tangan, ketelitian, konsentrasi dan kesabaran, untuk anak yang masih belajar maka jangan terlalu memaksakan untuk mendapatkan hasil yang baik tapi teruslah berikan dia latihan dan semangat agar dia bisa menyelesaikan dengan baik.
f. Melipat kertas
Melipat kertas dengan menggunakan kertas origami adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi anak karena bisa dibuat apa saja, mulailah dengan kegiatan melipat yang sederhana seperti melipat bentuk segitiga, segiempat kemudian ke bentuk yang agak sulit. Yang dilatih dari kegiatan melipat ini adalah bagaimana anak menekan lipatan-lipatan itu karena kegiatan ini akan memperkuat otot-otot telapak dan jari tangan anak.
g. Plastisin
Plastisin sering dipakai dalam kegiatan mengasah keterampilan motorik dan kreatifitas karena bahannya yang lunak dan liat serta berwarna warni sangatlah cocok untuk anak. Selain mudah dibentuk, tekstur plastisin yang khas memberi stimulasi tersendiri terhadap saraf-saraf di ujung jemari si kecil. Buatlah yang sederhana contohnya bola, mie dan lain-lain. Plastisin juga sangat bagus untuk terapi bagi anak yang mengalami permasalahan temperamen keras karena leturnya bahan ini sehingga anak harus ekstra hati-hati agar bentuk yang diinginkan sesuai dengan keinginan.

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...