BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah upaya memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi,
dan melakukan edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap serta perilaku hidup bersih sehat, melalui pendekatan
pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Dengan
demikian masyarakat diharapkan dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri
melalui penerapan hidup sehat dengan menjaga serta meningkatkan status
kesehatannya (Depkes RI, 2008). Kebiasaan siswa di Sekolah Dasar ini sering
mengabaikan kebersihan lingkungan terutama membuang sampah sembarangan, karena
di sekolah ini hanya memiliki satu pasang tempat sampah yang terletak di depan
ruang guru. Perilaku kesehatan yang buruk pada anak dapat mendatangkan berbagai
jenis penyakit. Data penyakit yang diderita oleh anak sekolah (SD) terkait prilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan, diare, karies gigi
dan sebagainya (Profil Depkes RI, 2005)
Menurut Profil Kesehatan Indonesia
tahun 2009, bahwa baru 64,41% sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya,
yang meliputi institusi pendidikan (67,52%), tempat kerja (59,15%), tempat
ibadah (58,84%), fasilitas kesehatan (77,02%) dan sarana lain (62,26%) (Depkes,
2011:4). Salah satu tatanan PHBS adalah di lingkungan sekolah, dimana sekolah
merupakan tempat kedua bagi anak berinteraksi setelah keluarga. Sementara itu
populasi anak dalam suatu komunitas sangat besar antara 40%-50%. Penerapan PHBS
secara nasional sudah lama diterapkan pada tahun 2003 yang dilaksanakan di 30
propinsi dengan jumlah komulatif sebanyak 7,5 juta lebih di tatanan rumah
tangga, 53 ribu lebih di tatanan sekolah (SD, SMP dan SMA), 260 ribu lebih di
tatanan kesehatan pemerintah dan swasta (Fitriani, 2011) Sedangkan target
nasional institusi pendidikan yang melaksanakan PHBS adalah 70% di tahun 2014
(Melva Diana, 2013). Data penyakit yang
diderita oleh anak sekolah (SD) terkait prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan
40-60%, anemia anak sebesar 23,2 %, karies dan periodental sebesar 74,4 %
(Lia Kurniawaty, 2010).
Sekolah menempati kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan,
karena sebagian besar anak-anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga
pendidikan dalam jangka waktu yang lama (taman kanak-kanak sampai sekolah
lanjutan atas) dan sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah
seorang anak (Kemenkes RI, 2010:29). PHBS di institusi pendidikan merupakan
upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan
sehat di tatanan institusi pendidikan. Salah satu indikator PHBS yaitu membuang
sampah pada termpatnya. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar
lingkungan selalu terjaga dari sampah adalah sebagai berikut: guru memberi
contoh pada siswa-siswi membuang sampah selalu pada tempatnya, guru wajib
menegur dan menasehati siswa yang membuang sampah di sembarang tempat, mencatat
siswa-siswi yang membuang sampah di sembarang tempat pada buku/kartu
pelanggaran, dan membuat tata tertib baru yang isinya tentang pemberian denda
terhadap siswa-siswi yang membuang sampah di sembarang tempat (Depkes, 2008).
Pembuangan sampah tidak pada tempatnya terkadang dianggap biasa dan tidak akan
dapat menimbulkan masalah besar oleh masyarakat. Bila hal ini terus dibiarkan
maka membuang sampah tidak pada tempatnya akan menjadi suatu kebiasaan umum.
Hal kecil yang seringkali tidak diperhatikan seperti inilah yang dapat
berkembang menjadi hal besar yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah dari berbagai segi (Moersidik, 2010).
Kebiasaan PHBS harus ditanamkan sejak dini agar bisa terbawa hingga usia
tua. Murid Sekolah Dasar (SD) cenderung menjadi target yang tepat untuk
dibekali dengan hal yang positif seperti PHBS untuk hidup lebih sehat. Usia
anak sekolah adalah usia yang masih muda, mereka masih membutuhkan bantuan dan
tuntunan dari orang di sekitar lingkungannya yaitu, orang tua, guru dan teman.
Pada dasarnya keluarga merupakan unit terkecil bagi suatu bangsa yang
memungkinkan untuk menjadi awal dari proses pendidikan dan sosialisasi budaya
baik, seperti salah satunya adalah budaya PHBS. Namun, karena kesibukan orang
tua yang harus mencari nafkah, maka anak-anak cenderung lebih banyak
berkomunikasi dan menghabiskan waktu bersama dengan guru dan teman-temannya di
lingkungan sekolah. Dalam hal ini komunitas sekolah memegang peranan penting
dalam penanaman kebiasaan PHBS (Anggraeny, 2012).
Peran guru sebagai pengajar, pendidik dan pelatih memiliki posisi yang
strategis untuk menanamkan prinsip-prinsip PHBS di lingkungan sekolah.
Sosialisasi sejak dini oleh guru kepada siswa mengenai pesan-pesan yang ada dalam
PHBS melalui semua aktivitas harian di sekolah dikaitkan dengan PHBS dengan
tujuan setiap anak akan terbiasa dengan hal tersebut dan dapat saling
mengingatkan antar mereka untuk selalu melaksanakan praktik PHBS. Semakin besar
peran guru dalam mensosialisasikan pesan PHBS maka siswa akan lebih baik dalam
mempraktikkan PHBS di sekolah. Hal itu dimungkinkan karena biasanya anak-anak
patuh terhadap perintah gurunya sehingga bila gurunya semakin berperan dalam
mensosialisasikan PHBS maka praktiknya juga akan semakin baik (Adiwiryono,
2010).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP PHBS
2.1.1 Pengertian
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang dapat menolong diri
sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
PHBS adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar/ menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga,
kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi
dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku,
melalui pendekatan pimpinan (advokasi),
bina suasana (social support) dan
pemberdayaan masyarakat (empowerment)
sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006).
Perilaku hidup bersih dan sehat di
sekolah (PHBS) di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa,
guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam
mewujudkan sekolah sehat. Sekolah sehat adalah sekolah yang mampu
menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dan untuk pertumbuhan
fisik dan perkembangan kecerdasan anak sekolah melalui berbagai upaya kesehatan
(Sya’roni, RS, 2007)
2.1.2 Pengembangan
PHBS
Menyadari
bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit, perilaku tidak hanya menyangkut dimensi
kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi,
yaitu hal-hal yang mendukung perilaku. Maka promosi kesehatan dan PHBS
diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif),
khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS (Dinas
Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
1. Gerakan Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses pemberian
informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak
tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek
attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan (aspek practice).
Sasaran utama dari pemberdayaan adalah
individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan
berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi
ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan
langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke
dalam proses pengorganisasian masyarakat (community
organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah mau,
dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang
dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar
(misalnya dari pemerintah atau dari dermawan).
Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi
kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan
diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai
bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan
itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2. Bina Suasana
Bina suasana adalah upaya
menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk
mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau
melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada menyetujui
atau mendukung perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses
pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari
fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat
tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu:
1) Pendekatan Individu
2) Pendekatan Kelompok
3) Pendekatan Masyarakat Umum
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang
strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari
pihak-pihak yang terkait (stake holders).
Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya
berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah.
Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal, seperti tokoh agama,
tokoh pengusaha, yang umumnya dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan”
(tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah.
Perlu disadari bahwa komitmen dan
dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat.
Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu:
1) Mengetahui atau menyadari adanya masalah
2) Tertarik untuk ikut mengatasi masalah
3) Peduli terhadap pemecahan masalah dengan
memper-timbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah
4) Sepakat untuk memecahkan masalah dengan
memilih salah satu alternatif pemecahan masalah
5) Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
Dengan demikian, maka advokasi harus
dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus
disiapkan dengan matang, yaitu:
1) Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
2) Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan
masalah
3) Memuat peran si sasaran dalam pemecahan
masalah
4) Berdasarkan kepada fakta
atau evidence-based
5) Dikemas secara menarik dan jelas
6) Sesuai dengan waktu yang tersedia.
2.1.3 Penerapan
PHBS di Sekolah
Penerapan
PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya berbagai penyakit
yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), yang ternyata umumnya
berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang
dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas
dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui pendekatan
Usaha Kesehatan Sekolah (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
Penerapan PHBS
di sekolah menurut Sya’roni. RS (2007), antara lain:
1. Menanamkan
nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku
(kurikuler)
2. Menanamkan
nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan di luar jam pelajaran
biasa (ekstrakurikuler)
1) Kerja bakti dan
lomba kebersihan kelas
2) Aktivitas kader
kesehatan sekolah/ dokter kecil.
3) Pemeriksaan
kualitas air secara sederhana
4) Pemeliharaan
jamban sekolah
5) Pemeriksaan jentik
nyamuk di sekolah
6) Demo/gerakan
cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
7) Pembudayaan
olahraga yang teratur dan terukur
8) Pemeriksaan rutin
kebersihan: kuku, rambut, telinga, gigi
3. Membimbingan
hidup bersih dan sehat melalui konseling.
4. Kegiatan
penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru,
dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset
radio atau film, penempatan media poster, penyebaran leaflet dan
membuat majalah dinding.
5. Pemantauan
dan evaluasi
1) Lakukan pamantauan
dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan
2) Minta pendapat
pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
3) Putuskan apakah
perlu penyesuaian terhadap kebijakan.
2.1.4 Sasaran
Sasaran PHBS di tatanan institusi
pendidikan adalah seluruh anggota keluarga institusi pendidikan. Menurut Dinas
Kesehatan Kota Surabaya (2009) terbagi dalam:
1. Sasaran Primer
Adalah sasaran utama dalam
institusi pendidikan yang akan diubah perilakunya atau murid dan guru yang
bermasalah (individu atau kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
2. Sasaran Sekunder
Adalah sasaran yang dapat
mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah, misalnya
kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh
masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK.
3. Sasaran Tersier
Adalah sasaran yang diharapkan
dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan,
kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi
pendidikan, misalnya kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Diknas,
guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.
2.1.5 Manfaat PHBS di Sekolah
Manfaat PHBS
di sekolah diantaranya:
1. Terciptanya
sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat
lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
2. Meningkatnya
semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta
didik
3. Citra sekolah
sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat
orang tua (masyarakat)
4. Meningkatnya
citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
5. Menjadi
percontohan sekolah sehat bagi daerah lain
(Suryatiningsih,
2010).
2.1.6 Indikator PHBS
1. Mencuci
tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
Anak
sering bermain dengan tanah atau batu dan bermain di tempat-tempat yang kurang
bersih seperti selokan. Ada cara lain yang cukup “ampuh” yang dapat
menghindarkan anak dari kuman-kuman penyakit yaitu dengan kebiasaan mencuci
tangan.
Kebiasaan
mencuci tangan masyarakat Indonesia masih belum baik. Terlihat dari kebiasaan
mencuci tangan dengan menggunakan semangkuk air atau kobokan untuk membasuh
tangan sebelum makan. Padahal kebiasan sehat mencuci tangan dengan air bersih
mengalir dan sabun dapat menyelamatkan nyawa dengan mencegah penyakit
(Hasyim, 2009).
Alasan seseorang harus
mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah:
1) Air yang tidak
bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan,
kuman berpindah ke tangan.
2) Pada saat makan,
kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
3) Mencuci tangan
dengan air yang mengalir hanya dapat menghilangkan kuman 25% dari tangan,
sedangkan mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun akan
dapatmembersihkan kotoran dan membunuh kuman hingga 80% dari tangan
(Hasyim, 2009)
2. Jajan di kantin
sekolah yang sehat
Jajan
bagi anak merupakan hal yang paling sering dilakukan, dan hal ini dapat
membahayakan apabila jajanan yang mereka konsumsi tidak sehat, hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di Bogor dimana telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25%-50%
sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es
batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran
kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan
bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengawet yang
mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk
mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow
(pewarna kuning pada tekstil) (Judwarwanto, 2008).
Menurut
Depkes RI (2001) alasan tidak boleh jajan di sembarang tempat, harus
di kantin sekolah karena:
1) Makanan dan
minuman yang dijual cukup bergizi, terjamin kebersihannya, terbebas dari
zat-zat berbahaya dan terlindung dari serangga dan tikus.
2) Makanan yang
bergizi akan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan siswa, sehingga siswa
menjadi lebih berprestasi di sekolah.
3) Tersedianya air
bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci tangan dan peralatan makan.
4) Tersedianya tempat
sampah yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor.
5) Adanya pengawasan
secara teratur oleh guru, siswa dan komite sekolah.
3. Membuang sampah
pada tempatnya
Membuang
sampah pada tempatnya merupakan cara sederhana yang besar manfaatnya untuk
menjaga kebersihan lingkungan, namun sangat susah untuk diterapkan. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pernyataan oleh Andang Binawan yang menyebutkan
bahwa kebiasaan membuang sampah sembarangan dilakukan hampir di semua kalangan
masyarakat, tidak hanya warga miskin, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi
pun melakukannya (Kartiadi, 2009).
Alasan
harus membuang sampah ditempatnya adalah karena sampah adalah suatu bahan
yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam.
Selain kotor, tidak sedap dipandang mata, sampah juga mengundang kuman
penyakit. Oleh karena itu sampah harus dibuang di tempat sampah.
Secara
garis besar, Depkes RI (2004) membedakan sampah menjadi
tiga jenis, yaitu:
1) Sampah
anorganik atau kering, yang tidak dapat mengalami pembusukan secara
alamiah, contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, atau botol.
2) Sampah organik
atau basah, yang dapat mengalami pembusukan secara alami, contoh: sampah
dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah, atau sisa buah.
3) Sampah berbahaya,
contoh: baterai, botol racun nyamuk, atau jarum suntik bekas.
Akibat dari membuang
sampah sembarangan adalah:
1) Sampah menjadi
tempat berkembang biak dan sarang serangga dan tikus
2) Sampah menjadi
sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara
3) Sampah menjadi
sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan
4) Sampah dapat
menimbulkan kecelakaan dan kebakaran
Pengelolaan
sampah dapat dilakukan dengan cara memusnahkan atau memanfaatkannya. Beberapa
cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut:
1) Penumpukan
Dengan metode ini sebenarnya sampah tidak
dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik.
Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan risiko karena
berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran udara, terutama bau,
sumber penyakit dan mencemari sumber-sumber air.
2) Pengkomposan
Cara
pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai
nilai ekonomi.
3) Pembakaran
Metode
ini dapat dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus
diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau, dan
kebakaran.
4) Sanitari landfill
Metode
ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi
sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
Dalam
pemanfaatan sampah, sampah basah dapat dijadikan kompos dan makanan ternak,
sampah kering dapat dipakai kembali dan didaur ulang seperti sampah kertas
dapat didaur ulang. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah
padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan,
pendistribusian, dan pembuatan produk atau material bekas pakai.
Material yang dapat didaur ulang misalnya:
1) Botol bekas
wadah kecap, saos, sirup, cremer, baik yang putih bening maupun yang
berwarna, terutama gelas atau kaca yang tebal.
2) Kertas,
terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus, kecuali kertas
yang berlapis minyak
3) Alumunium
bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue
4) Besi bekas rangka
meja, besi rangka beton
5) Plastik
bekas tempat shampoo, air mineral, jerigen, ember
6) Sampah basah
dapat diolah menjadi kompos
Pengelolaan
sampah sangat besar sekali manfaatnya bagi diri kita sendiri, orang lain,
maupun bagi lingkungan sekitar kita (Kartiadi, 2009), diantaranya:
1) Menghemat sumber
daya alam
2) Menghemat energi
3) Mengurangi uang
belanja
4) Menghemat lahan
tempat pembuangan akhir (TPA)
5) Meminimalkan
lingkungan jentik di sekolah.
4. Mengikuti
kegiatan olahraga di sekolah :
Olahraga
adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak
(mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas
hidup). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan
terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani.
Kebugaran
jasmani sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan
tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan
tugas atau profesi masing-masing. Kebugaran jasmani terdiri dari
komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan
kesehatan (Health Related Physical
Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan ketrampilan (Skill Related Physical Fitness).
Alasan
mengikuti kegiatan olahraga di sekolah adalah untuk memelihara kesehatan
fisik dan mental agar tetap sehat dan tidak mudah sakit. Selain itu juga untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Manfaat olahraga antara lain:
1) Terhindar dari
penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi,
kencing manis
2) Berat badan
terkendali
3) Otot lebih lentur
dan tulang lebih kuat
4) Bentuk tubuh
menjadi ideal dan proporsional
5) Lebih percaya diri
6) Lebih bertenaga
dan bugar
7) Keadaan kesehatan
menjadi lebih baik
5. Menimbang
berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan
Mengukur
berat dan tinggi badan merupakan salah satu upaya untuk mengetahui pertumbuhan
dan perkembangan anak. Dengan diketahuinya tingkat pertumbuhan dan perkembangan
anak maka dapat memberikan masukan untuk peningkatan konsumsi makanan yang
bergizi bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan seorang
anak normal atau tidak, bisa diketahui melalui cara membandingkan ukuran tubuh
anak yang bersangkutan dengan ukuran tubuh anak seusia pada umumnya. Apabila
anak memiliki ukuran tubuh melebihi ukuran rata-rata anak yang seusia pada
umumnya, maka pertumbuhannya bisa dikatakan maju. Sebaliknya bila ukurannya
lebih kecil berarti pertumbuhannya lambat. Pertumbuhan dikatakan normal apabila
ukuran tubuhnya sama dengan ukuran rata-rata anak-anak lain seusianya.
Alasan
siswa perlu ditimbang setiap 6 bulan adalah untuk memantau
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan normal siswa agar segera diketahui
jika ada siswa yang mengalami gizi kurang maupun gizi lebih.
Cara untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan siswa yaitu dengan mencatat hasil penimbangan
berat badan dan tinggi badan tiap siswa di Kartu Menuju Sehat (KMS) anak
sekolah maka akan telihat berat badan atau tinggi badan naik atau
tidak naik (terlihat perkembangannya).
Manfaat
penimbangan siswa setiap 6 bulan di sekolah antara lain:
1) Untuk mengetahui
apakah siswa tumbuh sehat.
2) Untuk mengetahui
dan mencegah gangguan pertumbuhan siswa.
3) Untuk mengetahui
siswa yang dicurigai gizi kurang dan gizi lebih, sehingga jika ada kelainan
yang berpengaruh langsung dalam proses belajar di sekolah, dapat segera dirujuk
ke Puskesmas.
6. Tidak merokok di
sekolah
Rokok
mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya
dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar,
nikotin, dan karbon monoksida.Oleh karena itu kebiasaan merokok harus
dihindarkan sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar
(Wastuwibowo, 2008).
Alasan
tidak boleh merokok di sekolah karena rokok ibarat pabrik bahan kimia.
Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia
berbahaya diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin,
tar, dan karbon monoksida. Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak
jantung serta aliran darah, tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru
dan kanker, sedangkan karbon monoksida menyebabkan berkurangnya kemampuan darah
membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.
Bahaya
merokok (Depkes RI, 2003), antara lain:
1) Menyebabkan
kerontokan rambut
2) Gangguan pada
mata, seperti katarak
3) Kehilangan
pendengaran lebih awal disbanding bukan perokok
4) Menyebabkan
penyakit paru-paru, jantung dan kanker
5) Merusak gigi dan
menyebabkan bau mulut yang tidak sedap
6) Tulang lebih
mudah keropos
7. Memberantas
jentik nyamuk di sekolah secara rutin (Depkes RI, 2003):
Sekolah menjadi bebas jentik dan warga sekolah serta
masyarakat sekolah terhindar dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
nyamuk, seperti demam berdarah, malaria, dan kaki gajah.
Memberantas jentik di sekolah adalah kegiatan memeriksa
tempat-tempat penampungan air bersih yang ada di sekolah (bak mandi, kolam)
apakah bebas dari jentik nyamuk atau tidak. Kegiatan memberantas
jentik nyamuk di sekolah diantaranya:
1) Lakukan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (menguras, menutup,
mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk)
2) PSN merupakan
kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai
penyakit, seperti demam berdarah, demam dengue, chikungunya,
malaria, filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat
perkembangbiakannya.
Tiga
(3) M plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat
PSN, yaitu:
1) Menguras dan
menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, kolam, tatakan pot
kembang
2) Menutup
rapat-rapat tempat penampungan air, seperti lubang bak kontrol, lubang
pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan
3) Mengubur atau
menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air, seperti ban
bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas
botol atau gelas air mineral, plastik kresek)
4) Plus menghindari
gigitan nyamuk, yaitu:
(1) Memakai obat yang
dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya memakai obat nyamuk
oles atau diusap ke kulit
(2) Mengupayakan
pencahayaan dan ventilasi yang memadai
(3) Memperbaiki
saluran dan talang air yang rusak
(4) Menaburkan larvasida (bubuk
pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit dikuras, misalnya di talang
air atau di daerah sulit air.
(5) Memelihara ikan
pemakan jentik di kolam atau bak penampung air, misalnya ikan cupang,
ikan nila
(6) tumbuhan
pengusir nyamuk, misalnya zodia, lavender, rosemary
8. Buang air besar dan
buang air kecil di jamban sekolah (Depkes RI, 2003):
Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki
setiap masyarakat. Pentingnya buang air bersih di jamban yang bersih adalah
untuk menghindari dari berbagai jenis penyakit yang timbul karena sanitasi
yang buruk. Oleh karena itu jamban harus mengikuti standar pembuatan jamban
yang sehat dimana harus terletak minimal 10 meter dari sumber air dan mempunyai
saluran pembuangan udara agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas
pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat
duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung), yang dilengkapi
dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis
jamban ada dua, yaitu:
1) Jamban cemplung
Jamban
yang penampungannya berupa lubang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan
kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk
jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
2) Jamban tangki septik atau leher angsa
Jamban
berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang
berfungsi sebagai wadah proses penguraian atau dekomposisi kotoran
manusia yang dilengkapi dengan resapannya.
Manfaat
yang dapat diperoleh jika menggunakan jamban bersih adalah:
1) Menjaga lingkungan
bersih, sehat dan tidak berbau
2) Tidak mencemari
sumber air yang ada di sekitarnya
3) Tidak mengundang
datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit
diare, kolera, disentri, thypus, kecacingan, penyakit infeksi
saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan.
Syarat jamban sehat yaitu:
1) Tidak mencemari
sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan
minimal 10 meter)
2) Tidak berbau
3) Kotoran tidak
dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4) Tidak mencemari
tanah disekitamya
5) Mudah
dibersihkan dan aman digunakan
6) Dilengkapi dinding
dan atap pelindung
7) Penerangan dan
ventilasi cukup
8) Lantai kedap air
dan luas ruangan memadai
9) Tersedia air,
sabun, dan alat pembersih
2.1.7 Langkah-langkah Pembinaan PHBS
di Sekolah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2004):
1. Analisis
Situasi
Penentu
kebijakan atau pimpinan di sekolah melakukan pengkajian ulang
tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di sekolah serta bagaimana sikap
dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah,dan masyarakat
lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS di sekolah. Kajian ini untuk
memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2. Pembentukan
kelompok kerja
Pihak pimpinan
sekolah mengajak bicara/ berdialog guru, komite sekolah, dan tim
pelaksana atau pembina UKS tentang:
1) Maksud,
tujuan, dan manfaat penerapan PHBS di sekolah
2) Membahas rencana
kebijakan tentang penerapan PHBS di sekolah
3) Meminta masukan
tentang penerapan PHBS di sekolah, antisipasi kendala, sekaligus
alternatif solusi
4) Menetapkan
penanggung jawab PHBS di sekolah dan mekanisme pengawasannya
5) Membahas cara
sosialisasi yang efektif bagi siswa, warga sekolah, dan masyarakat sekolah
6) Pimpinan sekolah
membentuk kelompok kerja penyusunan kebijakan PHBS di sekolah
3. Pembuatan Kebijakan
PHBS di sekolah
Kelompok
kerja membuat kebijakan jelas, tujuan, dan cara melaksanakannya.
4. Penyiapan
Infrastruktur
Membuat
surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah,
instrumen pengawasan materi, sosialisasi penerapan PHBS di sekolah, pembuatan
dan penempatan pesan di tempat-tempat strategis disekolah, pelatihan bagi
pengelola PHBS di sekolah.
5. Sosialisasi
Penerapan PHBS di sekolah
Sosialisasi
penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal, antara lain:
1) Penggunaan jamban
sehat dan air bersih
2) Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN)
3) Larangan merokok
di sekolah dan kawasan tanpa rokok di sekolah
4) Membuang
sampah pada tempatnya
5) Sosialisasi tugas
dan penanggung jawab PHBS di sekolah.
2.1.8 Peran Siswa dalam Melaksanakan PHBS di
Sekolah (Dinas Kesehatan, 2009):
1. Tidak jajan di
sembarang tempat, harus di kantin sekolah. Jajan sembarangan tidak terjamin
kebersihan dan cara pengolahannya.
2. Mencuci tangan
dengan air bersih yang mengalir dan sabun, setiap kali tangan kita kotor
(memegang uang, memegang binatang, berkebun), setelah buang air besar atau
buang air kecil, sebelum makan, sebelum memegang makanan. Tangan yang kotor
banyak mengandung kuman dan bibit penyakit.
3. Menggunakan jamban
di sekolah jika buang air kecil dan air besar lingkungan menjadi bersih,
sehat, dan tidak berbau serta tidak mengundang datangnya lalat atau
serangga yang dapat menjadi penular penyakit, seperti diare, disentri,
thypus, dan kecacingan.
4. Mengikuti kegiatan
olahraga di sekolah. Berolahraga membuat tubuh sehat dan bugar.
5. Membantu
pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah dengan mengamati genangan air dan bak
serta melaporkan kepada guru bila ada jentik nyamuk.
6. Tidak merokok di
sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan antara lain penyakit paru-paru,
jantung dan kanker serta merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak
sedap.
7. Menimbang berat
badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan. Dengan demikian
pertumbuhan siswa sekolah dapat diketahui apakah sesuai antara tinggi badan,
berat badan, usia siswa, dan status kesehatannya.
8. Membuang sampah
pada tempatnya. Sampah adalah sarang kuman dan bakteri penyakit. Membuang
sampah pada tempatnya menghindari tubuh untuk terkena penyakit.
2.2 KONSEP PERAN
GURU
2.2.1 Pengertian
Peran adalah perilaku atau lembaga
yang punya arti penting bagi struktur sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan
lebih banyak mengacu pada penyesuaian diri pada suatu proses. Peran berarti
laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat
(E.St. Harahap, dkk, 2007: 854).
Pengertian guru
menurut Undang-undang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UUGD, 2006: 2).
Menurut Saondi dan
Suherman (2010: 4) bahwa guru sebagai pekerja hanya berkemampuan yang meliputi
pengusaan materi pelajaran, profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan
cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya,
disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat
dinamis. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil
pendidikan yang mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu
pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam
segi jumlahnya maupun mutunya.
Menurut Fakhruddin
(2012: 35) salah satu peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku
yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu tertentu, serta berhubungan
dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan anak menjadi tujuannya.
Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan
yang terbaik kepada anak-anak didiknya.
2.2.2 Peran guru
dalam pelaksanaan PHBS
Peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina
dan Pelaksana UKS), sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam
perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat, antara
lain :
1. Merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan
pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di
sekolah.
2. Menjalin kerjasama
dengan orang tua peserta didik, instansi lain yang terkait, dan masyarakat
lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
3. Mengadakan evaluasi
pembinaan PHBS di sekolah.
Oleh karena itu,
penekanan kegiatan UKS yaitu meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat kesehatan
peserta didik, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin
oleh guru melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan
lingkungan sekolah sehat yang dikenal dengan istilah tiga program pokok (trias)
UKS (Sumijatun, 2005):
1. Pendidikan Kesehatan (Health Education in School)
Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang
dan sehat baik fisik, sosial maupun lingkungan melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan atau latihan yang diperlukan bagi peranannya saat ini maupun
dimasa yang mendatang. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan seperti pemberian
pengetahuan mengenai cara memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi,
diharapkan peserta didik dapat meningkatkan derajat kesehatannya ke tingkat
yang lebih baik. Pemeliharaan kesehatan pribadi yang dapat dilakukan peserta
didik dengan membiasakan hidup bersih dan sehat seperti menjaga kebersihan
kulit, memelihara kebersihan kuku, memelihara kebersihan rambut, memelihara
kebersihan dan kesehatan mata, memelihara kebersihan mulut dan gigi serta
memakai pakaian yang bersih dan serasi (Depkes, 2007).
Pendidikan kesehatan memiliki tujuan untuk
mengubah perilaku masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut
dapat dicapai dengan anggapan bahwa manusia selalu dapat belajar/ berubah,
karena manusia selama hidupnya selalu berubah untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan dan bahwa perubahan dapat diinduksikan (Slamet, 2007).
Hasil analisis kurikulum tahun 1994 menunjukkan
bahwa UKS merupakan bagian dari pendidikan kesehatan dan jasmani serta ada
beberapa pokok bahasan pendidikan kesehatan yang dalam pembelajarannya dapat
disampaikan terpadu dalam IPA, sebagai contoh, pokok bahasan makanan sehat,
penyakit menular dapat digabung dalam materi IPA (Sumijatun, 2005).
Materi pendidikan penyuluhan yang dilakukan dalam
kegiatan UKS di sekolah dasar meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan anak,
gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, promosi kesehatan dan
berbagai penyuluhan yang lainnya. Pada intinya kegiatan pendidikan UKS untuk
anak SD/MI dimulai dengan membentuk kebiasaan menggosok gigi dengan benar,
mencuci tangan, membersihkan kuku dan rambut serta pendidikan dokter kecil.
(Konsultan Manajemen Nasional Bidang Pengembangan Program, 2010)
2. Pelayanan Kesehatan (School Health Service)
Pada pelayanan kesehatan disekolah atau madrasah
penekanan utamanya adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan secara serasi
dan terpadu terhadap peserta didik pada khususnya dan warga sekolah pada
umumnya dibawah koordinasi guru pembina UKS dengan bimbingan teknis dan
pengawasan puskesmas setempat (Sumijatun, 2005).
Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan peningkatan
(promotif), yaitu latihan keterampilan teknis pemeliharaan kesehatan dan
pembentukan peran serta aktif peserta didik dalam pelajaran kesehatan, antara
lain : kader kesehatan sekolah, olahraga, kesenian, berkebun dan lomba.
Kegiatan pencegahan (preventif), memelihara kesehatan yang bersifat umum dan
khusus, penjaringan kesehatan bagi anak, memantau peserta didik, melakukan
usaha pencegahan penyakit menular. Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif),
dengan mendiagnosa dini terhadap suatu penyakit, melakukan pengobatan terhadap
penyakit, imunisasi, melaksanakan P3K dan tindakan rujukan ke puskesmas serta
pemberian makanan tambahan anak sekolah (Sumijatun, 2005)
3. Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
Pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi
kesehatan lingkungan fisik, lingkungan psikososial, dan lingkungan budaya
dimana peserta didik mampu memelihara kebersihan, keindahan dan kerapian
lingkungan sekolah dengan menjaga ketertiban dan keamanan serta memupuk
kekeluargaan dalam setiap melakukan kegiatan sekolah (Effendy, 2009).
Program pembinaan lingkungan sekolah antara lain:
1. Lingkungan fisik sekolah
Meliputi penyediaan dan
pemeliharaan tempat pembuangan air bersih, pengadaan dan pemeliharaan tempat
pembuangan sampah, pengadaan dan pemeliharaan air limbah, pemeliharaan kamar
mandi, WC, kakus dan urinoir, pemeliharaan kebersihan dan kerapian ruangan
kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium dan tempat ibadah, pemeliharaan
kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah (termasuk penghijauan
sekolah), pengadaan dan pemeliharaan warung atau kantin sekolah, serta
pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah.
2. Lingkungan mental dan sikap
Program pembinaan lingkungan
mental dan sosial yang sehat dilakukan melalui usaha pemantapan sekolah sebagai
lingkungan pendidikan (wiyata mandala) dengan meningkatkan pelaksanaan konsep
ketahanan sekolah, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang
akrab dan erat antara sesama warga sekolah.
2.3 Peran Guru
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tentang Buang Sampah Pada
Tempatnya
Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena
pada usia tersebut rentan terhadap masalah kesehatan. Anak usia sekolah selain
rentan terhadap masalah kesehatan juga peka terhadap perubahan. Masalah ini
kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua, sekolah atau para klinisi serta
profesional kesehatan lainnya yang saat ini masih memprioritaskan kesehatan
anak balita. Padahal peranan mereka yang sangat dominan akan mempengaruhi
kualitas hidup anak di kemudian hari (Gobel, 2009). Peningkatan kualitas hidup
anak salah satunya ditentukan oleh penanaman perilaku kesehatan anak sejak
dini. Perilaku anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan
ditangani sejak dini, gangguan kesehatan ini akan mempengaruhi prestasi belajar
dan masa depan anak (Hendra. 2007). Perilaku yang harus ditanamkan kepada anak
usia sekolah yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Beberapa
kebiasaan anak yang bisa mempengaruhi perilaku kesehatan pada anak khususnya di
sekolah yaitu pola sarapan anak, kebiasaan mencuci tangan, kebersihan telinga,
kebersihan kulit, kebersihan kuku, kebersihan rambut, mandi dan juga kebiasaan
anak-anak untuk jajan di tempat sembarangan dengan jajanan yang rata-rata tidak
sehat untuk dikonsumsi oleh anak-anak serta buang sampah sembarangan (Syamsu,
2004).
PHBS di sekolah merupakan upaya untuk
memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau,
dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam
mewujudkan lingkungan sehat (Depkes RI, 2007). Salah
satu peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu tertentu, serta berhubungan dengan
kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan anak menjadi tujuannya. Ini
semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan
yang terbaik kepada anak-anak didiknya (Fakhruddin, 2012), terutama dalam hal
membiasakan anak untuk buang sampah pada tempatnya karena sampah merupakan
sarang kuman dan bakteri penyakit. Membuang sampah pada tempatnya menghindari
tubuh untuk terkena penyakit (Dinkes, 2009).
No comments:
Post a Comment