Tuesday 24 January 2017

Hubungan peran guru dengan PHBS tentang buang sampah pada tempatnya

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Program perilaku hidup bersih sehat (PHBS) adalah upaya memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi, dan  melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta perilaku hidup bersih sehat, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat diharapkan dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri melalui penerapan hidup sehat dengan menjaga serta meningkatkan status kesehatannya (Depkes RI, 2008). Kebiasaan siswa di Sekolah Dasar ini sering mengabaikan kebersihan lingkungan terutama membuang sampah sembarangan, karena di sekolah ini hanya memiliki satu pasang tempat sampah yang terletak di depan ruang guru. Perilaku kesehatan yang buruk pada anak dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit. Data penyakit yang diderita oleh anak sekolah (SD) terkait prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan, diare, karies gigi dan sebagainya (Profil Depkes RI, 2005)
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009, bahwa baru 64,41% sarana yang telah dibina kesehatan lingkungannya, yang meliputi institusi pendidikan (67,52%), tempat kerja (59,15%), tempat ibadah (58,84%), fasilitas kesehatan (77,02%) dan sarana lain (62,26%) (Depkes, 2011:4). Salah satu tatanan PHBS adalah di lingkungan sekolah, dimana sekolah merupakan tempat kedua bagi anak berinteraksi setelah keluarga. Sementara itu populasi anak dalam suatu komunitas sangat besar antara 40%-50%. Penerapan PHBS secara nasional sudah lama diterapkan pada tahun 2003 yang dilaksanakan di 30 propinsi dengan jumlah komulatif sebanyak 7,5 juta lebih di tatanan rumah tangga, 53 ribu lebih di tatanan sekolah (SD, SMP dan SMA), 260 ribu lebih di tatanan kesehatan pemerintah dan swasta (Fitriani, 2011) Sedangkan target nasional institusi pendidikan yang melaksanakan PHBS adalah 70% di tahun 2014 (Melva Diana, 2013).  Data penyakit yang diderita oleh anak sekolah (SD) terkait prilaku hidup bersih dan  sehat (PHBS) adalah penyakit kecacingan 40-60%, anemia anak sebesar 23,2 %, karies dan periodental sebesar 74,4 % (Lia Kurniawaty, 2010).
Sekolah menempati kedudukan strategis dalam upaya promosi kesehatan, karena sebagian besar anak-anak usia 5-19 tahun terpajan dengan lembaga pendidikan dalam jangka waktu yang lama (taman kanak-kanak sampai sekolah lanjutan atas) dan sekolah mendukung pertumbuhan dan perkembangan alamiah seorang anak (Kemenkes RI, 2010:29). PHBS di institusi pendidikan merupakan upaya pemberdayaan dan peningkatan kemampuan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat di tatanan institusi pendidikan. Salah satu indikator PHBS yaitu membuang sampah pada termpatnya. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar lingkungan selalu terjaga dari sampah adalah sebagai berikut: guru memberi contoh pada siswa-siswi membuang sampah selalu pada tempatnya, guru wajib menegur dan menasehati siswa yang membuang sampah di sembarang tempat, mencatat siswa-siswi yang membuang sampah di sembarang tempat pada buku/kartu pelanggaran, dan membuat tata tertib baru yang isinya tentang pemberian denda terhadap siswa-siswi yang membuang sampah di sembarang tempat (Depkes, 2008). Pembuangan sampah tidak pada tempatnya terkadang dianggap biasa dan tidak akan dapat menimbulkan masalah besar oleh masyarakat. Bila hal ini terus dibiarkan maka membuang sampah tidak pada tempatnya akan menjadi suatu kebiasaan umum. Hal kecil yang seringkali tidak diperhatikan seperti inilah yang dapat berkembang menjadi hal besar yang nantinya dapat menimbulkan suatu  masalah dari berbagai segi (Moersidik, 2010).
Kebiasaan PHBS harus ditanamkan sejak dini agar bisa terbawa hingga usia tua. Murid Sekolah Dasar (SD) cenderung menjadi target yang tepat untuk dibekali dengan hal yang positif seperti PHBS untuk hidup lebih sehat. Usia anak sekolah adalah usia yang masih muda, mereka masih membutuhkan bantuan dan tuntunan dari orang di sekitar lingkungannya yaitu, orang tua, guru dan teman. Pada dasarnya keluarga merupakan unit terkecil bagi suatu bangsa yang memungkinkan untuk menjadi awal dari proses pendidikan dan sosialisasi budaya baik, seperti salah satunya adalah budaya PHBS. Namun, karena kesibukan orang tua yang harus mencari nafkah, maka anak-anak cenderung lebih banyak berkomunikasi dan menghabiskan waktu bersama dengan guru dan teman-temannya di lingkungan sekolah. Dalam hal ini komunitas sekolah memegang peranan penting dalam penanaman kebiasaan PHBS (Anggraeny, 2012).
Peran guru sebagai pengajar, pendidik dan pelatih memiliki posisi yang strategis untuk menanamkan prinsip-prinsip PHBS di lingkungan sekolah. Sosialisasi sejak dini oleh guru kepada siswa mengenai pesan-pesan yang ada dalam PHBS melalui semua aktivitas harian di sekolah dikaitkan dengan PHBS dengan tujuan setiap anak akan terbiasa dengan hal tersebut dan dapat saling mengingatkan antar mereka untuk selalu melaksanakan praktik PHBS. Semakin besar peran guru dalam mensosialisasikan pesan PHBS maka siswa akan lebih baik dalam mempraktikkan PHBS di sekolah. Hal itu dimungkinkan karena biasanya anak-anak patuh terhadap perintah gurunya sehingga bila gurunya semakin berperan dalam mensosialisasikan PHBS maka praktiknya juga akan semakin baik (Adiwiryono, 2010).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     KONSEP PHBS
2.1.1    Pengertian
                                 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
                                 PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar/ menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalan komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (advokasi), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat (Dinkes, 2006).
                                 Perilaku hidup bersih dan sehat di sekolah (PHBS) di sekolah adalah upaya untuk memberdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat. Sekolah sehat adalah sekolah yang mampu menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat sekolah dan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak sekolah melalui berbagai upaya kesehatan (Sya’roni, RS, 2007)

2.1.2    Pengembangan PHBS
            Menyadari bahwa perilaku adalah sesuatu yang rumit, perilaku tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma, melainkan juga dimensi ekonomi, yaitu hal-hal yang mendukung perilaku. Maka promosi kesehatan dan PHBS diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar promosi kesehatan dan PHBS (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
1.    Gerakan Pemberdayaan
                   Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice).
                   Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta kelompok masyarakat. Bilamana sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community organization) atau pembangunan masyarakat (community development). Untuk itu sejumlah individu yang telah mau, dihimpun dalam suatu kelompok untuk bekerjasama memecahkan kesulitan yang dihadapi. Tidak jarang kelompok ini pun masih juga memerlukan bantuan dari luar (misalnya dari pemerintah atau dari dermawan).           
                   Disinilah letak pentingnya sinkronisasi promosi kesehatan dan PHBS dengan program kesehatan yang didukungnya. Hal-hal yang akan diberikan kepada masyarakat oleh program kesehatan sebagai bantuan, hendaknya disampaikan pada fase ini, bukan sebelumnya. Bantuan itu hendaknya juga sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
2.    Bina Suasana
                   Bina suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial dimana pun ia berada menyetujui atau mendukung perilaku tersebut.
                   Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana. Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana, yaitu:
1)    Pendekatan Individu
2)    Pendekatan Kelompok
3)    Pendekatan Masyarakat Umum
3.    Advokasi
                   Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stake holders). Pihak-pihak yang terkait ini bisa berupa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal, seperti tokoh agama, tokoh pengusaha, yang umumnya dapat berperan sebagai penentu ”kebijakan” (tidak tertulis) dibidangnya dan atau sebagai penyandang dana non pemerintah.
                   Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu:
1)    Mengetahui atau menyadari adanya masalah
2)    Tertarik untuk ikut mengatasi masalah
3)    Peduli terhadap pemecahan masalah dengan memper-timbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah
4)    Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu  alternatif pemecahan masalah
5)    Memutuskan tindak lanjut kesepakatan.
                   Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:
1)    Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
2)    Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
3)    Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
4)    Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
5)    Dikemas secara menarik dan jelas
6)    Sesuai dengan waktu yang tersedia.

2.1.3    Penerapan PHBS di Sekolah
                        Penerapan PHBS di sekolah merupakan kebutuhan mutlak seiring munculnya berbagai penyakit yang sering menyerang anak usia sekolah (6-10 tahun), yang ternyata umumnya berkaitan dengan PHBS. PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat. Penerapan PHBS ini dapat dilakukan melalui pendekatan Usaha Kesehatan Sekolah (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2009).
                        Penerapan PHBS di sekolah menurut Sya’roni. RS (2007), antara lain:
1.    Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku (kurikuler)
2.    Menanamkan nilai-nilai untuk ber-PHBS kepada siswa yang dilakukan di luar jam pelajaran biasa (ekstrakurikuler)
1)    Kerja bakti dan lomba kebersihan kelas
2)    Aktivitas kader kesehatan sekolah/ dokter kecil.
3)    Pemeriksaan kualitas air secara sederhana
4)    Pemeliharaan jamban sekolah
5)    Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
6)     Demo/gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
7)    Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur
8)    Pemeriksaan rutin kebersihan: kuku, rambut, telinga, gigi
3.    Membimbingan hidup bersih dan sehat melalui konseling.
4.    Kegiatan penyuluhan dan latihan keterampilan dengan melibatkan peran aktif siswa, guru, dan orang tua, antara lain melalui penyuluhan kelompok, pemutaran kaset radio atau film, penempatan media poster, penyebaran leaflet dan membuat majalah dinding.
5.    Pemantauan dan evaluasi
1)    Lakukan pamantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan
2)    Minta pendapat pokja PHBS di sekolah dan lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan.
3)    Putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.

2.1.4    Sasaran
                        Sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan adalah seluruh anggota keluarga institusi pendidikan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2009) terbagi dalam:
1.    Sasaran Primer
                   Adalah sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan diubah perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu atau kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).
2.    Sasaran Sekunder
                   Adalah sasaran yang dapat mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah, misalnya kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait, PKK.
3.    Sasaran Tersier
                   Adalah sasaran yang diharapkan dapat menjadi unsur pembantu dalam menunjang atau mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan, misalnya kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.

2.1.5    Manfaat PHBS di Sekolah
            Manfaat PHBS di sekolah diantaranya:
1.    Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga peserta didik, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit.
2.    Meningkatnya semangat proses belajar-mengajar yang berdampak pada prestasi belajar peserta didik
3.    Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orang tua (masyarakat)
4.    Meningkatnya citra pemerintah daerah di bidang pendidikan
5.    Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain
       (Suryatiningsih, 2010).

2.1.6    Indikator PHBS
1.    Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun
                   Anak sering bermain dengan tanah atau batu dan bermain di tempat-tempat yang kurang bersih seperti selokan. Ada cara lain yang cukup “ampuh” yang dapat menghindarkan anak dari kuman-kuman penyakit yaitu dengan kebiasaan mencuci tangan.
                   Kebiasaan mencuci tangan masyarakat Indonesia masih belum baik. Terlihat dari kebiasaan mencuci tangan dengan menggunakan semangkuk air atau kobokan untuk membasuh tangan sebelum makan. Padahal kebiasan sehat mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun dapat menyelamatkan nyawa dengan mencegah penyakit (Hasyim, 2009).
                   Alasan seseorang harus mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah:
1)    Air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab penyakit. Bila digunakan, kuman berpindah ke tangan.
2)    Pada saat makan, kuman dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
3)    Mencuci tangan dengan air yang mengalir hanya dapat menghilangkan kuman 25% dari tangan, sedangkan mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun akan dapatmembersihkan kotoran dan membunuh kuman hingga 80% dari tangan (Hasyim, 2009)
2.    Jajan di kantin sekolah yang sehat
                               Jajan bagi anak merupakan hal yang paling sering dilakukan, dan hal ini dapat membahayakan apabila jajanan yang mereka konsumsi tidak sehat, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Bogor dimana telah ditemukan Salmonella Paratyphi A di 25%-50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Bakteri ini mungkin berasal dari es batu yang tidak dimasak terlebih dahulu. Selain cemaran mikrobiologis, cemaran kimiawi yang umum ditemukan pada makanan jajanan kaki lima adalah penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengawet yang mengandung logam berat Boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil) (Judwarwanto, 2008).
                               Menurut Depkes RI (2001) alasan tidak boleh jajan di sembarang tempat, harus di kantin sekolah karena:
1)    Makanan dan minuman yang dijual cukup bergizi, terjamin kebersihannya, terbebas dari zat-zat berbahaya dan terlindung dari serangga dan tikus.
2)    Makanan yang bergizi akan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan siswa, sehingga siswa menjadi lebih berprestasi di sekolah.
3)    Tersedianya air bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci tangan dan peralatan makan.
4)    Tersedianya tempat sampah yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor.
5)    Adanya pengawasan secara teratur oleh guru, siswa dan komite sekolah.
3.    Membuang sampah pada tempatnya
Membuang sampah pada tempatnya merupakan cara sederhana yang besar manfaatnya untuk menjaga kebersihan lingkungan, namun sangat susah untuk diterapkan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan oleh Andang Binawan yang menyebutkan bahwa kebiasaan membuang sampah sembarangan dilakukan hampir di semua kalangan masyarakat, tidak hanya warga miskin, bahkan mereka yang berpendidikan tinggi pun melakukannya (Kartiadi, 2009).
Alasan harus membuang sampah ditempatnya adalah karena sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam. Selain kotor, tidak sedap dipandang mata, sampah juga mengundang kuman penyakit. Oleh karena itu sampah harus dibuang di tempat sampah.
Secara garis besar, Depkes RI (2004) membedakan sampah menjadi tiga jenis, yaitu:
1)    Sampah anorganik atau kering, yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alamiah, contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, atau botol.
2)    Sampah organik atau basah, yang dapat mengalami pembusukan secara alami, contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah, atau sisa buah.
3)    Sampah berbahaya, contoh: baterai, botol racun nyamuk, atau jarum suntik bekas.
Akibat dari membuang sampah sembarangan adalah:
1)    Sampah menjadi tempat berkembang biak dan sarang serangga dan tikus
2)    Sampah menjadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air dan udara
3)    Sampah menjadi sumber dan tempat hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan
4)    Sampah dapat menimbulkan kecelakaan dan kebakaran
                               Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara memusnahkan atau memanfaatkannya. Beberapa cara pemusnahan sampah yang dapat dilakukan secara sederhana sebagai berikut:
1)    Penumpukan
                   Dengan metode ini sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun dibiarkan membusuk menjadi bahan organik. Metode penumpukan bersifat murah, sederhana, tetapi menimbulkan risiko karena berjangkitnya penyakit menular, menyebabkan pencemaran udara, terutama bau, sumber penyakit dan mencemari sumber-sumber air.
2)    Pengkomposan
                   Cara pengkomposan merupakan cara sederhana dan dapat menghasilkan pupuk yang mempunyai nilai ekonomi.
3)    Pembakaran
                   Metode ini dapat dilakukan hanya untuk sampah yang dapat dibakar habis. Harus diusahakan jauh dari pemukiman untuk menghindari pencemaran asap, bau, dan kebakaran.
4)    Sanitari landfill
                   Metode ini hampir sama dengan pemupukan, tetapi cekungan yang telah penuh terisi sampah ditutupi tanah, namun cara ini memerlukan areal khusus yang sangat luas.
                                 Dalam pemanfaatan sampah, sampah basah dapat dijadikan kompos dan makanan ternak, sampah kering dapat dipakai kembali dan didaur ulang seperti sampah kertas dapat didaur ulang. Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian, dan pembuatan produk atau material bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang misalnya:
1)    Botol bekas wadah kecap, saos, sirup, cremer, baik yang putih bening maupun yang berwarna, terutama gelas atau kaca yang tebal.
2)    Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus, kecuali kertas yang berlapis minyak
3)    Alumunium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue
4)    Besi bekas rangka meja, besi rangka beton

5)    Plastik bekas tempat shampoo, air mineral, jerigen, ember
6)    Sampah basah dapat diolah menjadi kompos
                               Pengelolaan sampah sangat besar sekali manfaatnya bagi diri kita sendiri, orang lain, maupun bagi lingkungan sekitar kita (Kartiadi, 2009), diantaranya:
1)    Menghemat sumber daya alam
2)    Menghemat energi
3)    Mengurangi uang belanja
4)    Menghemat lahan tempat pembuangan akhir (TPA)
5)    Meminimalkan lingkungan jentik di sekolah.

4.    Mengikuti kegiatan olahraga di sekolah :
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani.
Kebugaran jasmani sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, akan tetapi nilai kebugaran jasmani tiap-tiap orang berbeda-beda sesuai dengan tugas atau profesi masing-masing. Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Physical Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan ketrampilan (Skill Related Physical Fitness).
Alasan mengikuti kegiatan olahraga di sekolah adalah untuk memelihara kesehatan fisik dan mental agar tetap sehat dan tidak mudah sakit. Selain itu juga untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik. Manfaat olahraga antara lain:
1)    Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker,  tekanan darah tinggi, kencing manis
2)    Berat badan terkendali
3)    Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
4)    Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional
5)    Lebih percaya diri
6)    Lebih bertenaga dan bugar
7)    Keadaan kesehatan menjadi lebih baik

5.    Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap  6 bulan
Mengukur berat dan tinggi badan merupakan salah satu upaya untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan diketahuinya tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak maka dapat memberikan masukan untuk peningkatan konsumsi makanan yang bergizi bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan seorang anak normal atau tidak, bisa diketahui melalui cara membandingkan ukuran tubuh anak yang bersangkutan dengan ukuran tubuh anak seusia pada umumnya. Apabila anak memiliki ukuran tubuh melebihi ukuran rata-rata anak yang seusia pada umumnya, maka pertumbuhannya bisa dikatakan maju. Sebaliknya bila ukurannya lebih kecil berarti pertumbuhannya lambat. Pertumbuhan dikatakan normal apabila ukuran tubuhnya sama dengan ukuran rata-rata anak-anak lain seusianya.
Alasan siswa perlu ditimbang setiap 6 bulan adalah untuk memantau pertumbuhan berat badan dan tinggi badan normal siswa agar segera diketahui jika ada siswa yang mengalami gizi kurang maupun gizi lebih.
Cara untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan siswa yaitu dengan mencatat hasil penimbangan berat badan dan tinggi badan tiap siswa di Kartu Menuju Sehat (KMS) anak sekolah maka akan telihat berat badan atau tinggi badan naik atau tidak naik (terlihat perkembangannya).
Manfaat penimbangan siswa setiap 6 bulan di sekolah  antara lain:
1)    Untuk mengetahui apakah siswa tumbuh sehat.
2)    Untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan siswa.
3)    Untuk mengetahui siswa yang dicurigai gizi kurang dan gizi lebih, sehingga jika ada kelainan yang berpengaruh langsung dalam proses belajar di sekolah, dapat segera dirujuk ke Puskesmas.

6.    Tidak merokok di sekolah
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen, dan setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida.Oleh karena itu kebiasaan merokok harus dihindarkan sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar (Wastuwibowo, 2008).
Alasan tidak boleh merokok di sekolah karena rokok ibarat pabrik bahan kimia. Dalam satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin, tar, dan karbon monoksida. Nikotin menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah, tar menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker, sedangkan karbon monoksida menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen, sehingga sel-sel tubuh akan mati.
Bahaya merokok (Depkes RI, 2003), antara lain:
1)    Menyebabkan kerontokan rambut
2)    Gangguan pada mata, seperti katarak
3)    Kehilangan pendengaran lebih awal disbanding bukan perokok
4)    Menyebabkan penyakit paru-paru, jantung dan kanker
5)    Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap
6)    Tulang lebih mudah keropos

7.    Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin (Depkes RI, 2003):
Sekolah menjadi bebas jentik dan warga sekolah serta masyarakat sekolah terhindar dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui nyamuk, seperti demam berdarah, malaria, dan kaki gajah.
Memberantas jentik di sekolah adalah kegiatan memeriksa tempat-tempat penampungan air bersih yang ada di sekolah (bak mandi, kolam) apakah bebas dari jentik nyamuk atau tidak. Kegiatan memberantas jentik nyamuk di sekolah diantaranya:
1)    Lakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus (menguras, menutup, mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk)
2)    PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular berbagai penyakit, seperti demam berdarah, demam dengue, chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat perkembangbiakannya.

                               Tiga (3) M plus adalah tiga cara plus yang dilakukan pada saat PSN, yaitu:
1)    Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, kolam, tatakan pot kembang
2)    Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti lubang bak kontrol, lubang pohon, lekukan-lekukan yang dapat menampung air hujan
3)    Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air, seperti ban bekas, kaleng bekas, plastik-plastik yang dibuang sembarangan (bekas botol atau gelas air mineral, plastik kresek)
4)    Plus menghindari gigitan nyamuk, yaitu:
(1)   Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, misalnya memakai obat nyamuk oles atau diusap ke kulit
(2)   Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai
(3)   Memperbaiki saluran dan talang air yang rusak
(4)   Menaburkan larvasida (bubuk pembunuh jentik) di tempat-tempat yang sulit dikuras, misalnya di talang air atau di daerah sulit air.
(5)  Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampung air, misalnya ikan cupang, ikan nila
(6)  tumbuhan pengusir nyamuk, misalnya zodia, lavender, rosemary
8.    Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah (Depkes RI, 2003):
Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Pentingnya buang air bersih di jamban yang bersih adalah untuk menghindari dari berbagai jenis penyakit yang timbul karena sanitasi yang buruk. Oleh karena itu jamban harus mengikuti standar pembuatan jamban yang sehat dimana harus terletak minimal 10 meter dari sumber air dan mempunyai saluran pembuangan udara agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia, yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung), yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya. Jenis jamban ada dua, yaitu:
1)      Jamban cemplung
                   Jamban yang penampungannya berupa lubang berfungsi menyimpan dan meresapkan cairan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada penutup agar tidak berbau.
2)      Jamban tangki septik atau leher angsa
                   Jamban berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian atau dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapannya.
Manfaat yang dapat diperoleh jika menggunakan jamban bersih adalah:
1)    Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau
2)    Tidak mencemari sumber air yang ada di sekitarnya
3)    Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat  menjadi penular penyakit diare, kolera, disentri, thypus,   kecacingan, penyakit infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit dan keracunan.
Syarat jamban sehat yaitu:
1)    Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10 meter)
2)    Tidak berbau
3)    Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
4)    Tidak mencemari tanah disekitamya
5)     Mudah dibersihkan dan aman digunakan
6)    Dilengkapi dinding dan atap pelindung
7)    Penerangan dan ventilasi cukup
8)    Lantai kedap air dan luas ruangan memadai
9)    Tersedia air, sabun, dan alat pembersih

 2.1.7    Langkah-langkah Pembinaan PHBS di Sekolah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2004):
1.     Analisis Situasi
                   Penentu kebijakan atau pimpinan di sekolah melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS di sekolah serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran (siswa, warga sekolah,dan masyarakat lingkungan sekolah) terhadap kebijakan PHBS di sekolah. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2.    Pembentukan kelompok kerja
                   Pihak pimpinan sekolah mengajak bicara/ berdialog guru, komite sekolah, dan tim pelaksana atau pembina UKS tentang:
1)    Maksud, tujuan, dan manfaat penerapan PHBS di sekolah
2)    Membahas rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di sekolah
3)    Meminta masukan tentang penerapan PHBS di sekolah, antisipasi kendala, sekaligus alternatif solusi
4)    Menetapkan penanggung jawab PHBS di sekolah dan mekanisme pengawasannya
5)    Membahas cara sosialisasi yang efektif bagi siswa, warga sekolah, dan masyarakat sekolah
6)    Pimpinan sekolah membentuk kelompok kerja penyusunan  kebijakan PHBS di sekolah
3.    Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah
                   Kelompok kerja membuat kebijakan jelas, tujuan, dan cara melaksanakannya.
4.    Penyiapan Infrastruktur
                   Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di sekolah, instrumen pengawasan materi, sosialisasi penerapan PHBS di sekolah, pembuatan dan penempatan pesan di tempat-tempat strategis disekolah, pelatihan bagi pengelola PHBS di sekolah.
5.    Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah
Sosialisasi penerapan PHBS di sekolah di lingkungan internal, antara lain:
1)    Penggunaan jamban sehat dan air bersih
2)    Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
3)    Larangan merokok di sekolah dan kawasan tanpa rokok di sekolah
4)    Membuang sampah pada tempatnya
5)    Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di sekolah.

2.1.8    Peran Siswa dalam Melaksanakan PHBS di Sekolah (Dinas Kesehatan, 2009):
1.    Tidak jajan di sembarang tempat, harus di kantin sekolah. Jajan sembarangan tidak terjamin kebersihan dan cara pengolahannya.
2.    Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan sabun, setiap kali tangan kita kotor (memegang uang, memegang binatang, berkebun), setelah buang air besar atau buang air kecil, sebelum makan, sebelum memegang makanan. Tangan yang kotor banyak mengandung kuman dan bibit penyakit.
3.    Menggunakan jamban di sekolah jika buang air kecil dan air besar lingkungan menjadi bersih, sehat, dan tidak berbau serta tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit, seperti diare, disentri, thypus, dan kecacingan.
4.    Mengikuti kegiatan olahraga di sekolah. Berolahraga membuat tubuh sehat dan bugar.
5.    Membantu pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah dengan mengamati genangan air dan bak serta melaporkan kepada guru bila ada jentik nyamuk.
6.    Tidak merokok di sekolah. Merokok berbahaya bagi kesehatan antara lain penyakit paru-paru, jantung dan kanker serta merusak gigi dan menyebabkan bau mulut yang tidak sedap.
7.    Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulan. Dengan demikian pertumbuhan siswa sekolah dapat diketahui apakah sesuai antara tinggi badan, berat badan, usia siswa, dan status kesehatannya.
8.    Membuang sampah pada tempatnya. Sampah adalah sarang kuman dan bakteri penyakit. Membuang sampah pada tempatnya menghindari tubuh untuk terkena penyakit.

2.2     KONSEP PERAN GURU
2.2.1    Pengertian
                                 Peran adalah perilaku atau lembaga yang punya arti penting bagi struktur sosial. Dalam hal ini maka, kata peranan lebih banyak mengacu pada penyesuaian diri pada suatu proses. Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St. Harahap, dkk, 2007: 854).
                          Pengertian guru menurut Undang-undang Guru dan Dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UUGD, 2006: 2).
                          Menurut Saondi dan Suherman (2010: 4) bahwa guru sebagai pekerja hanya berkemampuan yang meliputi pengusaan materi pelajaran, profesional keguruan dan pendidikan, penguasaan cara-cara menyesuaikan diri dan berkepribadian untuk melaksanakan tugasnya, disamping itu guru harus merupakan pribadi yang berkembang dan bersifat dinamis. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan yang mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlahnya maupun mutunya.
                          Menurut Fakhruddin (2012: 35) salah satu peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu tertentu, serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan anak menjadi tujuannya. Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak didiknya.

2.2.2    Peran guru dalam pelaksanaan PHBS
Peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan Pelaksana UKS), sedangkan masyarakat sekolah berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat, antara lain :
1.    Merencanakan dan melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat dalam rangka peningkatan PHBS di sekolah.
2.    Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik, instansi lain yang terkait, dan masyarakat lingkungan sekolah untuk pembinaan dan pelaksanaan PHBS di sekolah.
3.    Mengadakan evaluasi pembinaan PHBS di sekolah.
                          Oleh karena itu, penekanan kegiatan UKS yaitu meningkatkan kesadaran hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik, dilakukan upaya menanamkan prinsip hidup sehat sedini mungkin oleh guru melalui pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat yang dikenal dengan istilah tiga program pokok (trias) UKS (Sumijatun, 2005):
1.    Pendidikan Kesehatan (Health Education in School)
                   Pendidikan kesehatan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat tumbuh kembang sesuai, selaras, seimbang dan sehat baik fisik, sosial maupun lingkungan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan yang diperlukan bagi peranannya saat ini maupun dimasa yang mendatang. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan seperti pemberian pengetahuan mengenai cara memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi, diharapkan peserta didik dapat meningkatkan derajat kesehatannya ke tingkat yang lebih baik. Pemeliharaan kesehatan pribadi yang dapat dilakukan peserta didik dengan membiasakan hidup bersih dan sehat seperti menjaga kebersihan kulit, memelihara kebersihan kuku, memelihara kebersihan rambut, memelihara kebersihan dan kesehatan mata, memelihara kebersihan mulut dan gigi serta memakai pakaian yang bersih dan serasi (Depkes, 2007).
                   Pendidikan kesehatan memiliki tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan anggapan bahwa manusia selalu dapat belajar/ berubah, karena manusia selama hidupnya selalu berubah untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan dan bahwa perubahan dapat diinduksikan (Slamet, 2007).
                   Hasil analisis kurikulum tahun 1994 menunjukkan bahwa UKS merupakan bagian dari pendidikan kesehatan dan jasmani serta ada beberapa pokok bahasan pendidikan kesehatan yang dalam pembelajarannya dapat disampaikan terpadu dalam IPA, sebagai contoh, pokok bahasan makanan sehat, penyakit menular dapat digabung dalam materi IPA (Sumijatun, 2005).
                   Materi pendidikan penyuluhan yang dilakukan dalam kegiatan UKS di sekolah dasar meliputi kegiatan penyuluhan kesehatan anak, gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, promosi kesehatan dan berbagai penyuluhan yang lainnya. Pada intinya kegiatan pendidikan UKS untuk anak SD/MI dimulai dengan membentuk kebiasaan menggosok gigi dengan benar, mencuci tangan, membersihkan kuku dan rambut serta pendidikan dokter kecil. (Konsultan Manajemen Nasional Bidang Pengembangan Program, 2010)
2.    Pelayanan Kesehatan (School Health Service)
                   Pada pelayanan kesehatan disekolah atau madrasah penekanan utamanya adalah upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan secara serasi dan terpadu terhadap peserta didik pada khususnya dan warga sekolah pada umumnya dibawah koordinasi guru pembina UKS dengan bimbingan teknis dan pengawasan puskesmas setempat (Sumijatun, 2005).
                   Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan peningkatan (promotif), yaitu latihan keterampilan teknis pemeliharaan kesehatan dan pembentukan peran serta aktif peserta didik dalam pelajaran kesehatan, antara lain : kader kesehatan sekolah, olahraga, kesenian, berkebun dan lomba. Kegiatan pencegahan (preventif), memelihara kesehatan yang bersifat umum dan khusus, penjaringan kesehatan bagi anak, memantau peserta didik, melakukan usaha pencegahan penyakit menular. Kegiatan penyembuhan dan pemulihan (kuratif), dengan mendiagnosa dini terhadap suatu penyakit, melakukan pengobatan terhadap penyakit, imunisasi, melaksanakan P3K dan tindakan rujukan ke puskesmas serta pemberian makanan tambahan anak sekolah (Sumijatun, 2005)
3.    Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat
                   Pembinaan lingkungan sekolah sehat meliputi kesehatan lingkungan fisik, lingkungan psikososial, dan lingkungan budaya dimana peserta didik mampu memelihara kebersihan, keindahan dan kerapian lingkungan sekolah dengan menjaga ketertiban dan keamanan serta memupuk kekeluargaan dalam setiap melakukan kegiatan sekolah (Effendy, 2009).
                   Program pembinaan lingkungan sekolah antara lain:
1.    Lingkungan fisik sekolah
                   Meliputi penyediaan dan pemeliharaan tempat pembuangan air bersih, pengadaan dan pemeliharaan tempat pembuangan sampah, pengadaan dan pemeliharaan air limbah, pemeliharaan kamar mandi, WC, kakus dan urinoir, pemeliharaan kebersihan dan kerapian ruangan kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium dan tempat ibadah, pemeliharaan kebersihan dan keindahan halaman dan kebun sekolah (termasuk penghijauan sekolah), pengadaan dan pemeliharaan warung atau kantin sekolah, serta pengadaan dan pemeliharaan pagar sekolah.
2.    Lingkungan mental dan sikap
                   Program pembinaan lingkungan mental dan sosial yang sehat dilakukan melalui usaha pemantapan sekolah sebagai lingkungan pendidikan (wiyata mandala) dengan meningkatkan pelaksanaan konsep ketahanan sekolah, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah.

2.3     Peran Guru dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tentang Buang Sampah Pada Tempatnya
Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia tersebut rentan terhadap masalah kesehatan. Anak usia sekolah selain rentan terhadap masalah kesehatan juga peka terhadap perubahan. Masalah ini kurang begitu diperhatikan baik oleh orang tua, sekolah atau para klinisi serta profesional kesehatan lainnya yang saat ini masih memprioritaskan kesehatan anak balita. Padahal peranan mereka yang sangat dominan akan mempengaruhi kualitas hidup anak di kemudian hari (Gobel, 2009). Peningkatan kualitas hidup anak salah satunya ditentukan oleh penanaman perilaku kesehatan anak sejak dini. Perilaku anak sekolah sangat bervariatif. Bila tidak dikenali dan ditangani sejak dini, gangguan kesehatan ini akan mempengaruhi prestasi belajar dan masa depan anak (Hendra. 2007). Perilaku yang harus ditanamkan kepada anak usia sekolah yaitu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).  Beberapa kebiasaan anak yang bisa mempengaruhi perilaku kesehatan pada anak khususnya di sekolah yaitu pola sarapan anak, kebiasaan mencuci tangan, kebersihan telinga, kebersihan kulit, kebersihan kuku, kebersihan rambut, mandi dan juga kebiasaan anak-anak untuk jajan di tempat sembarangan dengan jajanan yang rata-rata tidak sehat untuk dikonsumsi oleh anak-anak serta buang sampah sembarangan (Syamsu, 2004).
PHBS di sekolah merupakan upaya untuk memperdayakan siswa, guru, dan masyarakat lingkungan sekolah agar tahu, mau, dan mampu mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan sekolah sehat atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat (Depkes RI, 2007). Salah satu peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu tertentu, serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan anak menjadi tujuannya. Ini semua dilakukan oleh seorang guru dengan semangat dan jiwa ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anak didiknya (Fakhruddin, 2012), terutama dalam hal membiasakan anak untuk buang sampah pada tempatnya karena sampah merupakan sarang kuman dan bakteri penyakit. Membuang sampah pada tempatnya menghindari tubuh untuk terkena penyakit (Dinkes, 2009).





No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...