BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usia lanjut
merupakan masa usia dimana terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan
terjadinya kemunduran fungsional pada tubuh. Salah satunya adalah terjadinya
penurunan produksi dan pengeluaran hormon yang diatur oleh enzim-enzim yang
juga mengalami penurunan pada usia lanjut. Salah satu hormon yang menurun
sekresinya pada usia lanjut adalah insulin. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya diabetes mellitus pada usia lanjut (Ramli, 2010). Diabetes
mellitus telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap
tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan langsung oleh diabetes (Tjandra,
2008). Diabetes mellitus atau penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit
menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi nilai
normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar
gula darah puasa di atas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Ada 2 jenis diabetes
yaitu, diabetes mellitus tipe 1 atau disebut insulin-dependent diabetes karena pasien sangat tergantung pada
suntikan insulin. Pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas masih bisa membuat
insulin, tetapi kualitas insulin masih buruk tidak dapat berfungsi dengan baik
sebagai kunci memasukkan glukosa ke dalam sel (Tjandra, 2008).
Berdasarkan data Global Status Report on NCD yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada 2010 disebutkan, Diabetes
Melitus menduduki peringkat
keenam sebagai penyebab kematian pada kategori penyakit tidak menular. Rentang
usia penderita diabetes pun bervariasi mulai dari 20 tahun hingga 79 tahun. Studi
terbaru dari International Diabetes
Federation pada 2012 mengungkapkan, penderita Diabetes Melitus di seluruh dunia mencapai 371 juta
orang. Adapun Indonesia masuk dalam urutan ketujuh negara dengan penderita
diabetes terbanyak. Posisi pertama adalah Cina dengan 92,3 juta penderita,
India sebanyak 63 juta jiwa, Amerika Serikat 24,1 juta jiwa, Brasil 13,4 juta
jiwa, Rusia 12,7 juta jiwa, Meksiko 10,6 juta jiwa, dan Indonesia dengan jumlah
penderita diabetes sebanyak 7,6 juta orang (Rosalina, 2013). Sedangkan menurut Pengurus Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) Subagijo
Adi di Jawa Timur jumlah penderita diabetes mellitus 6% atau 2.248.605 orang
dari total jumlah penduduk Jawa Timur sebanyak 37.476.757 orang (Sensus
Penduduk, 2010), dan di Banyuwangi sendiri berjumlah 2.899
orang penderita diabetes.
Seseorang dengan usia di atas 40 tahun, ada riwayat
keturunan diabetes, dan badan terlalu gemuk merupakan faktor risiko utama
seseorang terkena diabetes. Selain itu, perubahan gaya hidup masyarakat sekarang,
seperti modernisasi, westernisasi, adalah
penyebab timbulnya diabetes, karena manusia pada jaman dahulu lebih sering
melakukan aktivitas, tetapi manusia pada jaman sekarang cenderung santai. Pekerjaan yang serba otomatis, makanan yang makin beraneka ragam, semakin
banyak makanan yang berkalori tinggi, manis, serta mengandung lemak (Tjandra,
2008). Apabila terdapat gangguan kerja insulin, baik kualitas maupun kuantitas,
maka keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar gula darah cenderung naik.
Karena gula darah meningkat, maka kelebihan gula (glukosa) tersebut akan
dikeluarkan melalui air seni dan terjadilah glukosuria (yaitu adanya glukosa di
dalam air seni) (Fitria, 2009). Keluhan umum pasien diabetes mellitus seperti
poliuria, polidipsia dan polifagia, pada diabetes mellitus usia lanjut tidak
ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini
disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai
perubahan atau gejala penyakit mengalami penurunan. Diabetes mellitus bisa
mengakibatkan komplikasi pada mata, jantung, ginjal, saraf, atau kemungkinan
dilakukannya amputasi (Tjandra, 2008).
Komplikasi DM
pada usia lanjut ada yang akut dan ada pula yang kronik. Komplikasi DM akut
antara lain ketoasidosis, koma diabetikum, dan sebagainya. Sedangkan komplikasi
DM kronik antara lain makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Komplikasi
akibat makroangiopati terutama akan meningkatkan mortalitas, sedangkan
komplikasi mikroangiopati akan meningkatkan morbiditas. Komplikasi
mikroangiopati antara lain retinopati diabetik dan nefropati diabetik;
komplikasi makroangiopati antara lain terjadinya atherosklerosis yang
menimbulkan komplikasi lebih lanjut pada serebrovaskular; sedangkan komplikasi
berupa neuropati, disebut juga neuropati diabetik, yang tersering adalah
neuropati perifer (Ramli, 2010)
Untuk membantu mengatasi kenaikan kadar gula darah pada
penyakit diabetes mellitus yang diakibatkan kurang berfungsinya insulin dalam
tubuh, maka solusi untuk mengatasi masalah ini selain melakukan diet perlu
dilakukan olahraga secara teratur, memeriksakan kadar gula darah secara rutin.
Dengan melakukan aktivitas jasmani seperti berolahraga (jalan kaki), otot dapat
menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi. Macam dan takarannya
berbeda menurut usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi kesehatan
(Fitria, 2009). Aktivitas jasmani yang dilakukan pada lansia juga sangat
terbatas. Apalagi bila sudah ada gangguan pada jantung, sendi, mata, saraf atau
pembuluh darah kaki, lansia yang menderita diabetes sulit melakukan gerak badan
(Tjandra, 2008). Pada lanjut usia terjadi penurunan masa otot serta
kekuatannya, lajut denyut jantung maksima, toleransi latihan dan terjadinya
peningkatan lemak tubuh. Dengan melakukan olahraga seperti jalan kaki dapat
mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan atau olahraga seperti jalan kaki dapat
mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hpertensi, diabetes mellitus,
penyakit arteri koroner dan kecelakaan (Sukartini, 206). Berdasarkan latar
belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh aktivitas jasmani terhadap GDA pada
lansia penderita diabetes mellitus
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian lansia
Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai
batasan umur:
1.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi:
a.
Usia pertengahan (middle
age) ialah kelompok usia antara 45 sampai 59 tahun.
b.
Lanjut usia (elderly)
yaitu kelompok usia antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia (old) yaitu kelompok
usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) yaitu
kelompok usia diatas 90 tahun (Nugroho W, 2008).
2. Menurut Prof.Dr.Ny. Sumiati Ahmad Mohamad
Dikatakan
lanjut usia jika seseorang mencapai umur 65 keatas
(
Nugroho W, 2008).
3. Menurut Dra.Ny. Jos Masdani (psikolog UI)
Lanjut
usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa
yaitu diantara 65 tahun hingga tutup usia (Nugroho W, 2008).
4.
Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegero
Pengelompokan lanjut usia meiputi : lanjut
usia (geriatric age) lebih dari 65
atau 70 tahun, (young old) usia 70
sampai 75 tahun, (old) 75 sampai 80
tahun, dan (very old) lebih dari 80
tahun.
(Nugroho W, 2008).
5. Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1965
Seseorang
dinyatakan sebagai jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Nugroho W,
2008).
Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan
batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan kedalam penduduk lanjut usia.
Dalam penelitian ini digunakan batasan umur 55 tahun untuk menyatakan orang
lanjut usia.
2.1.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia
1.
Faktor Internal
a.
Penurunan kondisi fisik
Setelah
seseorang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple
patology), misalnya tenaga berkurang, tulang makin rapuh. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua
dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang
lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologis
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan
memforsir fisiknya (Haryanto, 2009).
b.
Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan
fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti :
1)
Gangguan jantung.
2)
Gangguan metabolisme, misal diabetes militus.
3)
Vaginitas.
4) Post op misal operasi prostatektomi.
5) Kekurangan gizi karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang.
6) Faktor-faktor psiologis yang menyertai lansia antara lain:
a) Rasa tabu atau malu bila membicarakan kehidupan seksual pada lansia.
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d)
Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal.
(Haryanto, 2009).
c.
Perubahan aspek Psikososial
Pada
umumnya setelah orang memasuki masa lansia seseorang akan mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Menurut Zainudin tahun 2003 (dalam Haryanto, 2009) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman dan
pengertian sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat, sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa
lansia menjadi kurang cekatan.
2.
Faktor Eksternal
a.
Faktor Ekonomi
Pada
umumnya para lanjut usia adalah pensiunan atau mereka yang kurang produktif
lagi. Secara ekonomis keadaan lanjut usia dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
gologan mantap dan golongan rawan. Golongan mantap adalah para lanjut usia yang
berpendidikan tinggi, sempat menikmati kedudukan atau jabatan baik. Mapan pada
usia produktif, sehingga pada usia lanjut dapat mandiri dan tidak tegantung
pada pihak lain. Pada golongan kurang mantap lansia langsung kurang berhasil
mencapai kedudukan yang tinggi tetapi sempat mengadakan investasi pada
anak-anaknya. Sedangkan golongan rawan yaitu lanjut usia yang tidak mampu
memberikan bekal yang cukup kepada anaknya sehingga ketika purna tugas datang
akan mendatangkan cemas karena terancam kesejahteraan pemenuhan kebutuhan
ekonomi dapat ditinjau dari pendapatan lanjut usia dan kesempatan kerja (Haryanto, 2009)..
b. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan (pensiun)
Pada
umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun, meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataanya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Hal ini merupakan beban mental bagi lansia.
c.
Perubahan peran sosial di masyakat
Akibat
berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagianya
sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal ini sebaiknya dicegah dengan
mengajak untuk berkomunikasi dengan orang lain kadang-kadang terus menerus
muncul perilaku seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tidak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila bertemu
orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
d. Lansia yang baru mengalami duka cita yang dalam (kematian pasangan)
Duka
cita merupakan suatu periode yang sangat rawan untuk menderita penyakit pada
lansia. Meninggalnya pasangan hidup dapat menyebabkan putusnya teman dekat atau
bahkan ketahanan jiwa secara mendadak yang selama ini sudah sangat rapuh
danselanjutnya akan memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatannya. Periode
2 tahun pertama setelah ditinggalkan pasangan hidup merupakan periode yang
sangat rawan. Pada periode ini, lansia tersebut harus diawali dengan ketat
kemudian diikuti dengan ingin menangis dan tekanan batin.
e.
Dukugan sosial dari keluarga
Setelah
seseorang memasuki masa lansia, maka dukungan sosial dari keluarga sangat
berharga dan akan menambah ketrampilan hidupnya, namun demikian apabila lansia
tersebut mendapatkan masalah baik ringan, sedang ataupun berat maka mereka akan
mencari dukungan sosial dari orang-orang terdekat seperti keluaga atau teman
dekat. Sehingga dirinya merasa dihargai, diprihatikan, dan dicintai. Tetapi
bila keluarga tidak memberikan dukungan sosial tersebut berarti lansia akan
mengalami kemunduran (Haryanto, 2009).
2.1.3 Penyakit Yang Sering Diderita Lansia
Selain
gangguan-gangguan tersebut, Nina Kemala Sari (2009) juga menyebut tujuh
penyakit kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:
1.
Osteo Artritis (OA)
OA adalah peradangan sendi
yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang mengakibatkan penipisan
rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA merupakan penyebab utama
ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya karena trauma,
penggunaan sendi berulang dan obesitas.
2.
Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah
satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan tulang berkurang.
Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan kehilangan
tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II adalah
hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.
3.
Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi
dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas
arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu
terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal
4.
Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia
memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah masih tetap normal
meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi diabetes
melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl dan
kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang
buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai
ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa
gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat
badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
5.
Dimensia
Merupakan kumpulan gejala
yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan daya ingat secara
perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari.
Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah
(hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor
risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan
individu dengan pendidikan rendah.
6.
Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah
jantung sehingga aliran darah menuju jantung terganggu. Gejala umum yang
terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingungan.
7.
Kanker
Kanker merupakan sebuah
keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami perubahan bahkan sampai
merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini mengalami mutasi
karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi normalnya.
Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang ringan
sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan
penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling
utama adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun.
Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul kanker meningkat.
2.2 Konsep Diabetes Mellitus
2.2.1 Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit dimana kadar glukosanya (gula sederhana) di
dalam darah tinggi akibat tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan cukup
insulin. Insulin sendiri merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang
bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah normal (Fitria, 2009).
Dengan kata lain Diabetes adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula
sederhana) dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup. Sedangkan insulin sendiri adalah hormon yang
dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar
gula darah yang normal. Insulin memasukan gula ke dalam darah yang normal.
Insulin memasukan gula ke dalam sel sehingga dapat menghasilkan energi atau
disimpan sebagai cadangan energi (Mirza Maulana, 2008).
2.2.2 Klasifikasi
Diabetes Mellitus
1. Diabetes
Mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 dulu disebut insulin – dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung
pada insulin), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan kehilangan sel beta
penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi
kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes
tipe ini dapat diderita oleh anak anak maupun orang dewasa.
2. Diabetes
Mellitus tipe 2
Diabetes
Mellitus tipe 2 dulu disebut non – insulin – dependent diabetes mellitus (NIDDM,
“diabetes yang tidak bergantung pada insulin”) terjadi karena kombinasi dari
“kecatatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap insulin” atau
“berkurangnya sensitifitas terhadap insulin” (adanya efek respon jaringan
terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran sel.
3. Diabetes
Gestasional
Diabetes
Mellitus pada kehamilan atau sering disebut
diabetes Mellitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada
ibu-ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama
dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air
kecil (Polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi) (Fitria, 2009).
2.2.3 Etiologi
Diabetes
1)
Kelebihan
karbohidrat/ Obesitas
Tingginya jumlah
penderita diabetes mellitus (DM) di
Indonesia diakibatkan pola makan orang Indonesia yang terlalu banyak
mengonsumsi karbohidrat. Dengan nasi sebagai makanan pokok, tidak aneh jika
negeri ini menduduki posisi keempat dalam jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia. Nasi mengandung glukosa dalam
kuantitas banyak dan glukosa yang berkebihan merupakan salah satu penyebab
penyakit diabetes mellitus (Fitria,
2009).
2)
Keturunan/Kelainan
genetika
Diabetes
dapat menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik (Fitria, 2009).
Diabetes tipe II
lebih banyak erkait dengan factor riwayat kleuarga atau keturunan daripada
diabetes tipe I, kemungkinan seseorang yang terkena diabetes hanya 3-5 % bila
orang tua atau saudaranya adalah penderita diabetes. Apabila penderita diabetes
mempunyai saudara kembar sat telur (identical twins), kemudian saudaranya
terkena diabetes tipe I adalah 35-45 %. Pada diabetes tipe II, pada identical twins kemungkinan untuk
terkena diabetes tipe II, kemungkinan untuk terkena diabetes tipe II adalah 90%
Bila salah satu orang tua mengidap diabetes mellitus, kemungkinan terkena
diabetes mellitus menjadi lebih dari 50 % (Tjandra, 2008).
3)
Usia
Umumnya usia
mengalami perubahan fisiologi yang secara drastis menurun dengan cepat setelah
usia 40 tahun. Diabetes sering muncul
setelah seseorang memasuki daerah rawan tersebut, terutama setelah usia 45
tahun dan pada mereka yang berat badannya berlebih sehingga tubuhnya tidak peka
terhadap insulin (Fitria, 2009).
4)
Stress
Stress kronis yang cenderung
membuat seorang mencari makanan yang manis manis dan berlemak tinggi untuk
meningkatkan kadar lemak serotonin
otak. Serotonin ini mempunyai efek
penenang sementara untuk meredakan stresnya, tetapi gula dan lemak itulah yang
berbahaya bagi mereka yang beresiko diabetes (Fitria, 2009).
5)
Pola makan yang
salah
Kurang
gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko terkena diabetes.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas.
Sedangkan obesitas (gemuk berlebihan) mengakibatkan gangguan kerja
insulin (retensi insulin).
Kurang
gizi dapat terjadi selama kehamilan,
masa anak anak, pada usia dewasa akibat diet ketat berlebih. Sedangkan kurang
gizi pada janin mungkin terjadi karena ibunya merokok atau mengonsumsi alkohol
selama hamilnya. Sebaliknya, obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya
lemak, tetapi lebih disebabkan jumlah konsunsi yang terlalu banyak, sehingga
cadangan gula darah yang disimpan di dalam tubuh sangat berlebihan (Fitria,
2009).
6) Infeksi
Pada
kasus diabetes tipe I yang terjadi pada anak, sering kali didahului dengan
infeksi flu atau batuk pilek yang terjadi berulang-ulang. Penyebabnya adalah
infeksi oleh virus, seperti mumps dan
coxsackie, yang dapat merusak sel
pancreas dan menimbulkan diabetes.
Sering
kali keadaan ini tidak diwaspadai. Tanpa disadari, anak tersebut kondisinya
turun, kejang atau koma, karena glukosa darah tinggi, anak tersebut harus
diobati dengan insulin (Tjandra, 2008).
7) Riwayat
Diabetes pada Kehamilan
Diabetes
pada kehamilan atau gestasional diabetes dapat
terjadi pada 2-5% ibu hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir.
Namun, lebih dari setengahnya akan terkena diabetes di kemudian hari. Semua ibu
hamil harus diperiksa glukosa darahnya. Ibu hamil dengan diabetes dapat
melahirkan bayi besar dengan berat badan lebih dari 4 kg. Apabila hal ini
terjadi ibu akan mengidap diabetes mellitus tipe II kemudian hari (Tjandra,
2008).
8) Kurang Gerak
Badan
Makin
kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktivitas fisik membantu seseorang dalam mengontrol berat badan. Glukosa
dibakar menjadi energi, Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin.
Peredaran darah lebih baik. Dan terjadinya diabetes tipe II akan turun menjadi
lebih dari 50% (Tjandra, 2008).
2.2.4 Patofisiologi
Pengolahan
bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus.
Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas karbohidrat dipecah
menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam
lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan
oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai
bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar melalui proses
kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses
metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam
sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormone
yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin tidak ada maka glukosa
tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa tetap berada di pembuluh darah yang
artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes Mellitus tipe 1, terjadi
kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibody
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada Diabetes Mellitus tipe 2,
jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan
glukosa dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly, 2006).
2.2.5 Manifestasi klinis penyakit dibetes mellitus
1) Gejala
akut
Gejala penyakit DM ini dari satu
penderita ke penderita yang lainnya tidaklah selalu sama, dengan gejala yang
disebutkan disini adalah gejala umum yang timbul dengan tidak mengurangi
kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes yang tidak menunjukkan gejala
apapun sampai pada saat tertentu.
1.
Pada permulaan
gejala di tunjukkan meliputi tiga serba banyak yaitu :
(1)
Banyak makan (Polifagia)
(2)
Banyak minum (Polidipsia)
(3)
Banyak kencing (Poliuria)
Atau disingkat
“3 P”. dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus
naik-bertambah gemuk, karena pada saat ini jumlah insulin masih mencukupi.
2.
Bila keadaan
tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang di
sebabkan oleh kurangnya insulin. Jadi bukan 3P lagi, melainkan 2P saja (polidipsia dan poliuria) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang, bahkan kadang kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
melebihi 500 mg/dl disertai :
(1)
Banyak minum
(2)
Banyak kencing
(3)
Berat badan
turun dengan cepat (bisa 5 - 10 kg dalam waktu 2 - 4 minggu)
(4)
Mudah lelah
(5)
Bila tidak lekas
di obati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak
sadarkan diri) dan disebut koma diabetik. Koma diabetik adalah koma
penderita Diabetes Mellitus akibat
kadar gula glukosa darah terlalu tinggi (melebihi 600 mg/dl). Kenyataannya
gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan
utama penderita untuk pergi berobat ke dokter (Misnadiarly, 2006).
2)
Gejala kronik
Kadang-kadang
penderita Diabetes Mellitus tidak
menunjukkan gejala akut (mendadak) tetapi baru menunjukkan gejala sesudah
beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit Diabetes Mellitus. Gejala ini disebut gejala menahun.
Gejala kronik
yang sering timbul adalah seorang penderita dapat mengalami beberapa gejala
tersebut di bawah ini :
a)
Kesemutan
b)
Kulit terasa
panas (wedangen) atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
c)
Rasa tebal
dikulit sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur.
d)
Kram
e)
Capek
f)
Mudah mengantuk
g)
Mata kabur
biasanya sering ganti kacamata
h)
Gatal disekitar
kemaluan, terutama wanita
i)
Gigi mudah goyah
dan mudah lepas
j)
Kemampuan
seksual menurun, bahkan impoten
k)
Para ibu hamil
sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau dengan
berat badan lahir > 4 kg (Misnadiarly, 2006).
2.2.6 Orang-orang
yang Beresiko Mengidap Diabetes
Millitus
Penyakit Diabetes Mellitus kebanyakan adalah
penyakit keturunan, bukan penyakit menular. Meskipun demikian tidak berarti
penyakit ini pasti menurun pada anak. Walaupun kedua orang tua menderita Diabetes Mellitus, kadang-kadang anaknya
tidak ada yang menderita Diabetes
Mellitus.
Berikut ini adalah urutan yang
menunjukkan siapa saja yang mempunyai kemungkinan akan menderita penyakit DM,
yaitu:
1)
Kedua orang
tuanya mengidap penyakit DM
2)
Salah satu orang
tuanya atau saudara kandungnya mengidap penyakit DM
3)
Salah satu
anggota keluarga (nenek, paman, bibi, keponakan, sepupu) mengidap DM
4)
Pernah
melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4 kg
5)
Pada
waktu pemeriksaan kesehatan pernah ditemukan kadar glukosa darah melebihi
antara 140 -200 mg/dl
6)
Menderita
penyakit lever (hati) kronik atau agak berat
7)
terlalu
lama minum obat-obatan, mendapat suntikan atau minum tablet golongan
kortikosteroid (sering digunakan oleh penderita asma, penyakit kulit, penyakit
reumatik, dll) misalnya prednisone, oradexon, kenacort, rheumacyl,
kortison, hidrokortison.
8)
Terkena
infeksi virus tertentu misalnya virus morbili, virus yang menyerang kelenjar
ludah, dll.
Terkena obat-obatan anti serangga
(insektisida) (Misnadiarly, 2006)
2.2.7 Konsep Kadar Gula Darah
1. Pengertian
Kadar gula
darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di dalam darah.
Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di
dalam tubuh. Umumnya tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit
sepanjang hari (70-150 mg/dl). Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya
berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum orang makan (Henrikson J. E.
et al., 2009).
2.
Tipe-Tipe
Pemeriksaan Glukosa
Darah.
1)
Pemeriksaan Gula Darah
puasa yaitu mengukur kadar glukosa
darah sebelum makan
setidaknya 8 jam.
2)
Pemeriksaan Gula Darah
Postprandial
yaitu mengukur 2 jam kadar gula darah tepat sebelum 2 jam makan
3)
Pemeriksaan
Gula Darah AD Random yaitu mengukur kadar glukosa darah tanpa melihat waktu
makan terakhir (Henrikson
J.E.et al, 2009).
Terjadinya
penyulit kronik diabetes mellitus adalah sebagai akibat kelainan metabolik yang
ditemui pada penderita diabetes mellitus. Atas dasar hipotesis ini Kelly West
lebih setuju menganggap kelainan vaskuler sebagai manifestasi patologis
diabetes mellitus daripada sebagai penyulit, karena eratnya hubungan dengan
kadar glukosa darah yang abnormal.
Mengenai
pathogenesis terjadinya penyulit kronik diabetes mellitus akibat hiperglikemia
juga ada berbagai teori yang menjelaskan, antara lain :
a.
Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan
menyebabkan penumpukan glukosa pada sel dan jaringan tertentu yang dapat
mentransportasi glukosa ke dalam sel tanpa insulin. Sebagian diantaranya akan
dimetabolisme melalui sorbitol dengan enzim aldose reduktase menjadi fruktosa.
Sorbitol yang tertumpuk pada sel atau jaringan tersebut akan menyebabkan
terjadinya penyulit kronik diabetes mellitus. Teori ini tidak dapat menerangkan
terjadinya semua penyulit diabetes mellitus.
b.
Teori Glikasi
Akibat hiperglikemia akan
menyebabkan terjadinya proses glikasi pada semua protein, terutama dengan
mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikolisis pada protein membrane
basal dapat menerangkan semua kejadian komplikasi diabetes mellitus baik
penyulit mikro maupun makrovaskuler diabetes mellitus.
c.
Teori
Pembentukan Diacylglycerol
Adanya hiperglikemia
intraselular juga menyebabkan terbentuknya Diacylglycerol
yang pada gilirannya akan menyebabkan terjadinya komplikasi kronik diabetes
mellitus. Melalui berbagai mekanisme tersebut akan terjadi ketidak-seimbangan
oksidatif, terjadi stress oksidatif yang akan menyebabkan perubahan yang
mengarah pada terjadinya komplikasi kronik diabetes mellitus (unifying theory) (Soegondo, 2009).
3. Tingkatan Kadar Gula Darah
Tabel
2.1 Tingkatan kadar gula darah dengan
gejala-gejala yang khas pada Diabetes Mellitus
Tingkatan
Kadar Gula Darah
|
|||
TINGKATAN
|
mmol/L
|
mg/dl
|
GEJALA-GEJALA
|
KADAR GULA DARAH TINGGI
(Hyperglycaemia)
|
23.0
|
414
|
·
Sangat
haus
·
Keletihan
·
Kelemahan
·
Kehilangan
berat
·
Sering
buang air kecil
·
Pandangan
kabur
|
21.0
|
378
|
||
19.0
|
324
|
||
17.0
|
306
|
||
15.0
|
270
|
||
13.0
|
234
|
||
10.0
|
180
|
||
KADAR GULA DARAH
|
7.0
|
126
|
|
6.0
|
108
|
||
5.0
|
90
|
||
KADAR GULA DARAH RENDAH
(Hypoglycaemia)
|
3.8
|
68.4
|
·
Rasa
lapar
·
Berkeringat
·
Mual
·
Lekas
marah
·
Lemah
·
Berguncang
·
Sakit
kepala
·
Bingung
|
2.5
|
45
|
||
0.0
|
0.0
|
(www.bodyclinicindonesia.com)
Seiring dengan proses penuaan, semakin banyak lansia
yang berisiko terhadap terjadinya DM, sehingga sekarang dikenal istilah
prediabetes. Prediabetes merupakan kondisi tingginya gula darah puasa (gula
darah puasa 100-125 mg/ dl) atau gangguan toleransi glukosa (kadar gula darah
140-199 mg/dl, 2 jam setelah pembebanan 75 g glukosa). Modifikasi gaya hidup mencakup
menjaga pola makan yang baik, olah raga dan penurunan berat badan dapat
memperlambat perkembangan prediabetes menjadi DM. Bila kadar gula darah
mencapai >200 mg/dl maka pasien ini masuk dalam kelas Diabetes Melitus (DM). Gangguan metabolisme
karbohidrat pada lansia meliputi tiga hal yaitu resistensi insulin, hilangnya
pelepasan insulin fase pertama sehingga lonjakan awal insulin postprandial
tidak terjadi pada lansia dengan DM, peningkatan kadar glukosa postprandial dengan
kadar gula glukosa puasa normal (Kuniawan, 2010).
4. Faktor-faktor
pemicu peningkatan kadar gula darah
a.
Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus.
Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan sekresi insulin
dalam jumlah yang memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat
dan pastinya akan menyebabkan diabetes mellitus.
b.
Obesitas (kegemukan)
Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg
cenderung memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes
mellitus. Sembilan dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes
mellitus.
c.
Faktor genetik
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua
kepada anak. Gen penyebab
diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit walaupun
resikonya sangat kecil.
d.
Bahan-bahan
kimia dan obat-obatan
Bahan-bahan kimia dapat
mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas, radang pada pankreas
akan mengakibatkan radang pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi
hormone-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis
residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat megiritasi pankreas.
e.
Penyakit dan infeksi pada pankreas
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas
juga dapat menyebabkan radang pankreas yang
otomatis menyebabkan fungsi hormon pankreas turun sehingga tidak ada
sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit
seperti kolesterol yang tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan resiko
terkena diabetes mellitus.
f.
Pola hidup
Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab
diabetes mellitus. Jika orang malas berolah raga memiliki resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olahraga berfungsi untuk
membakar kalori yang berlebihan di dalam tubuh. Kalori yang tertimbun di dalam
tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes mellitus selain disfungsi
pankreas.
g.
Olahraga
Manfaat membakar kalori dan mengurangi lemak tubuh
sehingga dapat meningkatkan kemampuan metabolisme sel dalam menyerap dan
menyimpan glukosa dan salah satu penyebab dari kekambuhan diabetes mellitus
yaitu karena ketidakteraturan dalam mengkonsumsi obat.
h.
Konsumsi obat yang tidak teratur
Pengonsumsian obat yang tidak sesuai anjuran
dokter karena kesibukan/aktifitas yang padat sehingga mengakibatkan derajat
kesehatan menurun (http://www.kulinet.com)
5.
Pemicu lain dalam peningkatan gula
darah
a.
Kurang tidur
Jika kualitas tidur tidak didapat, metabolisme jadi
terganggu. Hasil riset dari para ahli dari University
of Chicago mengungkapkan, kurang tidur selama 3 hari mengakibatkan kemampuan
tubuh memproses glukosa menurun drastis yang artinya resiko diabetes mellitus
meningkat. Kurang tidur juga dapat merangsang sejenis hormon dalam darah yang
memicu nafsu makan. Didorong rasa lapar, penderita gangguan tidur terpicu
menyantap makanan berkalori tinggi yang membuat kadar gula darah naik.
b.
Sering stress
Stress sama
seperti banjir, harus dialirkan agar tidak terjadi banjir besar. Saat stress datang, tubuh akan meningkatkan produksi
hormone epinephrine dan kortisol supaya gula darah naik dan ada cadangan energi
untuk beraktifitas. Tubuh kita memang dirancang sedemikian rupa untuk maksud
yang baik. Namun, kalau gula darah terus dipicu tinggi karena stress
berkepanjangan tanpa jalan keluar, sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan.
c.
Kecanduan rokok
Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 4.572
relawan pria dan wanita menemukan bahwa resiko perokok aktif terhadap diabetes
naik sebesar 22%. Disebutkan pula bahwa naiknya resiko tidak cuma disebabkan
oleh rokok, tetapi kombinasi berbagai gaya
hidup tidak sehat, seperti pola makan dan olahraga.
d.
Menggunakan pil kontrasepsi
Kebanyakan pil kontrasepsi terbuat dari kombinasi
hormone estrogen dan progestin, atau progestin saja. Pil kombinasi sering
menyebabkan perubahan kadar gula darah. Menururt dr. Dyah Purnamasari S.,
Sp.PD., dari Divisi Metabolik Endokrinologi RSCM, kerja hormon pil kontrasepsi
berlawanan dengan kerja insulin. Karena kerja insulin dilawan, pankreas dipaksa
bekerja lebih keras untuk memproduksi insulin. Jika terlalu lama dibiarkan,
pankreas menjadi letih dan tidak berfungsi dengan baik.
e.
Minuman bersoda
Dari penelitian yang dilakukan oleh The Nurse’s Health Study II terhadap
51.603 wanita usia 22-44 tahun, ditemukan bahwa peningkatan konsumsi minuman
bersoda membuat berat badan dan resiko diabetes mellitus melambung tinggi. Para peneliti mengatakan, kenaikan resiko itu terjadi
karena kandungan pemanis yang ada dalam minuman bersoda. Selain itu, asupan
kalori cair tidak membuat kita kenyang sehingga terdorong untuk minum lebih
banyak.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan
yang ditujukan untuk Diabetes Mellitus
pada umumnya untuk menegakkan diagnosis klinis. bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain
yang mungkin ditemukan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensia pada pasien pria, serta ptiuritus
vulvae pada pasien wanita.
Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa >126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal
(Misnadiarly, 2006).
Cara pelaksanaan TTGO menurut (WHO,
1985) dalam Misnadiarly (2006).
1)
3 hari
sebelumnya makan seperti biasa
2)
Kegiatan jasmani
secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
3)
Puasa semalam, selama
10 – 12 jam
4)
Kadar glukosa
darah puasa diperiksa
5)
Diberikan
glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kg BB anak, dilarutkan dalam air
250 ml, dan diminum selama/ dalam waktu 5 menit
6)
Diperiksa
kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. Selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus
1)
Kadar glukosa
darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl atau
2)
Kadar glukosa
darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl. Puasa berarti tidak ada masukan
kalori sejak 10 jam terakhir atau
3)
Kadar glukosaa
darah plasma 2.200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO.
7. Komplikasi Penyakit Diabetes
Mellitus
Menurut
Misnadiarly (2006) komplikasi dapat muncul secara akut dan kronik (yang timbul
beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap DM).
1) Komplikasi Akut
Diabetes Mellitus
a) Reaksi
Hipoglikemia
Reaksi Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, dsb.
Dalam keadaan hipoglikemia, penderita
harus segera diberi roti dan pisang. bila tidak tertolong, diberi minum air teh
bergula satu atau dua gelas. Jika keadaan ini tidak segera diobati, penderita
akan tidak sadarkan diri. Koma ini disebabkan oleh kekurangan glukosa di dalam
darah, koma ini disebut “ koma hipoglikemia”.
Gejala hipoglikemia mula-mula berupa gejala adrenergik seperti pucat,
berkeringat, takikardi, palpitasi, lapar, lemas dan gugup.
b)
Koma Diabetik
Koma diabetik
ini timbul karena kadar glukosa dalam darah terlalu tinggi, dan biasanya >
600 mg/dl.
Gejala yang
sering timbul adalah :
(1)
Nafsu makan
menurun (biasanya penderita DM mempunyai nafsu makan yang besar)
(2)
Haus, minum
banyak, kencing banyak
(3)
Kemudian disusul
rasa mual, muntah, nafas penderita menjadi cepat dan dalam, serta bau aceton.
(4)
Sering
disertai panas badan, karena biasanya ada infeksi. Harus segera dibawa ke rumah
sakit.
c)
Infeksi
Pengidap diabetes cenderung terkena infeksi
karena 3 alasan utama :
(1)
Bakteri tumbuh
baik jika kadar glukosa darah tinggi.
(2)
Mekanisme
pertahanan tubuh rendah pada orang yang terkena Diabetes.
(3)
Komplikasi
terkait Diabetes yang meningkatkan
resiko infeksi
Infeksi yang
pada umumnya menyerang pengidap Diabetes
termasuk infeksi kulit, infeksi saluran kencing, penyakit pada gusi,
tuberculosis, dan beberapa jenis infeksi jamur.
2) Komplikasi
Kronik Penyakit Diabetes meillitus
a)
Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah
Aterosklerosis adalah sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di
kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah yang
mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman atau lemas saat berjalan. Jika suplai
darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama bisa terjadi
kematian pada jaringan.
b)
Kerusakan pada
Ginjal (Nefropati)
Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil ginjal akibatnya
efesiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Pasien dengan nefropati
menunjukkan gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai
keluhan sesak nafas akibat penimbunan cairan.
Adanya
gagal ginjal dibuktikan akibat kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang
berkisar antara 2 – 7,1 % pasien Diabetes
Mellitus. Adanya proteinuria yang yang persisten tanpa adanya kelainan
ginjal yang lainnya merupakan salah satu tanda awal nefropati diabetik.
c)
Kerusakan Saraf
(Neuropati)
Gula darah tinggi menghancurkan
serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf. saraf yang rusak tidak
bisa mengirimkan sinyal ke otak dan dari otak denagn baik, sehingga akibatnya
bisa kehilangan indra perasa, meningkatnya indera perasa atau nyeri di bagian
yang terganggu. Kerusakan saraf tepi tubuh lebih sering terjadi. Kerusakan
dimulai dari jempol kaki serta berlanjut hingga telapak kaki dan seluruh kaki
yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa
tertusuk, atau kram pada otot kaki.
d)
Kerusakan pada
Mata (Retinopati)
Retina mata terganggu sehingga
terjadi kehilangan sebagian atau seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati
diabetik mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan.
8. Keadaaan Fisik Penderita Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus
Karena penderita
kurang memperhatikan kesehatannya, komplikasi Diabetes Mellitus dapat dengan mudah menyerang seluruh organ tubuh
maupun alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki termasuk semua alat
tubuh didalamnya.
1)
Rambut
Penderita Diabetes Mellitus yang sudah kronis/ menahun
dan tidak terawat secara baik, biasanya rambutnya lebih tipis dan jika akar
rambut terserang, maka rambut mudah rontok.
2)
Telinga
a)
Karena urat
saraf alat pendengaran penderita Diabetes
Mellitus mudah rusak, telinga sering mendenging.
b)
Bila keadaan ini
tidak segera diobati dan Diabetes Mellitus
yang dideritanya tidak dirawat dengan baik, pendengarannya akan merosot, bahkan
dapat menjadi tuli.
3)
Mata
a)
Bila kadar
glukosa darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung penderita mengeluh
kabur. tetapi apabila Diabetes Mellitus
yang dideritanya dirawat dengan baik, penglihatan akan terang kembali dalam
waktu 2 – 4 minggu
b)
Komplikasi
menahun lainnya pada mata adalah meningkatnya tekanan bola mata yang disebut Glaukoma.
c)
Produksi air
mata penderita Diabetes Mellitus bisa
juga menurun, sehingga perlu diberi obat tetes mata, karena mata terasa kering
(Misnadiarly, 2006).
9. Pemeriksaan Fisik yang Dilakukan pada Pasein Diabetes
Pemeriksaan
fisik yang dilakukan yaitu focus pada organ tubuh yang sering terkena
komplikasi akibat diabetes. Misalnya: Mata,
kaki, jantung, saraf, serta pembuluh darah.
1)
Tinggi dan Berat
Badan
Perubahan berat
badan yang cepat bisa merupakan indikasi perubahan dalam control kadar gula
darah. Kenaikan berat badan bisa menandakan glukosa darah yang mulai turun,
sedangkan berat badan turun mungkin disebabkan oleh glukosa darah yang tinggi,
disamping kemungkinan lain, seperti hipertiroid, depresi, atau gangguan
pencernaan.
2)
Tekanan Darah
Tekanan darah
tinggi banyak ditemukan pada diabetes
Tipe 2 dan mempermudah terjadinya gangguan ginjal. Bila ada gangguan saraf
otonom, tekanan darah bisa mendadak turun pada saat berubah posisi dari tidur
ke posisi berdiri. Akibatnya bisa pusing sampai rasa gelap seperti mau pingsan.
Pengukuran tekanan darah perlu diulang berkali-kali dengan cara yang tepat.
3)
Mata
Penggunaan Opthalmoscope diperlukan untuk melihat
keadaan retina.
4)
Pemeriksaan
Organ Dalam
Pemeriksaan organ
dalam digunakan untuk mengetahui apakah ada pembesaran hati yang sering
ditemukan pada diabetes tipe 2.
5)
Pemeriksaan Nadi
Pembuluh darah
nadi yang menyempit kadang bisa diketahui dengan menggunakan stethoscope. Suara bising aliran darah akan terdengar,
misalnya di daerah leher untuk aliran darah ke otak, atau di daerah tungkai
untuk aliran darah ke kaki.
6)
Kaki
Mencari dan
mengobati luka kaki secara dini penting sekali untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut dan tidak timbul bisul atau borok yang dapat mengakibatkan tindakan
amputasi. Infeksi atau luka kecil harus ditangani dengan serius (Tandra, 2008).
10. Pencegahan Diabetes
Peningkatan
prevalensi Diabetes Mellitus
menunjukkan pentingnya upaya pencegahan. Diabetes
Mellitus timbul karena faktor keturunan dan perilaku. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan itu berjalan
lambat, sedangkan penyebab terbesar Diabetes
Mellitus saat ini merupakan pencerminan perubahan gaya hidup.
Pencegahan
terhadap penyakit Diabetes Mellitus
dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan terbagi menjadi beberapa tipe:
1)
Pencegahan
Primer
Pencegahan
primer adalah upaya yang ditujukan kepada orang-orang yang termasuk kedalam
kategori beresiko tinggi, yaitu orang-orang yang belum terkena penyakit ini
tetapi berpotensi untuk mendapatkannya. Untuk pencegahan secara primer, sangat
perlu diketahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang berpengaruh
terhadap terjadinya diabetes mellitus, serta upaya yang dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Edukasi berperan penting dalam pencegahan secara primer dengan memberikan pedoman
sebagai berikut :
a)
Mempertahankan
pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang.
b)
Melakukan
kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan kemampuan
c)
Menghindari obat
yang bersifat diabetogenik.
2) Pencegahan Sekunder
Percegahan
sekunder merupakan suatu upaya pencegahan dan menghambat timbulnya penyakit
dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini
dilakukan dengan pemeriksaan penyaring. Edukasi mengenai Diabetes Mellitus dan pengelolaannya dapat meningkatkan kepatuhan
pasien untuk berobat.
Sarana untuk
mencapai sasaran kadar glukosa darah yang terkendali antara lain :
a)
Perencanaan
makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan idaman sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
b)
Kegiatan jasmani
yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien
c)
Obat-obatan
d)
Penyuluhan untuk
menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar kemudian didapatkan
pengertian yang baik dan keikutsertaan pasien dalam usaha mengendalikan kadar
glukosa darahnya.
2)
Pencegahan
Tersier
Berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini
mungkin sebelum penderita mengalami kecatatan yang menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar
disiplin terkait sangat diperlukan (Soegondo, 2009).
11. Kriteria Pengendalian
Tabel 2.2 Kriteria Pengendalian
Keterangan
|
Baik
|
Sedang
|
Buruk
|
Glukosa darah
puasa (mg/dL)
|
80-109
|
110-125
|
≥126
|
Glukosa darah
2 jam (mg/dL)
|
110-144
|
145-179
|
≥180
|
AIC (%)
|
<6,5
|
6,5-8
|
>8
|
Kolesterol total (mg/dL)
|
<200
|
200-239
|
≥240
|
Kolesterol LDL (mg/dL)
|
<100
|
100-129
|
≥130
|
Kolesterol HDL (mg/dL)
|
>45
|
|
|
Trigliserida (mg/dL)
|
<150
|
150-199
|
≥200
|
IMT (kg/m2)
|
18,5-22,9
|
23-25
|
>25
|
Tekanan darah (mmHg)
|
<130/80
|
130-140/80-90
|
>140/90
|
Untuk pasien
berumur > 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari pada biasa
(puasa < 150 mg/dL dan sesudah makan <200 mg/dL), demikian pula kadar
lipid, tekanan darah, dll mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang (Soegondo,
2009).
12. Cara mengatasi Diabetes
1)
Diet
Penderita Diabetes Mellitus sangat dianjurkan
untuk menjalankan diet sesuai dengan apa yang dianjurkan, bagi yang mendapat
pengobatan anti deuretik atau insulin, harus mantaati diet secara terus
menerus, baik dalam jumlah kalori maupun komposisi. Selain itu waktu makan juga
harus diatur. Ketaatan ini juga perlu diperhatikan pada saat : undangan,
melakukan perjalanan, olah raga, dan aktivitas lain.
2) Pengobatan
Tujuan utama
dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam
kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan
terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang semakin berkurang.
3) Olah Raga
Olah raga bagi
penderita diabetes sangat individual
dan dipengaruhi oleh keadaan penderita. Penderita dengan stroke tentu olah
raganya berbeda dengan penderita muda yang sifatnya relative sehat. Secara umum, olahraga yang disarankan
untuk penderita Diabetes Mellitus
adalah olah raga ringan atau jalan kaki. Lakukan olah raga 1 – 2 jam setelah
makan, terutama makan pagi hari selama ½ - 1 jam perhari, minimal 3 kali /
minggu.
4) Berpuasa
Pasien yang
hanya perlu mengendalikan pola makannya saja tidak akan mengalami kesulitan
dalam berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa.
5) Ubah Gaya Hidup
Faktor keturunan
memiliki pengaruh apakah seseorang dapat terkena diabetes atau tidak. Selain
keturunan, gaya
hidup juga berperan besar. Diabetes tipe 2 sering terjadi pada orang yang mengalami
obesitas. Obesitas atau kegemukan merupakan pemicu penting penyebab diabetes
(Fitria, 2009).
2.3 Aktivitas Jasmani
2.3.1 Definisi
Aktivitas jasmani adalah
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik)
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010; Physical
Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site,
2008).
2.3.2 Manfaat
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik secara
teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu :
1.
Terhindar dari penyakit
jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis, dan
lain-lain
2.
Berat badan terkendali
3.
Otot lebih lentur dan
tulang lebih kuat
4.
Bentuk tubuh menjadi
ideal dan proporsional
5.
Lebih percaya diri
6.
Lebih bertenaga dan
bugar
7.
Secara keseluruhan
keadaan kesehatan menjadi lebih baik (Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan RI 2006).
2.3.3 Tipe-tipe
Aktivitas jasmani
1. Ketahanan
(endurance)
Aktivitas
fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot,
dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk
mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7
hari per minggu).
Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
1)
Berjalan
kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja kira-kira
menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang
menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah
2)
Lari
ringan
3)
Berenang,
senam
4)
Bermain
tenis
5)
Berkebun dan kerja di taman.
2. Kelenturan
(flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat
membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur)
dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang
dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
1) Peregangan,
mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau sentakan, lakukan secara
teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki
2)
Senam
taichi, yoga
3)
Mencuci
pakaian, mobil
4)
Mengepel
lantai.
3. Kekuatan (strength)
Aktifitas
fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam
menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan
bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti
osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang
dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
1)
Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot
dan sendi dari kecelakaan
2)
Naik
turun tangga
3)
Angkat
berat/beban
4)
Membawa
belanjaan
5)
Mengikuti
kelas senam terstruktur dan terukur (fitness)
6)
Aktivitas
fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran
kalori), misalnya:
7)
Berjalan
kaki (5,6-7 kkal/menit)
8)
Berkebun
(5,6 kkal/menit)
9)
Menyetrika
(4,2 kkal/menit)
10) Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)
11) Membersihkan jendela (3,7
kkal/menit)
12) Mencuci baju (3,56 kkal/menit)
13) Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)
Aktivitas
yang dapat dilakukan antara lain:
1)
Menyapu
2)
Mengepel
3)
Mencuci
baju
4)
Menimba
air
5)
Berkebun/bercocok
tanam
6)
Membersihkan
kamar mandi
7)
Mengangkat
kayu atau memikul beban
8)
Mencangkul
9)
Dan kegiatan lain dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan
antara lain:
1)
Jalan
sehat dan jogging
2)
Bermain
tenis
3)
Bermain
bulu tangkis
4)
Sepakbola
5)
Senam
aerobik
6)
Senam
pernapasan
7)
Berenang
8)
Bermain
bola basket
9)
Bermain
voli
10) Bersepeda
11) Latihan
beban: dumble dan modifikasi lain
12) Mendaki
gunung, dll (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006).
2.3.4
Aktivitas Jasmani Untuk Lansia
Menurut
Wicaksono (2011), aktivitas fisik yang sesuai untuk lansia adalah :
a.
Jalan
kaki. Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah dan murah olah raga ini
sangat baik untuk sirkulasi darah dan kekuatan jantung. Jalan kaku dapat
divariasikan menjadi jalan cepat (fast
walking), ataupun juga jalan kaki aerobic (aerobic walking) dengan intensitas sedang (medium).
b.
Senam. Senam dapat dilakukan di dalam maupun
di luar ruangan. Olahraga ini sangat baik untuk peregangan dan kelenturan otot
juga pernafasan.
c. Berenang. Berenang sangat
bermafaat untuk persendian, terutama bagi kaum lansia yang menderita penyakit osteoarthrithis
d.
Bersepeda.
Bersepeda dapat dilakukan dengan yang stationer maupun yang jalan. Bersepeda
sangat baik untuk kelancaran peredaran darah dalam seluruh tubuh dan menguatkan
otot-otot jantung.
e.
Lari.
Lari merupakan olahraga yang banyak manfaatnya: menguatkan otot, mengecilkan
perut, menguatkan otot jantung, melancarkan peredaran darah, dan menurunkan
berat badan. Namun para lansia yang tidak kuat untuk berlaroi sebaiknya jangan
dipaksakan. Lakukan olahraga ini di lapangan yang luas dan berumput atau di
tempat yang tidak menimbulkan cidera atau bahaya bagi lansia. Dalam hal ini
factor keselamatan dan keamanan lebih diutamakan.
f.
Latihan dengan beban. Beolahraga
dengan beban yang ringan, latihan ini dapat menguatkan tulang dan otot
(Wicaksono, 2011).
2.4 Konsep Pengaruh Aktivitas Jasmani
Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Lansia Penderita Diabetes Mellitus
Diabetes adalah penyakit yang
serius. Terkena diabetes kadang membuat seseorang menjadi cemas, panik, dan
takut. Seseorang harus melakukan diet, olahraga yang teratur, minum obat, dan
bahkan harus disuntik insulin. Selain itu, adanya diabetes sering kali mengubah
gaya hidup seseorang menjadi lebih disiplin, lebih rajin berdiet dan
berolahraga, serta makin mengerti bagaimana menghadapai diabetes dengan benar.
Pada tahun 1920-an para dokter berdebat tentang penting atau tidaknya kontrol
glukosa darah yang baik.
Olahraga membakar kalori atau
glukosa dalam tubuh. Banyak orang melakukan olahraga keras untuk menurunkan
glukosa darah. Kadar gula darah perlu disesuaikan dengan dosis obat dan diet
agar glukosa darah tetap normal. Pemeriksaan gula darah perlu lebih sering
dilakukan bila seseorang berolahraga lebih banyak.
Berolahraga adalah suatu
keharusan bagi penderita diabetes, apalagi bila disertai kadar lemak darah yang
tinggi. Dengan berolahraga, berat badan dapat diturunkan. Bila olahraga
dilakukan secara teratur, berat badan yang sudah turun akan dipertahankan dan
tidak akan naik lagi.
Olahraga yang teratur juga
akan membakar kalori dalam tubuh, selain menurunkan berat badan, menurunkan
lemak dan glukosa darah, memperbaiki resistensi insulin, dan bisa memperbaiki
peredaran darah dan tekanan darah. Mulai berolahraga secara teratur, minimum 3
kali seminggu, dan paling sedikit 20 menit tiap kali anda berolahraga.
Selanjutnya biasakan berolahraga setiap hari. Jalan 30 menit setiap hari akan
membakar 150 kalori dan dapat menurunkan berat badan hingga 6-7 kilo dalam
setahun.
Bila berolahraga dengan
teratur, manfaat yang akan anda peroleh antara lain :
a.
Menjadi lebih bugar, lebih mudah melakukan aktivitas
sehari-hari
b.
Jarang merasa capek
c.
Otot dan sendi menjadi lebih lentur
d.
Tonus otot lebih baik
e. Anda tampak dan merasa
lebih enak
f. Mengurangi stress
g.
Lebih mudah berkonsentrasi
h.
Lebih percaya diri
i. Nafsu makan bisa lebih
terkontrol
j. Mencegah tulang keropos atau osteoporosis (Tjandra,
2008)
Pada lanjut usia terjadi
penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut jantung maksimal, toleransi
latihan, kapasitas aerobik, dan terjadinya peningkatan lemak tubuh. Dengan
melakukan olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau melambatkan
kehilangan fungsional tersebut. Bahkan dari berbagai penelitian senam lansia
dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan (Sukartini, 2006).
Insulin merupakan hormon yang berfungsi sebagai second
messenger dengan potensial listrik. Ada beberapa peristiwa yang terjadi setelah
insulin berikatan dengan reseptor membran; antara lain : terjadi perubahan
bentuk reseptor, sehingga reseptor akan berikatan silang dan membentuk
mikroagregat. Reseptor yang diinternalisasi akan menghasilkan satu atau lebih
sinyal. Setelah peristiwa tersebut, glukosa akan masuk ke dalam sel dan
membentuki glikogen (Dwi Noor, 2011). Proses pembakaran glukosa (karbohidrat) secara aerobik dapat ditulis dengan
persamaan reaksi : C6H12O6
+ 6O2 → 6CO2 + 6H2O + energi.
Reaksi
katabolisme karbohidrat melalui 4 tahap yaitu :
1.
Glikolisis merupakan serangkaian reaksi yang menguraikan satu molekul glukosa menjadi
dua molekul asam piruvat
2.
Dekarboksilasi oksidatif piruvat. Asam piruvat yaitu senyawa 3C diubah
menjadi senyawa 2C (asetil-SkoA) dengan melepaskan CO2
3.
Daur asam sitrat. Senyawa 2C yang dihasilkan tahap (2) diuraikan menjadi
CO2. Daur ini juga dikenal dengan nama daur Krebs. Penemu daur ini
adalah Sir Hans Krebs. Nama lain daur ini adalah daur asam trikarboksilat,
karena dalam daur ini ikut serta asam-asam dengan tiga gugus karboksil
4.
Oksidasi terminal dalam rantai respiratoris. Hidrogen yang dihasilkan oleh
substrat pada tahap (1) hingga (3) akhirnya berkombinasi dengan oksigen
membentuk air. Agar hal ini dapat berlangsung, terjadi suatu angkutan hidrogen
sepanjang suatu rantai sistem redoks, yaitu melalui suatu sistem
angkutan/transpor elektron. Energi yang dibebaskan oleh angkutan elektron ini
digunakan untuk pembentukan ATP (Rasyid, 2012).
Pada keadaan tertentu,
terutama bila kadar glukosa darah lebih tinggi dari 300 mg/dl, olahraga bisa
menimbulkan efek yang malah berlawanan. Glukosa darah bisa cepat naik. Sebab,
pada saat anda berolahraga tubuh akan melepaskan atau membentuk glukosa ekstra
untuk energi, sedangkan insulin tidak mencukupi untuk mengangkut glukosa yang
lebih itu ke dalam sel. Dalam keadaan ini, Anda perlu menjalani diet dengan
benar, olahraga teratur, di samping menggunakan obat untuk menurunkan glukosa
(Tjandra, 2008).
No comments:
Post a Comment