Friday 18 November 2016

Konsep disminorea

A. Definisi Disminorea
Beberapa definisi disminorea yaitu :
1. Disminorea adalah menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung serta biasanya terasa seperti kram (Varney. Jan M. Kriebs, 2007).
2. Disminorea adalah nyeri haid menjelang atau selma haid, sampai membuat wanita tersebut tidak dapat bekerja dan harus tidur. Nyeri sering bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas marah (Kapita Selekta Kedokteran, 2008).
3. Disminorea adalah nyeri haid mungkin merupakan gejala yang paling sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan pengobatan (Sarwono, 2009). 

B. Etiologi Disminorea
Penyebab nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya kelainan yang diamati.
1. Berdasarkan Jenis Nyeri
Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid di bagi menjadi :
a. Disminorea spasmodic
Merupakan nyeri haid yang terjadi sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak wanita terpaksa harus terbaring karena terlalu menderita oleh karena nyeri itu, sehingga tidak dapat mengerjakan apapun. Ada diantara mereka yang pingsan, mual dan sampai muntah. Disminorea spasmodic banyak diderita wanita muda walaupun dijumpai pula pada kalangan wanita yang berusia 40 tahun keatas. Disminorea spasmodic dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama walaupun banyak pula wanita yang mengalami hal seperti itu.
b. Disminorea Kongestif
Penderita disminorea kongestif biasanya akan tahu sejak berhari-hari sebelum masa haid habis, karena penderita dsminorea kongestif akan mengalami sakit kepala, sakit pada punggung, lelah, mudah tersinggung, gangguan tidur dan lain-lain. Proses menstruasi mungkin tidak menimbulkan nyeri jika sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang menderita disminorea kongestif akan merasa lebih baik.

2. Berdasarkan ada Tidaknya Kelainan yang Dapat Diamati
Berdasarkan ada tidaknya kelainan yang dapat diamati, nyeri haid dibagi menjadi : Disminorea Primer dan Disminorea Sekunder.
a. Disminorea Primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Disminorea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena itu siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak diseratai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada bebrapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pad aperut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, iritabilitas, dan sebagainya (Sarwono, 2009).
b. Disminorea sekunder disebabkan oleh kelainan ginekologik (salpingis kronika, endometritis, adenomiosis uteri, stenosis servisis uteri dan lain-lain) (Sarwono, 2009).
Disminorea sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh patologi pelvis secara anatomis atau makroskopis dan terutama pada wanita berusia 30-45 tahun (Widjanarko, 2006). Pengertian yang lain menyebutkan definisi disminorea sekunder sebagai nyeri yang muncul saat menstruasi namun disebabkan oleh adanya penyakit lain. Penyakit lain yang sering menyebabkan disminorea sekunder antara lain endometriosis, fibroid uterin, adenomyosis uterin, dan inflamasi pelvis kronis (Derby, 2008).
Pembagian klinis disminorea menurut Manuaba (2001 : 518)
a. Disminorea ringan : berlangsung beberapa saat dan dapat melanjutkan kerja sehari-hari
b. Disminorea sedang : diperlukan obat penghilang rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan kerjanya
c. Disminorea berat : mengganggu aktivitas, perlu istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, kemeng atau nyeri pinggang, diare, pingsan.

3. Faktor penyebab terjadinya disminorea primer dan sekunder
Faktor penyebab disminorea primer menurut Wiknjosastro (2005 : 229 - 230) yaitu :
a. Faktor kejiwaan : pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenorea.
b. Faktor konstitusi : faktor ini, yang erat hubunganya dengan faktor tersebut di atas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenorea.
c. Faktor obstruksi kanalis servikalis : salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadunya disminorea primer ialah stenosis kanalis servikalis.
d. Faktor endokrin : pada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada disminorea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot usus.
e. Faktor alergi : peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam etiologi disminorea primer.

4. Faktor penyebab disminorea sekunder menurut Morgan (2009 : 182 - 183) :
a. Penyakit Radang Panggul (PRP)
1) Awitan akut
2) Dispareunia
3) Nyeri tekan saat palpasi dan saat bergerak
4) Massa adneksa yang dapat teraba
b. Endometriosis
1) Dispareunia siklik
2) Intensitas nyeri semakin meningkat sepanjang menstruasi (tidak terjadi sebelum menstruasi dan tidak berakhir dalam beberapa jam, seperti pada kasus disminorea primer)
3) Nyeri yanng menetap bukanya kram dan mungkin spesifik pada sisi lesi
4) Kadang ditemukan nodul yang mungkin teraba selama pemeriksaan
c. Fibroleiomioma dan polip uterus
1) Awitan disminorea sekunder lebih lambat pada tahun reproduksi dari pada disminorea primer
2) Disertai perubahan dalam aliran menstruasi
3) Nyeri kram
4) Fibroleiomioma yang dapat teraba
5) Polip yang bisa atau tidak menonjol pada serviks
d. Prolaps Uterus
1) Awitan disminore sekunder lebih lambat pada tahun-tahun reproduktif daripada disminore primer
2) Lebih umum terjadi pada pasien multipara
3) Nyeri punggung awalnya dimulai saat premenstruasi dan menetap sepanjang menstruasi
4) Disertai dispareunia dan nyeri panggul yang lebih berat saat pramentruasi, dan mungkin dapat dipulihkan dengan posisi terlentang atau lutut-dada
5) Sistokel dan inkontinesia stres urine terjadi bersamaan

5. Perbandingan gejala disminorea primer dengan disminorea sekunder
Di bawah ini merupakan tabel perbandingan antara gejala disminorea primer dengan disminorea sekunder
Tabel 2.1 Perbandingan gejala disminorea primer dengan disminorea sekunder
Disminorea Primer
Disminorea Sekunder
Ø Timbul segera setelah terjadinya siklus haid yang teratur
Ø Sering pada nullipara
Ø Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
Ø Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid
Ø Tidak ada patologik pelvik
Ø Terjadi pada siklus haid ovulatorik
Ø Pengobatan medikamentosa
Ø Sering disertai nausea, vomitus, diarea, kelelahan, dan nyeri kepala
v Cenderung setelah mulai 2 tahun siklus haid teratur
v Tidak berhubungan dengan paritas
v Nyeri sering terasa terus – menerus dan tumpul
v Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
v Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
v Pengobatan operatif
v Terdapat kelainan pelvik
Sumber : (Ritaherlina, 2008)

C. Gejala Disminorea
Disminorea menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul saat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Disminorea juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah.
Menurut Maulana (2008) mengatakan bahwa gejala dan tanda dari disminorea adalah nyeri pada bagian bawah yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, serta mencapai puncaknya 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Disminorea juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit, diare, dan sering kemih. Kadang terjadi sampai muntah.
Disminorea merupakan nyeri hebat yang dirasakan pada saat haid sehingga penderitanya tidak dapat beraktivitas secara normal. Gejala-gejalanya antara lain dapat berupa:
1. Kram atau nyeri pada daerah perut atau punggung bagian bawah
2. Rasa nyeri seperti tertarik pada daerah paha bagian dalam
3. Diare
4. Nausea (mual)
5. Vomiting (muntah)
6. Sakit kepala
7. Pusing
(Riyanto, 2012)
Gejala disminorea yang paling umum adalah nyeri mirip kram di bagian bawah perut yang menyebar ke daerah piggang, dan paha. Gejala terkait lainnya adalah muntah, sakit kepala, cemas, kelelahan, dare, pusig, dan kembung atau perut terasa penuh, bahkan beberapa wanita mengalami nyeri sebelum menstruasi dimulai dan biasa berlangsung hingga beberapa hari (Wiknjosastro, 2007).

D. Patofisiolgi disminorea
Disminorea adalah nyeri yang terjadi tanpa tanda-tanda infeksi atau penyakit panggul. Disminorea biasanya terjadi akibat pelepasan berlebihan suatu prostaglandin F2a, dari sel-sel endometrium uterus. Prostaglandin F2a adalah suatu perangsang kuat kontraksi otot polos miometrium dan kontraksi pembuluh darah uterus, hal ini memperparah hipoksia uterus yang secara normal terjadi pada haid, sehingga timbul rasa nyeri hebat. Nyeri hebat tersebut dapat teratasi dengan inhibitor prostaglandin harus digunakan pada saat tanda awal nyeri muncul, atau sebagian wanita pad tanda pertama pengeluaran (Corwin, 2002).
Nyeri menstruai yang terjadi pada disminorea primer terutama disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hiperkontratilitas uterin, kurangnya aliran darah ke uterin, atau terjadi hipersentivitas saraf tepi (Dang, 2010). Prostaglandin dan Leukotrien terjadinya disminorea primer, berhubungan dengan siklus ovulasi yang normal tanpa disertai kelainan patologi pada panggul yang jelas. Setelah ovulasi, terjadi penumpukan asam lemak pada fosfolipid memberin sel sebagai respon terhadap progesteron. Kemudian tepat sebelum menstruasi, terjadi progesteron witdrawal sehingga asam lemak khususnya asam arakidonat dilepaskan dan menginisiasi kaskade prostaglandin dan leukotrien dalam uterus. Hal ini kemudian mencetuskan suatu respon inflamasi yang menyebabkan kontraksi abnormal pada terus. Respon inflamasi yang dimediasi oleh prostaglandin juga menimbulkan sistemik seperti nausea, muntah, perut kembung dan sakit kepala (Dang, 2010).
Diketahui bahwa kebanyakkan wanita dengan disminorea primer melepaskan prostaglandin F2ɑ (PGF2ɑ) yang luar biasa tinggi dalam cairan menstruasi dan jaringan endometrium. PGF 2ɑ yang dilepaskan ini akan menyebabkan akan vasokontriksi dan kontaraksi miometrium sehingga terjadi kram. Intensitas kram dan segala lain yang terjadi saat menstruasi berbanding lurus dengan kadar progesteron yang dilepaskan. Perbandingan PGF 2ɑ : PGE2 yang abnormal memicu terjadinyadisminorea (Dang, 2010). Leukotrien sudah dikenal sebagai faktor yang menyebabkan hipersenitivitas serabut nyeri pada uterus. Hal ini dikemukakan karena ditemukan kadar leukotrien yang meninggi pada wanita dewasa yang mengalami disminorea. Walaupun peran dan mekanisme leukotrien dalam peristiwa disminorea masih belum jelas, tetapi substansi ini merupakan vasokonstriktor dan mediatorinflamasi yang poten. Peningkatan produsi leukotrien melalui jalur yang melibatkan enzim 5-lipo-oksigenase dan bukannya melalui jalur siklooksigenase (COX) meningkatkan kemungkinan bahwa tipe disminorea yang tentu tidak beresponsi terhadap terapi OAINS (Dang,2010). Vasopresin merupakan suatu hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pitutari posterior. Akan tetapi, peranan vasopressin dalam menyebabkan disminorea belum diketahui. Dikemukakan bahwa peningkatan kadar vasopresin saat menstruasi menyebabkan kontraksi disritmia pada uterus diikuti dengan penurunan aliran darah ke uterus, dan akhirnya menyebabkan hipoksia pada uterus da hipersensitivitas miometrium ( Dang, 2010).

E. Pengobatan
Beberapa cara pengobatan di bawah ini mungkin dapat menghilangkan atau minimal membantu mengurangi nyeri haid yang mengganggu. Cara tersebut antara lain obat-obatan, rileksasi, hipnoterapi, dan berbagai alternatif pengobatan (Arifin, 2008).
1. Obat-obatan
Wanita dengan disminorea primer banyak yang diabantu dengan mengkonsumsi obat anti peradangan bukan (NSAID) yang menghambat produksi dan kerja prostaglandin. Obat itu termasuk aspirin, formula ibuprofen yang dijual bebas, dan naproksen. Untuk kram yang berat, pemberian NSAID seperti naproksen atau piroksikan dapatmembantu. Tidak ada satupun NSAID yang superior tiap orang menanggapi setiap obat dengan berbeda sehingga perlu dicoba beberapa jenis obat sampai menemukan satu obat yang dapat bekerja dengan baik (Arifin, 2008)
Beberapa dokter meresepkan pil KB untuk meredakan disminorea, tetapi hal itu tidak diaggap sebagai penggunaan yang tepat. Namun, hal itu dapat menjadi pengobatan yang sesuai bagi wanita yang ingin menggunakan alat KB berupa pil (Arifin, 2008).

2. Relaksasi
Tubuh kita bereaksi saat kita stress maupun ketika kita dalam keadaan rileks. Saat kita terancam atau takut, tubuh kita memberikan 2 macam reaksi, ‘ fight of flight’, yang dicetuskan oleh hormon adrenalin. Otot tubuh menjadi tegang, nafas lebih cepat, jantung berdenyut lebih cepat, tekanan darah meninggi untuk menyediakan oksigen bagi otot tubuh, gula dilepaskan dalam jumlah yang banyak dari hati untuk memberikan ‘bahan bakar’ bagi otot, keseimbangan natrium dan kalium berubah, dan keringat mulai bercucuran. Tanda pertama yang menunjukkan keadaan stress adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot (Arifin, 2008).
Akan tetapi jika kita rileks maka kita menempatkan tubuh kita pada posisi yang sebaliknya. Otot tidak tegang dan tidak memerlukan sedemikian banyak oksigen dan gula, jantung berdenyut lebih lambat, tekanan darah menurun, nafas lebih mudah, hati akan mengurangi pelepasan gula, natrium dan kalium dalam tubuh kembali seimbang, dan keringat berhenti bercucuran (Arifin, 2008).
Dalam kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormon adrenalin dan semua hormon yang di perlukan saat kita stress. Karena hormon seks esterogen dan progesteron serta hormon stress adrenalin dari blok bangunan kimiawi yang sama, ketika kita mengurangi stress kita juga telah mengurangi produksi kedua hormon stress tersebut. Jika, dapat kita lihat perlunya rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk memproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan haid yang bebas dari nyeri (Arifin, 2008)
Beberapa posisi yoga dipercaya dapat menghilangkan kram menstruasi. Salah satunya adalah peregangan kucing, sebuah latihan yang dirancang untuk meningkatan kondisi otot berguna juga untuk mengatasi nyeri saat haid (lihat majalah Nirmala edisi no.09/II/September 2000 untuk lebih mengetahui kombinasi gerakannya) (Arifin, 2008)

3. Hipnoterapi
Salah satu metode hipnoterapi adalah mengubah pola pikir dari yang negatif ke positif. Pendekatan yang umumnya dilakukan adalah memunculkan pikiran bawah sadar agar latar belakang permasalahan dapat diketahui dengan tepat (Arifin, 2008). Elyarnis -31 tahun – berhasil menghilangkan rasa sakit saat menstruasi dan melahirkan setelah ia mencoba metode hipnoterapi (Arifin, 2008)
Caranya adalah saat menstruasi belum datang, rilekskan tubuh dalam posisi terlentang di tempat tidur dengan kedua tangan berada disamping tubuh. Nonaktifkan pikiran. Dengan mata yang terpejam, sadari kondisi saat itu. Satelah benar-benar rileks dan nyaman, pelan-pelan instruksikan pada diri sendiri sebuah perintah yang bunyinya, “rasa sakit yang biasanya datang saat menstruasi, hilang!”. Ucapkan kalimat itu berulang-ulang dalam hati sembari meyakini bahwa hal itu pasti akan terjadi. Sekitar 15 menit kemudian, buka mata. Maka anda akan merasa segar dan nyaman, dan pikiran terasa lepas dari beban (Arifin, 2008)
Instruksikan itu dengan sendirinya menunjukkan pola pikir kita telah berubah. Menstruasi itu tidak harus sakit. Selama ini pikiran kita berpola bahwa menstruasi itu sakit , maka benar-benar sakit (Arifin 2008)
Seminggu sesudah terapi, meskipun jadwal menstruasi tinggal 1 hari lagi datang, ia tidak merasakan apa-apa. Ketika haid muncul, tidak aad rasa panas dan nyeri yang biasa menyertainya. Pegel-pegel sedikit memang masih ada tepi tidak terasa mengganggu (Arifin, 2008)

4. Alternatif pengobatan lain
Dalam mengatasi nyeri haid terdapat alternafive pengobatan lain selain obat, relaksasi, dan hipnoterapi seperti : kompres air hangat, olahraga teratur, terapi, visualisasi aroma terapi, dan pemijatan (masase).
a. Kompres air hangat
Kompres hangat merupakan suatu cara memberi rasa hangat dan pada klien dengan menggunakan heating pad (bantal pemanas), kompres dengan handuk atau botol yang berisi air hangat di perut dan punggung bawah, serta dapat pula dilakukan dengan cara berendam dalam air hangat. (Medicastore, 2004. Dysminorrhoea. http//.www.Medicine. com)
b. Olahraga yang teratur
Olahraga yang teratur selain dapat mengurangi nyeri juga dapat meningkatkan endorphin otak, dimana endorphin merupakan penawar sakit alami tubuh.
c. Terapi visualisasi
Terapi visualisasi yaitu visualisasi konsentrasi pada warna sakit sampai mencapai penguasaan atas nyeri yang nantinya akan mengurangi nyeri masayarakat.
d. Aroma terapi dan pemijatan (masase)
Aroma terapi dan pemijatan juga dapat mengurangi raa tidak nyaman. Pijatan yang ringan dan melingkar dengan menggunakan telunjuk pada perut bagian bawah akan sementara membantu mengurangi nyeri haid
(Medicastore. 2004. Dysmenorrhoea.http//www.Medicine. com)

F. Derajat nyeri disminorea
Ditinjau dari rasa nyeri tingkat nyeri disminorea dibagi menjadi :
1. Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tidak terpengaruhi.
2. Derajat 1 : Nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri seperti paracetamol, antalgin, postan, namun aktivitas jarang terpengaruhi.
3. Derajat 2 : nyeri sedang dan dapat tergolong dengan obat penghilang nyeri tetapi mengganggu aktivitas.
4. Derajat 3 : nyeri sangat hebat, nyeri berlangsung dan tidak berkurang walaupun minum obat dan tidak mampu bekerja. (Harun Riyanto, 2008)

G. Faktor yang Menimbulkan Disminorea
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan disminorea antara lain :
1. Menstruasi ovulator
Disminorea disini hany terjadi atau timbul bila uterus berada dibawah pengaruh progesteron.
2. Faktor psikologis
Pada disminorea faktor pendidikan dan psikis pada penderita sangat berpengaruh. Nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita. Sering kali setelah menikah dan melahirkan membawa perubahan psikis.
3. Faktor hormon steroid
Disminorea timbul karena pengaruh progesteron, sedangkan sintesis prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi corus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membrane lisosom A-2 yang berperan sebagai katalisotor dalam sontesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam arakidonat.
4. Faktor vasopressin
Wanita dengan disminorea primer ternyata memiliki kadar vasopresin yang sangat tinggi dibandngkan dengan wanita tanpa disminorea. Ini menunjukkan bahwa vasopresin pada saat haid menyababkan meningkatnya kontraksi uerus dan berkurangnya darah haid. Namun demikian peranan pasti vasopesin dalam mekanisme disminorea sampai saat ini belum jelas.
5. Faktor saraf simpatikus dan parasimpatikus
Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom yang terdiri dari sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Jeffcoate mengemukakan bahwa disminorea ditimbulkan oleh ketidaksinambungan pengendalian sistem saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebih oleh saraf simpatik sehingga serabut-serabut sirkuler pada itsmus dan ostium uteri internum menjdi hipertonik.
6. Berdasarkan teori prostaglandin
Peningkatan kadar prostaglandin penting peranannya sebagai penyebab terjadinya disminorea. Jeffcoate berpendapat bahwa terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat dalam darah haid, mirip lemak alamiah yang kemudan diketahui sebagai prostaglandin. Kadar zat ini meningkat pada keadaan disminorea dan dikemukakan di dalam otot uterus. (Manuaba, Ida Bagus Gede, 2002).

H. Pengukuran skala nyeri
1. Verbal Descripor Scale (VDS)
Menurut Potter (2006), karakteristik yang paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta mendeskripsikan nyeri sebagai nyeri ringan, sedang, atau berat. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal Descrption Scale (VDS) merupakan suatu garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskrpsian ini dirangking mulai dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Alat VSD ini memungkinkan klien untuk mendeskripsikan nyeri.
2. McGill Pain Questoinare
Menentukan mengalami rasa sakit subyektif menggunakan indra, evaluatif kata deskriptor dan evektif. Ada tiga langkah utama : nyeri rating indeks, didasarkan pada dua jenis nilai numerik yang dapat diberikan untuk setiap deskripsi kata, jumlah kata-kata yang dipilih. Intensitas nyeri ini didasarkan pada skala intensitas 1-5, berisi 11 pertanyaan yang mengacu pada dimensi sensoris ari pengalaman rasa sakit dan empat terkait dengan dimensi afektif. Deskriptor setiap diranking pada titik skala intensitas empat (0 = none, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat). Peringkat indeks dari rasa sakit MPQ stanar juga disertakan serta skala analog visual. (Hidayat, 2006)
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengonsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskriptif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah teraoi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan dan peningkatan. (Potter & Perry, 2005)

No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...