Friday 18 November 2016

Konsep nyeri

A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Sudart, 2002). Rasa nyeri merupakan sensasi fisik yang tidak menyenangkan dan kadang-kadang menimbulkan ansietas atau rasa putus asa. (Lumbantobing, 2004)


B. Fisiologi Nyeri
Sebagian besar nyeri karena trauma, iskemia, inflamasi disertai kerusakan jaringan mengakibatkan terlepasnya zat kimia tertentu seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin yang dapat berperan dalam merangsang ujung-ujung saraf perifer (Lumbatobing, 2004)
Nyeri juga dapat timbul karena distorsi mekanis ujung-ujung saraf, misalnya karena meningkatkan tekanan dinding viskus (organ).
Didapatkan 3 konsep yang menonjol mengenai rasa nyeri.
1. Teori modalitas sesifik
Didapatkan ujung saraf khusus dan serabut saraf khusus yang menghantarkan impuls ke spinal khusus yang naik ke pusat nyeri di otak.
2. Teori pola
Serabut eferen yang sama digunakan untuk meghantarkan segala jenis sensansi. Adanya kualitas sensasibilitas yang berbeda terjadi karena analisi sentral dari pola aktifitas.
3. Sintasa dari pada kedua padangan diatas
Sampai derajat tertentu didapatkan spesifisitas daripada reseptor dan jalurnya. Namun interpretasi akhirnya ditentukan oleh analisispola impuls di sentral (Lumbantobing, 2004)
Menurut Melzack dan Wall yang mengemukakan gade control bahwa impuls eferen rasa nyeri dikelola oleh mekanisme “gerbang” yang beroperasi oleh keseimbangan antara esitasi di serabut perifer yang besar akan menutup gerbang, sedangkan aktifitas yang meningkat di serabut saraf perifer yang berukuran kecil akan membuka gerbang (gate).
Gerbang juga di pengaruhi oleh jalur desenden dari atas (sentral) sehingga aktifitas eferen dapat di modulasi oleh keadaan sentral. Teori gade control mengemukakan bahwa input sensori dimodulasi dicornu posterior medula sinalis dan “gerbang” akan menutup oleh aktifitas di serabut saraf ukuran kecil. Mekanisme ini dipengaruhi pula oleh aktiftas yang turun dari korteks melalui sistem aktifitas retikuler (Lumbantobing, 2004)


C. Respon Nyeri
1). Respon fisiologi terhadap nyeri
Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indicator nyeri yang lebih akurat dibanding laporan verbal pasien. Respon fisiologi terhadap nyeri dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Respon simpatik
a. Meningkatkan denyut jantung
b. Meningkatkan frekuensi pernapasan
c. Meningkatkan tekanan darah
d. Mual/ muntah
e. Pupil melebar
f. Pucat
g. Meningkatkan ketegangan otot
h. Mudah terangsang (irritable)
2. Respon parasimpatis
a. Menurunnya tekanan darah
b. Menurunnya denyut jantung
c. Menurunnya frekuensi pernapasan
d. Kulit hangat dan kering
e. Pupil menyempit
f. Bicara pelan/ monoton
g. Menarik diri
h. Malaise (Tamsuri, Anas, 2006)
2) Respon perilaku terhadap nyeri
1. Verbal
Mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur.
2. Ekspresi wajah
Menangis, mengeluarkan gigi, menggigit bibir.
3. Interaksi sosial
Menghindari percakapan, menghindri kontak sosial, penurunan rentang perhatian fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
4. Gerakan tubuh
Gelisah, imobilisasi, ketagangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan.


D. Fakor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri, anak-anak yang masih kecil kesulitan memahami nyeri dan mengungkapkan secara verbal serta mengekspresikan nyeri sebagai pengalaman yang terjadi diberbagai situasi, sedangkan lansia telah hidup lebih lama, mereka kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami kondisi psikologis yang menyertai nyeri, lansia mempunyai kemampuan untuk menginterpretasikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
2. Jenis kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri. Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin musalnya menganggap seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dalam situasi yang sama (Potter & Perry, 2005).
3. Kebudayaan
Keyaknan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempunyai apa yang diharapkan apa ang diterima oleh kebudayaan mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi dengan terhadap nyeri, misalnya orang hispanik peduli dengan suatu kondisi yang segera dan sensasi actual nyeri, dengan suatu kondisi yang segera dan sensasi actual nyeri, dengan demikian mengalami prekupasi untuk mengatasi nyeri. Orang Cina memiliki suatu sejarah yang telah memberikan pilihan, diwaktu lampau yaitu dapat mnerima nyeri sebagai bagian dari kehidupan. Suatu kejadian yang alamiah, dengan demikian nyeri merupakan suatu yang dapat ditoleransi. Orang Amerika memiliki kemungkinan untuk lebih memikirkan bagaimana nyeri akan mempengaruhi kesehatan di masa yang akan datang (Potter & Perry, 2005).
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikatakan dengan nyeri mempengaruhi pangalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan memperssepsikan nyeri dengan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan yang haus dihadapi. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2005)
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya penglihatan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini sering diterapkan oleh perawat untuk mengatasi nyeri (Potter & perry, 2005)
6. Keletihan
Keletihan meningkat persepsi rasa nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semaki intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri akan terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang tetap dibanding pada akhir yang melelahkan (Potter & Perry, 2005)
7. Ansietas
Hubungan antera nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulasi nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Potter & Perry, 2005).
8. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri tetapi pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri yang hebat maka ansietas dapat muncul. Jika klien yang tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu koping terhadap nyeri (Potter & Perry, 2005).
9. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat anda merasa kesepian, merasa tidak berdaya, hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan control terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, dengan demikian gaya koping mempengaruhi kemampuan individu tersebut untuk mengatasi nyeri, misalnya berkomunikasi dengan keluarga, pendukung, melakukan latihan, dan menyanyi (Potter & Perry, 2005).
10. Dukungan keluarga dan sosial
Kehairan orng-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka terhadap klien dapat mempengaruhi respon nyeri, kehadiran orang-orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan akibat nyeri (Poterr & Perry, 2005).

No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...