A. Pengertian
Rupture perinea
adalah robekan perineum sewaktu persalina (Mochtar, 2002). Sedangkan episiotomiadalah insisi bedah dibagian perineum
(Varney, 2007). Tempat yang paling sering mengalami perlukaan akibat persalinan adalah perineum. Dan yang menyebabkan rupture perineum
adalah :
1. Partus presipitatus
2. Kepala janin besar dan janin besar
3. Pada presentasi defleksi (dahi, muka)
4. Pada primigravida (para)
5. Pada letak sungsang dan after coming head
6. Pimpinnan persalinan yang salah
7. Pada obstetrik operatif pervaginam : ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, versi dan ekstraksi, serta embriotomi.
Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala janin
yang akan lahir jangan ditahan terlampaui kuat dan lama karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin yang melemahkan
otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan karena diregangkan terlalu lama.
B. Tingkat perlukaan perineum
1. Tingkat I
Bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum
2. Tingkat II
Adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenitale.
3. Tingkat III
Perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus sfinkter ani eksternus terputus di depan.
4. Tingkat IV
Perlukaan mengenai mukosa rectum
C. Jenis Luka
Berdasarkan sifat kejadian, luka dibagi menjadi dua jenis, yaitu luka di sengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi
atau bedah, sedangkan luka disengaja (trauma) juga menjadi luka tertutup dan luka terbuka.
Disebut luka tertutup jika tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka jika terjadi robekan dan kelihatan seperti luka abrasi, yakni luka akibat
gesekan, luka puncture, yakni luka akibat tusukan dan hauration (luka akibat perawatan luka).
D. Proses penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati/rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan jalan regenerasi.
Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu :
1. Tahap respon inflamasi akut terhadap cidera ( 0-4 hari )
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi, akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan
yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya
proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis.
Platelet
akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi “vasokontriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokontriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit,
dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris(local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya
substansi vasodilatasi: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin kecuali menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.
Eksudasi
ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofit) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar
jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah:
1) Sintesa kolagen
2) Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblast
3) Memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelisasi
4) Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblast. Keadaan ini
dapat dipakai sebagai pedoman/ parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit
yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.
2. Tahap poliferasi ( 5-21 hari )
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan poliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan
selama proses rekonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblast sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan
penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblast akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang ( poliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang
berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru.
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connectve tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya subrat
oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat
memasuki kawasan luka.
Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi disebut granulasi
karena penampakannya yang granuler. Warnanya merah terang yang berbenjol halus yang merupakan tanda dari penyembuhan, sedangkan prosespolifersi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respon yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroblasia adalah:
1) Poliferasi
2) Migrasi
3) Deposit jaringan matriks
4) Kontraksi luka
Angiogenesis
suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap poliferatif proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh
karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi ke dalam luka merupakan suatu respons untuk
memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen.
Pada fase ini fibroblasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh pletelet dan makrofag (growth faktors).
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan “keratinocyte growth factor” (KGF) yang berperan dalam
stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka.
Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis inin akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur
keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah
strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.
3. Tahap maturasi ( 21-12 bulan )
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan
dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat
jaringan parut.
Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase poliferasi akan dilanjutkan pada fase poliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi.Kecuali pembentukan kolagen juga
akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase poliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling).
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu
terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yabg dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik
masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai
dengan penyakit sistemik (Diabetes Mellitus).
E.
Bentuk penyembuhan luka
Bentuk penyembuhan luka dapat digambarkan dengan :
1. Penyembuhan luka secara intense primer
Dimana dapat terjadi sedikit jaringan yang hilang, seperti luka bersih yang dibuat akibat tindakan bedah atau laserasi yangtepinya dirapatkan oleh plaster
kulit, maka penyembuhan terjadi secara intense primer, yaitu dengan menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling berhadapan (Morison, 2003).
Jaringan granulasi yang dihasilkan sangat sedikit. Dalam waktu 10-14 hari, reepitalisasi secara normal sudah sempurna, dan biasanya hanya
menyisakan jaringan parut tipis, yang dengan cepat dapat memudar dari warna merah menjadi putih.
2. Penyembuhan luka secara intense sekunder
Pada luka-luka terbuka, dimana terdapat kehilangan jaringan yang signifikan, dikatakan bahwa penyembuhan terjadi secara intense sekunder.
Jaringan granulasi, yang terdiri atas kapiler-kapiler darah baru yang disokong oleh jaringan ikat, terbentuk di dasar luka dan sel-sel epitel
melakukuan migrasi ke pusat permukaan luka, dan dari pulau-pulau jaringan epitel yang berhubungan dengan folikel rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar sudorifera. Daerah permukaan luka dapat lebih kecil akibat suatu proses yang dikenal sebagai kontraksi dan jaringan
ikat disusun kembali sehingga membentuk jaringan yang bertambah kuat sejalan dengan bertambah waktu.
F. Perawatan luka perineum
Pada perlukaan tingkat I jika hanya luka lecet, tidak diperlukan penjahitan dan biasanya sembuh dengan sendirinya. Pada perlukaan tingkat II hendaknya luka
dijahit secara cermat, dan untuk tingkat III dan IV perlu dijahit. Jika tidak dijahit dapat menyebabkan infeksi dan fistula retrovaginal
(Saifuddin, 2002).
Perawatan luka perineum menurut APN adalah sebagai berikut:
1. Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering.
2. Menghindari pemberian obat tradisional.
3. Menghindari pemakaian air panas untuk berendam.
4. Mencuci luka perineum dengan air dan sabun 3-4x sehari.
5. Kontrol ulang maksimal seminggu setelah persalinan untuk pemeriksaan penyembuhan luka.
G.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredarah darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menurunkan
system perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti diabetes mellitus dan ginjal dapat memperlambat proses penyembuhan
luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena kandungan zat gizi yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh vitamin A
diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen, vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada system
enzim yang mengatur metabolisme pada protein, karbohidrat dan lemak, vitamin c dapat berfungsi sebagai fibroblast dan mencegah adanya infeksi
serta membentuk kapiler-kapiler darah dan vitamin K membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres, mempengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengkonsumsi obat-obatan, merokok atau
stres akan mengalami proses penyembuhan luka yang lama.
7. Personal hygiene (kebersihan diri) yang kurang dapat memperlambat penyembuhan luka, hal ini dapat disebabkan karena adanya benda asing
seperti debu dan kuman.
H.
Masalah yang terjadi pada luka bedah kebidanan
1. Perdarahan, ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda vital seperti adanya peningkatan denyut nadi, kenaikan pernafasan, penurunan
tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembab.
2. Infeksi, bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta ada
kenaikan leukosit.
3. Dehiscene, merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kegemukan, kekurangan
nutrisi, terjadinya trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengankenaikan suhu tubuh (demam), takikardia, rasa nyeri pada daerah luka.
No comments:
Post a Comment