Friday 11 November 2016

teori depresi

Konsep Depresi
 
A. Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010)
Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya (WHO, 2011). 

B. Penyebab
Penyebab Depresi Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Kaplan & Sadock, 2010).
1. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA ( Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenilglikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010).
Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Kaplan, 2010).
2. Faktor genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah 50%, sedangkan dizigot 10-25%. Penderita late onset depresi terjadi karena mutasi pada gene methylene tetrahydrofolate reductase yang merupakan kofaktor yang terpenting dalam biosintesis monoamin. Mutasi ini tidak bisa diketemukan pada penderita early onset depresi (Kaplan & Sadock, 2010).
3. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya (Kaplan & Sadock, 2010).
Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya (Kaplan & Sadock, 2010).
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang (Kaplan & Sadock, 2010). Menurut penelitian Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa (Tasman, 2008).
Faktor ketidakberdayaan yang dipelajari dimana ditunjukkan dalam hewan percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, dapat menemukan hal yang sama dari keadaan ketidak berdayaan tersebut (Kaplan & Sadock, 2010).
Pada teori kognitif, Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi. Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup (Kaplan & Sadock, 2010). 

C. Tanda dan Gejala Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) dalam penelitian Trisnapati (2011) yang menyebutkan depresi gejala menjadi utama dan lainnya seperti dibawah ini :
Gejala utama meliputi :
1. Perasaan depresif atau perasaan tertekan
2. Kehilangan minat dan semangat
3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah.
Gejala lain meliputi :
1. Konsentrasi dan perhatian berkurang
2. Perasaan bersalah dan tidak berguna
3. Tidur terganggu
4. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
5. Perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
6. Pesimistik
7. Nafsu makan berkurang 

D. Tingkat Depresi
Kriteria diagnostik untuk tingkat gangguan depresi mayor menurut DSMIV dibagi dua yaitu gangguan depresi mayor dengan psikotik dan nonpsikotik serta gangguan mayor dalam remisi parsial dan gangguan parsial dalam revisi penuh. Gangguan depresi mayor meliputi gangguan depresi ringan, sedang dan berat tanpa ciri psikotik yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Ringan, jika ada beberapa gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan gejala hanya menyebabkan gangguan ringan dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
2. Sedang, gangguan fungsional berada diantara ringan dan berat
3. Berat, tanpa ciri psikotik, beberapa gejala melabihi dari yang diperlukan untuk membuat diagnosis dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasa dilakukan. 

E. Cara Pengukuran Depresi
Tingkat Depresi adalah penilaian dari berat ringanya stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres ini di ukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) oleh-Lovibond (1995). Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 item. DASS adalah seperangkat skala subyektif yang di bentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42 di bentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai status emosional, tetapi untuk proses lebih lanjut untuk pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status emosinal, secara signifikan biasanya di gambarkan sebagai stres. DASS dapat di gunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.
Tingkatan stres pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item, mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 normal; 30-59 ringan; 60-89 sedang; 90-119 berat; >120 Sangat berat (Lovibond & Lovibond, 1995).
Selain itu, ada juga skala-skala lain yang bisa digunakan seperti Perceived Stres Scale (PSS) atau Profile Mood States (POMS). Alat-alat ini digunakan sebagai instrument untuk mendeteksi stres dan tahap stres dan bukannya sebagai alat untuk mendiagnosa (Cohen, 1983). Properties of The Dpression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri dari 42 item :
1. Merasa marah karena hal-hal yang sepele
2. Merasa bibir sering kering
3. Merasa tidak merasakan perasaan positif
4. Merasa mengalami kesulitan bernafas sperti sesak nafas atau nafas cepat
5. Merasa tidak mampu merasakan kegiatan
6. Merasa cenderung bereaksi terhadap situasi
7. Merasa goyah, gemetar, misalnya kaki terasa mau copot
8. Merasa sulit untuk bersantai.
9. Merasa sangat cemas terhadap situasi dan merasa sangat lega jika situasi itu berakhir.
10. Merasa tidak punya tujuan di masa depan.
11. Merasa mudah kesal dan marah.
12. Merasa menghabiskan banyak energi untuk perasaan cemass.
13. Merasa sedih dan tertekan.
14. Merasa tidak sabar jika aktivitasnya mengalami penundaan missl : kemacetan lalu lintas atau menunggu.
15. Merasa lemas terasa mau pingsan.
16. Merasa tidak mempunyai minat terhadap suatu hal.
17. Merasa tidak berharga kepada semua manusia.
18. Merasa agak sensitive dan merasa mudah tersinggung.
19. Berkeringat secara berlebihan missal : berkeringat pada tangan, padahal padahal suhu tidak panas atau melakukan kegiatan fisik sebelumnya.
20. Merasa takut tanpa ada alasan yang jelas.
21. Merasa hidup tidak berharga.
22. Merasa sulit untuk beristirahat.
23. Merasa tidak enak makan.
24. Merasa tidak bisa menikmati dalam hal apapun.
25. Merasa jantung berdetak kencang atau melemah.
26. Merasa putus asa dan sedih.
27. Merasa sangat mudah marah dan tersinggung.
28. Merasa sangat panik.
29. Merasa sulit untuk tenang ketika saya sangat marah.
30. Merasa tidak mampu melaksanakan tugas-tugas yang dikerjakan.
31. Merasa tidak punya gairah terhadap situasi apapun.
32. Merasa marah saat ada orang lain mengkritik apa yang saya lakukan.
33. Merasa gelisah.
34. Merasa tidak berharga.
35. Tidak mentoleransi apapun menghalangi saya dalam melakukan tugas yang saya lakukan.
36. Merasa sangat ketakutan.
37. Merasa tidak punya harapan di masa depan.
38. Merasa hidup tidak berarti.
39. Merasa sangat gelisah.
40. Merasa panic yang di buat sendiri.
41. Merasa gemetar misalnya pada tangan.
42. Merasa tidak punya inisiatif untuk bekerja. 

F. Penatalaksanan Depresi
Secara umum teknik penatalaksanaan depresi akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan tingkat depresi, dibawah ini ada beberapa cara untuk mengurangi tingkat depresi pada diri seseorang (Perry Potter, 2005: 488), diantaranya :
1. Olahraga Teratur
Program olahraga teratur akan meningkatkan tonus otot dan postur otot, mengontrol berat badan, mengurangi ketegangan, dan meningkatkan relaksasi. Semua itu dilakukan agar aliran darah ke otot tetap lancar dan tubuh kembali bugar seperti keadaan semula sehingga kondisi stress dapat turun.
2. Humor (tertawa)
Kemampuan menyerap hal-hal lucu dan tertawa dapat menurunkan tingkat depresi. Di duga hal ini di karenakan bahwa tertawa dapat melepaskan hormon endorphin ke dalam sirkulasi darah sehingga perasaan stres dapat di lenyapkan.
3. Nutrisi dan diet
Nutrisi dan latihan berhubungan erat. Makan memberikan bahan bakar untuk aktifitas dan meningkatkan latihan, yang meningkatkan sirkulasi dan memberikan nutrisi ke jaringan tubuh. Setiap orang di tuntut untuk mecukupi kebutuhan nutrisi tubuhnya. hal itu bisa di jalankan dengan pola diet yang teratur. Kebiasaan diet yang buruk dapat memperburuk respon stres dan lebih mudah untuk membuat individu lebih mudah tersinggung, hiperaktif, dan gelisah.
4. Istirahat
Pola istirahat dan tidur yang tetap sangt penting untuk menangani stres. seseorang yang stress harus di dorong untuk meluangkan waktunya istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga membantu seseorang untuk rileks secara mental.
5. Tenik Relaksasi
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan teknik manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emosional stres.
6. Spiritual
Aktifitas spiritual dapat juga mempunyai efek yang positif dalam menurunkan stres. Praktik seperti berdo’a, meditasi dan membaca buku-buku keagamaan dapat menjadi sumber yang bermanfaat bagi seseorang untuk mengurangi tingkat stres. Selain itu mendengarkan murottal qur’an mungkin juga bisa di gunakan dalam hal ini.

No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...