Thursday 10 November 2016

teori kepemimpinan dan kediplinan kerja

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak setiap orang mempunyai kesamaan didalam menjalankan kepemimpinannya.
Menurut Kartono (2005) menyatakan;
“Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki superioritas tertentu, sehingga dia memiliki kewibawaan dan kekuasaan untuk menggerakan orang lain melakukan usaha bersama guna mencapai sasaran tertentu. Sedangkan kepemimpinan yaitu kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan”.
Pemimpin, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan mesekipun memiliki perbedaan tetapi merupakan tiga hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kepemimpinan apapun. Kepemimpinan merupakan sebuah fenomena universal. Siapapun yang menjalankan tugas-tugas kepemimpinan, pasti dalam tugas itu dia berinteraksi dengan orang lain. Bahkan dalam kapasitas pribadi pun, didalam tubuh manusia itu ada kapasitas atau potensi pengendali, yang pada intinya memfasilitasi seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri.
Menurut Martinis Yamin dan Maisah (2010) menjelaskan;
”Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan merupakan bentuk strategi atau teori memimpin yang tentunya dilakukan oleh orang yang biasa kita sebut sebagai pemimpin. Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan”.
Menurut Philip (2006) menjelaskan;
“Kepemimpinan merupakan proses hubungan timbal balik pemimpin dan pengikut dalam memobilisasi berbagai sumber daya ekonomi, politik dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya, Gardner berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan suatu atau sekumpulan aktivitas yang teramati oleh pihak lain, berlangsung dalam kelompok, organisasi atau lembaga dan melibatkan pemimpin dan pengikut yang bekerjasama untuk mewujudkan tujuan umum yang direncanakan”
2. Fungsi kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan adalah sebuah kegunaan dalam kaitannya memimpin sebuah kelompok, organisasi dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada demi ketercapainya tujuan bersama dengan rasa kebersamaan.
Dalam gaya dan tipe kepemimpinan yang tidak sama, bahkan juga bervariasi, dapat dianalisa pula fungsi-fungsi kepemimpinan. Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi fungsinya, meskipun dalam kenyataannya tidak semua tipe kepemimpinan memberikan peluang yang sama untuk mewujudkannya. Dalam hubungan itu sulit untuk dibantah bahwa setiap proses kepemimpinan juga akan menghasilkan situasi sosial yang berlangsung di dalam kelompok atau organisasi masing-masing. Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi sosial kelompok atau organisasinya yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan fungsi kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-orang yang dipimpinnya.
Fungsi kepemimpinan menurut Hill dan Caroll serta Lussier dan Achua, (2007) memiliki dua dimensi sebagai berikut:
”Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya; Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.”
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya pada dasarnya berasal dari bahasa Inggris “Style” yang berarti mode seseorang yang selalu nampak yang menjadi ciri khas orang tersebut. Tiap pemimpin mempunyai gaya atau cara tersendiri dalam memimpin organisasi atau intansi.
Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau style hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Sehingga muncullah beberapa tipe kepemimpinan. Misalnya tipe-tipe kharismatik, paternalistis, militeristis, otokratis, laissez faier, populis, administratif dan demokratis. Gaya kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Direktif
Kepemimpinan direktif merupakan sebuah managemen atau gaya kepemimpinan yang pemegang keputusan adalah pemimpin itu sendiri atau mutlak dari pemimpin.
Menurut Susilo Martoyo (2008:146) mendefinisikan;
“Gaya kepemimpinan direktif merupakan Gaya kepemimpinan ini memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada pemimpin dalam otoritasnya, sedangkan kebebasan bawahan sangat dibatasi. Pemimpin merupakan pusat komando dan perintah terhadap bawahan/ karyawan”.
Menurut Miftah Thoha (2006:229) menjelaskan;
“Kepemimpinan direktif merupakan perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk sebagai instruksi, karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin”.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan Direktif sebagai berikut :
1) Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya.
2) Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan tugas.
3) Konsultatif Pemimpin melakukan pengawasan kerja yang ketat.
4) Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan.
5) Hubungan dengan bawahan rendah, tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal karena pemimpin kurang percaya terhadap kemampuan bawahannya.
b. Konsultatif
Gaya kepemimpin konsultatif merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang sering di lakukan oleh para pemimpin yang ada disebuah lembaga atau instansi sebagai bagian dari managemen karyawan. Ada 2 pendapat tentang gaya kepemimpinan Konsultatif yaitu :
Menurut Susilo Martoyo (2008:147) mendefinisikan;
“Gaya kepemimpinan konsultatif, dalam gaya ini bawahan diberi kebebasan yang luas dalam mengemukakan pendapatnya. Pemimpin hanya mengemukakan rancangan yang bersifat sementara dan kemudian ditawarkan kepada bawahan, yang memungkinkan adanya perubahan sesuai dengan usulan bawahan. Melalui cara ini pemimpin bisa menilai keefektifan bawahan dalam memberikan ide-ide/gagasannya yang nantinya akan dijadikan sebagai sebuah keputusan manajemen perusahaan”.
Menurut Miftah Thoha (2006:231) menjelaskan;
“Kepemimpinan konsultatif adalah perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku mendukung dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada pemimpin”.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan konsultatif sebagai berikut :
1) Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dari bawahan.
2) Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan.
3) Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan.
4) Hubungan dengan bawahan baik.
c. Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif senantiasa melibatkan diri/involve dalam suatu masalah yang dihadapi karyawan, hingga masalah tuntas. Ada ruang dimana karyawan diberikan kesempatan utk berkreasi dalam batas tertentu. Cocok untuk organisasi dalam kondisi yang stabil
Menurut Susilo Martoyo (2008:149) menjelaskan;
Dalam gaya kepemimpinan ini bawahan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengemukakan pendapatnya. Dalam hal ini pemimpin dan bawahan merupakan sebuah team yang harus bekerjasama. Pemimpin tidak turun langsung tapi mendelegasikan kepada staff seniornya. Pemimpin memberikan kebebasan bertindak tetapi dalam batas tertentu, meski bawahan sangat dominan tapi tanggung jawab tetap berada ditangan pemimpin”.
Menurut Miftah Thoha (2006:235) menegaskan;
“Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuat keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya ketiga ini, pemimpin dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut memiliki”.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan Partisipatif sebagai berikut :
1) Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan.
2) Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan.
3) Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai.
4) Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
d. Delegatif
Delegatif merupakan sebuah gaya kepemimpin yang menitikberatkan pada sifat keterbukaan antara pimpinan dan karyawan sehingga segalanya diserahkan ke karyawan. Pemimpin hanya mengarahkan dengan tidak dominan. Suara karyawan sangat didengar.
Menurut Susilo Martoyo (2008:150) menjelaskan:
“Dalam gaya kepemimpinan ini berdasarkan kebersamaan yang diwujudkan dalam bentuk kekeluargaan dan gotong royong. Kegiatan pemimpin didasari rasa tolong menolong dan saling membantu serta tetap berpegang teguh pada efesiensi dan efektif. Pengambilan keputusan oleh pemimpin berdasarkan prosedur penentuan masalah, pengumpulan data, penganalisisan, dan mengambil kesimpulan”.
Menurut Miftah Thoha (2006:240) menegaskan;
“Gaya kepemimpinan delegatif ini adalah Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengawasan dirujuk sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang kesempatan yang luas bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri”.
Ciri-ciri gaya kepemimpinan Partisipatif sebagai berikut :
1) Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dengan bawahan.
2) Bawahan mempunyai hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan dengan bawahan rendah.
4. Karakteristik pemimpin
Dalam memimpin, setiap pemimpin memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal ini merupakan ciri atau sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya.
Ada empat karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin” (Sunindhia dan Widiyanti diacu dalam Hakiem 2005):
1) Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saran-saran dan nasehat dari orang-orang di sekitarnya.
2) Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya.
3) Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada organisasinya.
4) Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan”.
Teori kepemimpinan berdasarkan ciri (traits theory) memberi petunjuk tentang ciri-ciri pemimpin yaitu (Siagian dan Hersey, 2004):
1) Pengetahuan umum yang luas.
2) Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
3) Kemampuan analitik.
4) Sifat inkuisitif atau rasa ingin tahu.
5) Keterampilan berkomunikasi secara efektif.
6) Kemampuan menentukan skala prioritas.
7) Rasionalitas.
8) Keteladanan.
9) Ketegasan.
10) Orientasi masa depan”.
Menurut Pulungan (2004) menjelaskan secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik seperti :
1) Tanggung jawab seimbang, keseimbangan disini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut;
2) Model peranan yang positif, peranan disini adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu;
3) Memiliki keterampilan komunikasi yang baik, pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengan cara yang tepat,
4) Memiliki pengaruh positif, pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif,
5) Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain, pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut”
B. Konsep Kedisiplinan Kerja
1. Pengertian
Faktor tingkat kedisiplinan sumber daya manusia dapat dijadikan salah satu tolak ukur pencapaian prestasi dan produktivitas kerja yang mampu diraih oleh karyawan yang pada akhir berpengaruh pada tujuan yang diharapkan instansi. Tingkat kedisiplinan ini merupakan salah satu fungsi kegiatan manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan harus lebih diperhatikan, karena semakin baik disiplin karyawan, maka akan semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Sulit bagi karyawan dalam mencapai prestasi kerja yang diharapkan tanpa adanya disiplin kerja yang baik dan bertanggung jawab yang ditunjukkan oleh karyawan bersangkutan. Tanpa disiplin karyawan dengan baik dan adil, sulit pula bagi organisasi perusahaan untuk mencapai hasil optimal yang ingin diharapkan pada karyawannya.
Menurut Mangkuprawira (2007 : 122) mengemukakan;
Kedisiplinan karyawan adalah sifat seorang yang secara karyawan yang secara sadar mematuhi aturan dan peraturan organisasi tertentu. Kedisiplinan sangat memengaruhi kinerja karyawan dan perusahaan. Kedisiplinan seharusnya dipandang sebagai bentuk-bentuk latihan bagi karyawan dalam melaksanakan aturan-aturan perusahaan. Semakin disiplin semakin tinggi produktivitas kerja karyawan dan kinerja perusahaan.
Menurut Hasibuan (2009 : 193) menyatakan bahwa : “Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.” Fathoni (2006 : 126) mengemukakan bahwa : Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya “.Kedisiplinan dapat diartikan bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaan dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.
2. Tujuan Pembinaan Disiplin Kerja
Setiap tenaga kerja memiliki banyak motif dan hampir tak ada satu orang tenaga kerjapun yang memiliki motif sama. Ini berarti kenyataannya tidak satu motif pun yang menentukan bagaimana setiap tenaga kerja harus bereaksi terhadap seluruh beban yang ada.
Oleh karena itu tak ada teknik dan strategi yang dapat menjamin terpenuhinya moral dan disiplin kerja yang tinggi bagi setiap tenaga kerja di mana pun juga. Beberapa tenaga kerja bekerja hanya untuk mendapatkan uang, ada yang bekerja mencari keselamatan dan ada pula yang bekerja karena tertarik pada pekerjaannya. Bahkan mungkin ada beberapa tenaga kerja yang tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Akan tetapi generalisasi terhadap motif mana pun yang bersifat universal amat sulit untuk dipertahankan.
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sebagai contoh beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidak sopan. Tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah untuk memastikan bahwa perilaku karyawan konsisten dengan aturan perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja menurut Sastrohadiwiryo (2006 : 292) antara lain:
1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.
5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Jenis-Jenis Disiplin Kerja
Pemimpin perusahaan harus mampu mengenal dan mempelajari perilaku dan sifat karyawannya. Hal ini dapat membantu pemimpin dalam memilih jenis motivasi kerja mana yang sesuai dengan karyawannya. Selain itu, perilaku dan sifat karyawan juga berpengaruh terhadap pemilihan jenis pendisiplinan mana yang dapat diterapkan kepada karyawan.
Terdapat beberapa tipe kegiatan pendisiplinan menurut Handoko (2008 : 208), antara lain:
1. Disiplin Preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah.
2. Disiplin Korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
3. Disiplin Progresif adalah memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang.
Sasaran pokok dari disiplin preventif adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan dapat menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. Manajemen harus mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif di mana berbagai standar diketahui dan dipahami. Bila para karyawan tidak mengetahui standar-standar apa yang harus dicapai, mereka cenderung menjadi salah arah. Di samping itu, manajemen hendaknya menetapkan standar-standar secara positif dan bukan secara negatif. Para karyawan biasanya perlu mengetahui alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu standar agar mereka dapat memahami dan menjalankannya. Sedangkan pada disiplin korektif kegiatannya biasanya dapat diaplikasikan dalam suatu bentuk hukuman atau disebut juga sebagai tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Tindakan pendisiplinan ini dapat berupa peringatan maupun skorsing.
Adapun sasaran tindakan pendisiplinan dapat dibagi menjadi tiga menurut Handoko (2008 : 209), antara lain sebagai berikut :
a. Untuk memperbaiki pelanggar,
b. Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa,
c. Untuk menjaga berbagai standar kelompok agar tetap konsisiten dan efektif.
Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya bersifat positif, bersifat mendidik dan mengoreksi. Sasaran tindakan pendisiplinan bukan merupakan tindakan negatif yang dapat menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan itu sendiri adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukannya malah menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif dalam menerapkan disiplin kerja karyawan yang bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan seperti hubungan emosional terganggu, absensi karyawan meningkat, apatis atau kelesuan serta ketakutan yang dapat menganggu kinerja karyawan.
Disiplin progresif dijalankan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektif sebelum hukuman yang lebih serius diberikan. Disiplin progresif memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahannya. Tindakan pendisiplinan dapat diberikan berurut, misalnya teguran secara lisan oleh pimpinan, setelah itu teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia, skorsing dari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, penurunan jabatan (demosi) dan yang terakhir pemecatan. Bentuk tindakan pendisiplinan terakhir yang dapat diambil oleh manajemen perusahaan adalah pemecatan. Tindakan ini sering dikatakan sebagai kegagalan manajemen sumber daya manusia, tetapi pandangan tersebut tidaklah realistik. Tidak ada manajer maupun karyawan yang sempurna, sehingga hampir pasti ada saja berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan.
Urutan tindakan pendisiplinan tersebut diatas disusun berdasarkan tingkat berat atau kerasnya hukuman. Untuk pelanggaran-pelanggaran serius tertentu, dapat dikecualikan dari disiplin progresif dan karyawan tersebut dapat langsung dipecat tanpa harus lagi melalui urutan tindakan pendisiplinan yang ditetapkan perusahaan.
4. Bentuk dan Pelaksanaan Sanksi Disiplin Kerja
Disiplin yang baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan mematuhi aturan permainan. Suatu waktu orang mengerti apa yang dibutuhkan dari mereka dimana mereka diharapkan untuk selalu melakukan tugasnya secara efektif dan efisien dengan senang hati. Kini banyak orang mengetahui bahwa kemungkinan yang terdapat di balik disiplin adalah meningkatkan diri dari kemalasan.
Pengenaan sanksi kepada para pelanggar disiplin tergantung pada tingkat pelanggaran yang telah dilakukan. Pelanggaran disiplin sering berupa terlambat tentu lebih ringan sanksinya daripada sanksi yang dikenakan kepada karyawan yang sering mangkir tidak masuk kerja. Sanksi bagi karyawan yang tidak mau bekerja tentu lebih berat daripada sanksi bagi pelanggar disiplin yang tidak mau memakai pakaian seragam dan sebagainya.
Dengan demikian penerapan sanksi itu sebaiknya diatur dengan menampung usulan atau masukan yang berasal dari para karyawan sendiri. Sehingga bila mereka diikutsertakan dalam menyusun sanksi itu, sedikit banyak akan dapat mengurangi ketidakdisiplinan itu sendiri.
Sanksi yang paling tepat dan bisa diterapkan adalah sanksi berupa pengurangan hak-hak imbalan karyawan itu sendiri seperti pengurangan gaji, penurunan gaji dan sebagainya sehingga bagi mereka akan sangat terasa pengaruh sanksi itu bagi diri dan keluarganya.
Dengan adanya bentuk disiplin kerja yang baik akan tergambar pada suasana :
a. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan instansi
b. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam melakukan pekerjaan
c. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
d. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan karyawan
e. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas para karyawan
Sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positip, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatip yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan diwaktu akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif yang bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, apatis atau kelesuan dan ketakutan pada penyelia. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan secara ringkas adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperbaiki pelanggar.
b. Untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa.
c. Untuk menjaga berbagai standar kelompok agar tetap konsisten dan efektip.
Bentuk tindakan pendisiplinan yang terakhir adalah pemecatan. Tindakan ini sering dikatakan sebagai kegagalan manajemen dari departemen personalia, tetapi pandangan tersebut tidak realistik. Tidak ada manajer maupun karyawan yang sempurna sehingga hampir pasti ada berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan. Kadang-kaadang lebih baik bagi seorang karyawan untuk pindah bekerja di perusahaan lain. Bagaimanapun juga organisasi mempunyai batas kemampuan yang dapat dicurahkan untuk mempertahankan seorang karyawan jelek.
Menurut Sastrohadiwiryo (2006 : 293) bahwa sanksi disiplin kerja terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Sanksi Disiplin Berat
Sanksi disiplin berat misalnya:
1) Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan/pekerjaan yang diberikan sebelumnya.
2) Pembebasan dari jabatan/pekerjaan untuk dijadikan sebagai tenaga kerja biasa bagi yang memegang jabatan.
3) Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di perusahaan.
b. Sanksi Disiplin Sedang misalnya:
1) Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sebagaimana tenaga kerja lainnya.
2) Penurunan upah sebesar satu kali upah yang biasanya diberikan, harian, mingguan atau bulanan.
3) Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi
c. Sanksi Disiplin Ringan misalnya:
1) Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan
2) Teguran tertulis
3) Pernyataan tidak puas secara tertulis.
Menurut Mangkunegara (2009 : 131) bahwa pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan peringatan, harus segera, konsisten, dan impersonal.
a. Pemberian Peringatan Karyawan yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan agar karyawan yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah dilakukannya.
b. Pemberian Sanksi Harus Segera. Karyawan yang melanggar disiplin kerja harus segera diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perusahaan yang berlaku. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin yang ada.
c. Pemberian Sanksi Harus Konsisten Pemberian sanksi kepada karyawan tidak disiplin harus konsisten agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang berlaku di perusahaan. Setiap orang yang melakukan pelanggaran yang sama akan dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
d. Pemberian Sanksi Harus Impersonal Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan karyawan, tua-muda, pria-wanita tetap diberlakukan sama sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu instansi. Tanpa dukungan disiplin kerja yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi kedisiplinan merupakan suatu kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan dalam suatu perusahaan menurut Hasibuan (2009 : 194), diantaranya :
a. Tujuan dan kemampuan,
b. Teladan pimpinan,
c. Balas jasa,
d. Keadilan,
e. Waskat (pengawasan melekat),
f. Sanksi hukuman,
g. Ketegasan, dan
h. Hubungan kemanusiaan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka akan diuraikan satu persatu sebagai berikut :
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal. Pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan agar karyawan bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Akan tetapi jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau jauh di bawah kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan karyawan rendah, misalnya pekerjaan untuk karyawan berpendidikan SMU ditugaskan kepada seorang sarjana atau pekerjaan seorang sarjana ditugaskan bagi karyawan berpendidikan SMU. Jelas karyawan bersangkutan kurang berdisiplin dalam melaksanakan pekerjaan itu. Disinilah letak pentingnya asas the right man is the right place and the right man in the right job.
b. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik,berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahanpun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya jika dia sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahanpun mempunyai disiplin yang baik pula. Pepatah lama mengatakan kalau guru kencing berdiri, murid kencing berlari atau pepatah Batak singkam batang na singkam tunas na atau harimau tidak mungkin beranak domba.
c. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap instansi/ pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
d. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap instansi supaya kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
e. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.
Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan secara individu bawahannya, sehingga konduite setiap bawahan dinilai objektif. Waskat bukan hanya mengawasi moral kerja dan kedisiplinan karyawan saja, tetapi juga harus berusaha mencari sistem kerja yang lebih efektif untuk mewujudkan tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat. Dengan sistem yang baik akan tercipta internal kontrol yang dapat mengurangi kesalahan-kesalahan dan mendukung kedisiplinan serta moral kerja karyawan.
f. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan Sikap dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang. Berat ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi hukuman harus diterapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua karyawan. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan indisipliner, bersifat mendidik dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.
g. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas dalam menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebaliknya apabila seorang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahnnya, bahkan sikap indisipliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas menindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan sebaiknya tidak usah membuat peraturan atau tata tertib pada instansi tersebut.
h. Hubungan kemanusiaan
Hubungan Kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu instansi. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross relationship hendaknya harmonis.
Manajer perusahaan berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

No comments:

Post a Comment

Pengukuran Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan fenomena yang kompleks dan melibatkan beberapa komponen yang seluruhnya dapat tercakup dalam PSQI. Komponen PSQI d...